Aksi penusukan yang dilakukan Hassan Khalif Shire Ali di pusat Kota Melbourne pada akhir 2018 dipastikan termotivasi oleh kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS.

Kesimpulan ini disampaikan dalam sidang pemeriksaan laporan koroner negara bagian Victoria yang berlangsung hari Senin (28/6/2021).

BACA JUGA: Indonesia Menerima Bantuan dari Australia untuk Membeli Vaksin

Saat itu, Hassan, 30 tahun, membakar mobil bak terbuka yang dikendarainya di kawasan Bourke Street, pusat kota Melbourne,.Kemudian ia menusuk tiga orang dan satu orang tewas, pemilik bar Pellegrini yang legendaris, sebelum akhirnya ditembak tewas oleh polisi.

Sisto Malaspina, pemilik bar tersebut baru saja merayakan kelahiran cucu pertamanya beberapa hari sebelumnya.

BACA JUGA: Warga Australia di Luar Negeri Kemungkinan Harus Menunggu Lebih Lama untuk Pulang

Hakim John Cain dalam persidangan hari ini menyatakan serangan Hassan itu konsisten dengan instruksi dan metode yang tercantum dalam manual ISIS, termasuk Buku Saku Seorang Mujahid Tunggal.

"Kuatnya bukti-bukti yang tersedia mendukung temuan bahwa perbuatan Hassan tersebut merupakan tindakan terorisme terencana, serangan yang diilhami oleh ISIS dalam hal ketaatannya pada interpretasi Islam secara ekstrem," ujar Hakim Cain.

BACA JUGA: Empat Tahap Menuju Normal, Australia Akan Perlakukan COVID-19 Sama Seperti Flu

Tapi ia menyatakan tidak bisa mengesampingkan jika Hassan juga menderita gangguan mental pada saat kejadian itu, namun belum ada cukup bukti.

"Tindakan satu orang ini dimaksudkan untuk mengintimidasi dan menyakiti, namun tindakan sejumlah orang lainnya menunjukkan sebaliknya," ujar Hakim Cain.

"Orang-orang ini bertindak dengan keberanian besar tanpa peduli konsekuensi terhadapa keselamatan mereka sendiri dalam melayani masyarakat Victoria. Saya menghargai tindakan tanpa pamrih dari orang-orang ini." Korban terus mengingat serangan itu

Pada November 2018, Hassan memarkir mobil Holden bak terbuka yang dikendarainya di Bourke Street lalu membuka tiga botol bensin yang dibawanya, menyiramkannya ke dalam mobil dan membakarnya.

Mobil itu meledak sehingga menarik perhatian Rod Patterson, seorang mantan petugas pemadam kebakaran yang berasal dari Launceston.

Ia kebetulan berada di dekat lokasi dan bergegas untuk membantu.

Tapi Rod malah dihadang oleh Hassan yang memegang sebilah pisau.

"Rod mendengar banyak teriakan dan merasakan pukulan keras di bagian kiri kepalanya. Luka yang dideritanya mulai berdarah," jelas Hakim Cain.

Serangan tersebut membuat Rod menderita luka sepanjang 10 sentimeter yang membutuhkan lebih dari 120 jahitan.

Saksi lain yang datang untuk membantu mengatakan dalam persidangan bahwa Hassan terlihat kasar, agresif dan mengucapkan sesuatu tentang 'Allah'.

Hassan kemudian beranjak ke arah Sisto Malapsina, yang sedang beristirahat dari pekerjaannya, lalu menikamnya dua kali.

Pria berusia 74 tahun itu jatuh telentang, sebelum seorang pekerja datang menolong, membelainya dan terus mencoba menguatkannya saat ia sekarat.

Setelah Sisto jatuh, pelaku kemudian menikam seorang pria lain lagi sebelum akhirnya berhasil ditembak polisi.

Rod Patterson, yang khusus datang ke Melbourne untuk mendengarkan laporan koroner hari ini, mengaku ingatan tentang serangan itu masih terus dia pikirkan setiap hari.

Ia terus ingat kejadian ini "setiap kali saya memejamkan mata," ujarnya.

Rod mengaku kesulitan untuk tidur sejak serangan yang dialaminya itu.

Namun ia mengatakan sama sekali tidak memiliki niat buruk terhadap keluarga Hassan.

"Tidak ada ruang untuk kebencian di dalam hati kita jika kita ingin menjadi masyarakat yang hebat," ujarnya.

"Itulah Australia. Masyarakatnya hebat. Mari kita hilangkan kebencian dan bersatu." Ada peluang yang terlewatkan

Hari Senin ini Hakim Cain membuat enam rekomendasi dengan fokus pada Unit Intelijen Keamanan Kepolisian Victoria (SIU), yang bertugas memantau dan mengelola tindakan ekstremis yang menimbulkan risiko keamanan nasional.

Hakim Cain menyebut adanya "prosedur yang tidak memadai" dari SIU sehingga menyebabkan terjadinya penundaan, penilaian yang tidak akurat atau tidak lengkap dan "peluang yang terlewatkan".

Dia menemukan keputusan SIU untuk menangani Hassan Shire Ali sebagai ancaman berisiko rendah adalah "prematur".

Unit ini, kata Hakim Cain, telah keliru karena hanya melakukan pemantauan secara pasif setelah ada permintaan dari agen mata-mata domestik Australia.

Persidangan juga mendengarkan bahwa SIU melakukan berbagai upaya yang tak efisien dalam mencari alamat Hassan, termasuk mengerahkan sayap udara dan meminta Centrelink, sebelum meminta bantuan dari organisasi intelijen lainnya.

Tapi Hakim Cain tidak memastikan kecerobohan SIU ini dapat mencegah serangan tersebut.

"Peluang untuk mencegah insiden di Bourke Street, mungkin telah terlewatkan. Namun saya tak dapat menyimpulkan bahwa sasaran Hassan ke arah itu akan dapat dihindari jika tugas dan kesenjangan intelijen telah dipenuhi tepat waktu oleh SIU," katanya.

Kepala Kepolisian Victoria Komisaris Shane Patton mengatakan pihaknya perlu mempertimbangkan temuan ini, tapi dia yakin tinjauan internal kepolisian "telah membuat kami lebih maju lagi".

Rod Patterson yang selamat dari serangan itu, hari ini mendesak semua orang yang terlibat untuk mengakui kesalahan yang diperbuat.

"Selama pemeriksaan, banyak pihak yang tidak mau mengakui kesalahan itu. Jika kita ingin belajar dari insiden ini, belajarlah dari kesalahan sebelum mempelajari apa yang terjadi selanjutnya," katanya.

"Tangan kiri harus tahu apa yang dilakukan oleh tangan kanan," ujar Rod Patterson.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seabad Partai Komunis, Tiongkok Makin Kontroversial

Berita Terkait