100 tahun setelah Partai Komunis Tiongkok didirikan, Beijing semakin berpengaruh dan kontroversial dari sebelumnya.


Klik DI SINI untuk membaca artikel ini dalam format interaktif dalam Bahasa Inggris.
 

BACA JUGA: HUT ke-100 Partai Komunis China, Xi Jinping Bersumpah Hancurkan Kemerdekaan Taiwan

Ini adalah Yin, seorang warga Tiongkok-Australia yang keberadaannya tidak tercatat secara hukum.

Lahir sebagai anak kedua, orangtua Yin sudah melanggar kebijakan satu anak yang berlaku di Tiongkok saat itu.

BACA JUGA: Satu Keluarga Positif COVID dari Indonesia Diizinkan Masuk, Warga Australia Geram

Yin tidak dapat memanggil orangtuanya dengan sebutan Ibu dan Ayah, harus menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di dalam rumah, hingga kekurangan vitamin D karena jarang terkena sinar matahari.

"Saya merasa tidak seharusnya hidup di dunia ini, karena saya adalah sebuah kesalahan. Saya lahir dari pelanggaran yang dilakukan orangtua saya, ini adalah bentuk tindakan kriminal," kata Yin.

BACA JUGA: Peserta WHV Mungkin Tak Lagi Butuh Petani Setelah Aturan Visa Diubah

Dikenal dengan istilah "anak gelap" di Tiongkok, puluhan juta anak lahir di luar hukum seperti Yin.

Kebijakan ini membuat orang mempertanyakan sistem pemerintahan di Tiongkok,  meski pun negaranya sukses dalam bidang perekonomian.

 

Tepat hari ini Partai Komunis Tiongkok memperingati 100 tahun sejak didirikannya dan hampir 72 tahun berkuasa.

Rezim otoriter yang diterapkan partai ini telah membuat Tiongkok menjadi sebuah negara adidaya dan berkembang di saat yang bersamaan.

Partai Komunis Tiongkok telah membuat keputusan yang berpengaruh di dunia setiap saat: mulai dari perang dagang, proyek 'Belt and Road Initiative' bernilai triliunan dolar, hingga menjaga kerahasiaan dari mana COVID-19 berasal.

Walau pun pengaruhnya terus berkembang dan mempengaruhi kehidupan banyak orang, sedikit yang kita ketahui tentang bagaimana partai tersebut beroperasi.

Siapa yang kita bicarakan ketika kita melihat "Tiongkok" dalam pemberitaan? Siapa yang mengambil keputusan dalam politik Tiongkok? Kalau Anda bertanya kepada pakar, jawabannya pasti akan berbeda.

Untuk menjawab beberapa pertanyaan ini, ABC telah berbincang dengan pembelot senior, warga Tiongkok dari dua sisi politik, dan sejumlah peneliti, untuk lebih memahami mekanisme partai tersebut dalam kehidupan modern Tiongkok. Negara satu partai

Klik DI SINI untuk membaca berita dalam format interaktif.

Pertama-tama, penting untuk diketahui bahwa ketika kita melihat kata "Tiongkok" dalam berita, kebanyakan yang dimaksudkan adalah Partai Komunis Tiongkok, bukan negara yang memiliki 1,4 milyar warga.

Ini adalah Xi Jinping Pemimpin Tertinggi Tiongkok dan wajah yang paling dikenali dari partai tersebut.

Presiden Tiongkok dikenal juga sebagai Sekretaris Jendral Partai Komunis Tiongkok, yang perannya lebih mirip dengan Presiden Korea Utara Kim Jong Un.

Xi Jinping memimpin partai yang beranggotakan 92 juta orang, namun jumlah tersebut baru tujuh persen dari populasi Tiongkok sebesar 1,4 milyar jiwa.

Di bawah aturan negara satu partai, pemimpin Partai Komunis Tiongkok secara otomatis adalah Pemimpin Tertinggi Tiongkok. Partai dan pemerintah tidaklah terpisahkan.

Struktur Partai Komunis Tiongkok sangatlah tak jelas dan kompleks. Berikut adalah penjelasan yang telah disederhanakan agar lebih mudah dimengerti.

Xi menduduki posisi teratas Komite Tetap Politburo, berisi tujuh orang yang memimpin Tiongkok.

Ketujuh pria ini memegang kendali atas bidang yang berdampak besar pada kebijakan di Tiongkok.

Misalnya, Xi adalah pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok dan militer

Badan utama lain yang memiliki kuasa atas keputusan besar antara lain: Dewan Negara, yang menjadi pusat dalam pemerintahan Tiongkok.

Komisi Disiplin adalah agen pengawas internal yang menjatuhkan hukuman bagi anggota yang tidak setia dan mendisiplinkan ideologi partai.

Dan Kongres Rakyat Nasional, yang setara dengan parlemen Tiongkok, beranggotakan sekitar 3.000 delegasi yang bertemu setiap tahunnya untuk "mengesahkan" hukum.

Ketujuh pria yang duduk di depan adalah Xi Jinping dan Komite Tetap Politburo.

Setiap lima tahun, ribuan perwakilan Partai Komunis Tiongkok mengikuti sidang untuk memilih pemimpin partai utama mereka.

Sementara itu, mekanisme di dalami Partai Komunis Tiongkok menjadi semakin kompleks dan birokratis ...

... ingatlah, jika sebuah aturan besar berubah dan masuk berita, itu kemungkinan besar karena keputusan pemegang posisi ini, yang terdiri dari segelintir populasi Tiongkok.

Tiongkok mengadakan pemilihan untuk dewan perwakilan rakyat. Namun semua kandidatnya harus sudah mendapat persetujuan Partai Komunis Tiongkok. Tidak ada foto atau informasi lainnya yang disediakan. Hanya ada nama.

Dengan demikian, Partai Komunis Tiongkok tidak mewakili keseluruhan rakyat Tiongkok. Buktinya, dalam sebuah negara dengan 680 juta perempuan, tidak ada perempuan yang duduk di posisi teratas, hanya satu orang di Politburo.

Dan walaupun kursi jabatan diberikan bagi kaum minoritas, pembahasan isu kontroversial tidak diizinkan, dan kami akan membahasnya di bagian selanjutnya.

Tapi untuk saat ini, ingatlah bahwa perubahan kebijakan besar di "Tiongkok" adalah karena keputusan dan perbuatan Partai Komunis Tiongkok, bukan pemikiran warganya.

  Keputusan-keputusan sulit

Klik DI SINI untuk membaca berita dalam format interaktif.

Aturan negara satu partai mengizinkan perubahan kebijakan yang signifikan, juga penetapan kebijakan sulit tanpa pengaruh dari warga Tiongkok.

Ini juga berarti target jangka panjang dapat ditetapkan dan keputusan politik dapat dibuat tanpa kekhawatiran partai oposisi akan memperoleh banyak dukungan atau mengoreksi kebijakan setiap beberapa tahun.

Misalnya, gagasan mengendalikan populasi telah didiskusikan Komite Tetap Politbiro selama hampir satu dasawarsa sejak tahun 1970-an di bawah pemerintahan Mao Zedong, sebelum secara resmi diberlakukan sebagai kebijakan satu anak pada tahun 1980 oleh pemimpin tertinggi Deng Xiaoping.

Kebijakan tersebut dibuat untuk mengurangi kemiskinan yang merajalela dan diterapkan di saat yang bersamaan ketika Deng membuka Tiongkok komunis untuk investasi asing.

"Dalam buku teks [sekolah] kebijakan satu anak digambarkan sebagai kebijakan luar biasa yang merencanakan populasi negara dengan tepat," kata Yin.

"Saya tumbuh dengan stigma, orang-orang berpikir anak seperti saya adalah beban bagi bangsa dan warga."

Menyusul Revolusi Kebudayaan bergejolak di tahun 1960-an dan 70-an, reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Deng membuat negara tersebut terangkat statusnya, dari salah satu negara termiskin di dunia menjadi negara dengan perekonomian termakmur dalam satu generasi.

 

Ketujuh pria yang memimpin Komite Tetap Politbiro saat ini merupakan rekan partai muda yang saat itu tumbuh di tengah pembersihan sosial politik yang kejam.

Tiongkok secara resmi mulai melonggarkan kebijakan selama lima tahun terakhir untuk mencegah perlambatan pertumbuhan penduduk, namun banyak "anak gelap" seperti Yin, yang orangtuanya bekerja untuk Partai Komunis Tiongkok, tetap harus bersembunyi, agar tidak kehilangan mata pencaharian karena melanggar hukum.

"Orangtua saya mengatakan kepada saya bahwa saya adalah anak kedua, dan ini dilarang, lalu jika terungkap, mereka akan kehilangan segalanya," kata Yin.

Anggota Senior Partai Komunis Tiongkok menolak untuk berbicara mengenai kontroversi yang muncul akibat kebijakannya ketika dihubungi ABC, atau bagaimana keputusannya dibenarkan. Tetapi partai tersebut memiliki banyak pembelot sejak beberapa tahun terakhir. Mereka mencoba mencari kehidupan baru dari cengkeraman partai yang tidak pernah hilang.

Zhang Tan adalah direktur di Biro Administrasi Agama di Departemen Pekerja Utama di provinsi barat daya Guizhou pada 1980-an dan 1990-an, yang melapor langsung ke Komite Pusat.

Selama bertahun-tahun, Zhang memantau kelompok agama dan menegakkan kebijakan satu anak. Ia mengatakan tidak pernah sekalipun melanggar perintah.

 

"Partai Komunis Tiongkok [PKC] memimpin segalanya, dan semua anggota partai tunduk pada Komite Pusat," ujar Zhang.

"Pemimpin [PKC] tidak ada hubungannya dengan yang di bawah mereka, sama seperti seluruh mekanisme Partai Komunis, hanya melihat wajah di atas, bukan perasaan rakyat di bawah."

Tentang membuat keputusan yang mempengaruhi kehidupan ratusan juta orang Tiongkok, Zhang menjelaskan "PKC tidak menggunakan perspektif rakyat biasa, namun perspektif sosiologis komparatif" yang memprioritaskan kemajuan masyarakat secara keseluruhan ketimbang perjuangan individu.

"Ada yang disebut demokrasi 'intra-partai' dan 'ekstra-partai'. Tapi jika Anda tidak bisa mendiskusikan kebijakan Komite Sentral, 'demokrasi' macam apa yang Anda miliki?"

Untuk memahami yang dimaksudkan Zhang, Anda perlu mengingat beberapa hal ini.

Terlepas dari kekayaan sosio-kapitalisnya, Partai Komunis Tiongkok masih dipandu oleh prinsip-prinsip komunis seperti sentralisme demokratis dan kepemimpinan kolektif.

Ideologi ini bertahan dalam kepemimpinan melalui konsensus dan persatuan.

Namun, mengingat pemberian peringkat dalam tubuh partai adalah vertikal, pejabat senior jauh lebih setara daripada yang di bawah mereka.

Perintah "kolektif" ini juga dipertahankan melalui proses di luar hukum yang dikenal sebagai 'Shuanggui', yang diawasi oleh Komisi Disiplin Partai, untuk menghukum anggota partai yang tidak setia dan melewati batas.

Masalahnya adalah, menurut Zhang, definisi "batas" sangatlah tidak pasti dan bergantung pada kebijaksanaan anggota senior partai.

Menurut peneliti soal Tiongkok, Ryan Manuel, yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk memetakan rantai komando di dalam Partai Komunis Tiongkok: "Partai lebih membimbing daripada menginstruksikan: lebih mengemat waktu memberikan perintah langsung ketika ada suatu hal yang sangat penting."

"Biasanya, tujuannya adalah untuk membuat semua orang membaca pikiran pemimpin, sehingga muncul banyak [pengulangan] pemikiran partai."

 

Zhang mengatakan meski isu-isu seperti hak asasi manusia diangkat, seringkali tidak dengan cara yang diharapkan oleh demokrasi liberal. Diskusi diadakan dengan rasionalitas ekstrem, dengan penekanan pada kemajuan aspek sosial ekonomi masyarakat, bukan penderitaan individu, juga dinilai kontraproduktif ketika memimpin suatu bangsa.

"Tidak ada anggota Partai Komunis, termasuk Mao Zedong, yang tulus percaya pada komunisme, dan tidak ada anggota Partai Komunis yang akan mengatakan itu secara terbuka," kata Zhang, yang mengakhiri karir politiknya dengan Partai Komunis Tiongkok karena perbedaan keyakinan agama.

"Legitimasi ideologi sebenarnya adalah hal yang sangat kontradiktif bagi Partai Komunis Tiongkok, memainkan kartu Marxis-Leninis, tetapi sebenarnya mengikuti sistem kekaisaran Tiongkok."

Orang-orang seperti Yin mempertahankan beberapa kebijakan yang dinilai banyak orang "kejam" dan tidak akan dibiarkan ada jika orang-orang Tiongkok dapat menyuarakan pendapat mereka.

"PKC jelas berbeda, tetapi saya tidak berani mengatakan mereka didukung oleh mayoritas rakyat karena mereka tidak akan berani mengumumkan pemilihan umum di Tiongkok," kata Yin.

"Salah satu perbedaan paling signifikan  [antara sistem pemilihan di Australia dan Tiongkok], adalah saya dapat berbicara dengan Anda, saya dapat menceritakan kisah saya."

"Hal lainnya adalah kebijakan di Tiongkok tidak berdasarkan konsultasi publik. Jika publik bersuara, jutaan tragedi ini tidak akan terjadi." 'Ikuti partai selamanya'

Click HERE to read the story in its intended interactive format.

Hari ini, PKC merayakan peringatan 100 tahun berdirinya partai dengan lagu-lagu patriotik, parade militer, dan memorabilia yang mengabadikan banyak keberhasilan sosial ekonomi Tiongkok, semuanya dengan irama slogan seperti "ikuti partai selamanya" dan melupakan masa lalu yang buruk.

Partai Komunis Tiongkok adalah partai tertua dan paling sukses dalam sejarah manusia.

Sudah banyak yang dilalui partai ini sejak didirikannya, yakni ketika sekelompok mahasiswa yang terinspirasi sayap kiri mengambil alih Lapangan Tiananmen pada tahun 1919 untuk memprotes kekuatan asing yang melanggar kedaulatan Tiongkok setelah Perang Dunia I.

Pada Juli 1921, PKC mengadakan Kongres Nasional pertamanya, yang dihadiri oleh belasan anggota, termasuk Mao Zedong yang berusia 27 tahun. Pada akhir perang saudara di tahun 1949, Mao, sebagai mantan ketua mahasiswa, menjadi ketua PKC. Ia mendeklarasikan Republik Rakyat Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok sebagai satu-satunya otoritas pemerintahannya.

Beberapa orang mengatakan sejarah ini menginformasikan penanganan PKC sendiri atas protes tahun 1989 di Lapangan Tiananmen sekitar 70 tahun kemudian, yang dipicu dengan semangat yang sama seperti pada tahun 1919.

Photo: Chinese CCP Members reading]

Pada tahun 2020, Partai Komunis Tiongkok mengklaim telah mencapai target seratus tahunnya untuk memberantas kemiskinan di seluruh negeri.

Partai tersebut juga ingin memperingati 100 tahun berdirinya Tiongkok pada tahun 2049. Mereka berharap pada saat itu negara Tiongkok akan menjadi "negara sosialis modern yang makmur, kuat, demokratis, maju secara budaya, dan harmonis".

Pencapaian-pencapaian ini, yang ditujukan untuk meningkatkan kehidupan ratusan juta orang di Tiongkok, menjadi pusat perayaannya hari ini. Kepercayaan orang-orang terhadap partai sangatlah penting untuk mempertahankan legitimasinya di masa mendatang.

 

 

 

"Pada tahun 1979, daging dan beras harus dijatah, dan orang-orang harus mendapatkan kupon dari pemerintah untuk membelinya. Pada tahun 2020, Beijing dilaporkan memberantas kemiskinan ekstrem dan bertujuan untuk 'masyarakat yang cukup makmur' pada tahun 2035," kata Diana Fu, pakar Tiongkok dari Brookings Institution.

"Keberhasilan ini penting tidak hanya secara materi tetapi juga politik, untuk membuktikan apa yang dilihat Beijing sebagai superioritas sistem otoriter."

Memprioritaskan pragmatisme daripada ideologi yang ketat, misalnya mengundang investasi asing ke dalam tradisi komunis, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kesuksesan dan popularitas Partai Komunis Tiongkok di dalam negeri.

"Saya merasa telah mendapatkan keuntungan cukup banyak," ujar Lanying Xiang Bevan, yang lahir di pedalaman Tiongkok tahun 1968. "Orang tua saya tidak punya uang. Selain pergi ke sekolah, kami harus membantu di ladang … tidak cukup untuk makan."

Dan Lanying termasuk yang beruntung, karena bisa mengenyam pendidikan hingga universitas saat Tiongkok mulai terbuka dengan dunia luar di akhir 1980.

"Saya memiliki kesempatan untuk dididik dan hidup saya telah berubah sepenuhnya menjadi lebih baik."

Lanying yang kini tinggal di Australia mengatakan ia sudah menyaksikan sendiri bagaimana Tiongkok berkembang dalam beberapa puluh tahun terakhir.

"Sekarang, ada kereta berkecepatan tinggi melewati kampung saya dan jalanan sudah dibangun. Sangat berbeda dengan sebelumnya, cukup indah melihatnya."

Terlepas dari kritik terhadap sistem pemerintahan Tiongkok, legitimasi partai komunis telah didukung kenyataan bahwa Tiongkok telah memperbaiki kehidupan ratusan juta warga.

"Partai itu berhasil karena tidak membuat segala sesuatunya menjadi terlalu eksplisit," kata Manuel, yang sekarang bekerja sebagai ahli strategi investasi keuangan di Hong Kong.

"Dengan membimbing lebih dari mengarahkan, mereka menerima pujian atas hal-hal yang berjalan dengan baik dan banyak hal telah terjadi dalam 30 tahun terakhir, sementara mereka menyalahkan masalah atau kegagalan pada bawahan yang tidak bertindak seperti yang diinginkan pemimpin tertinggi."

Dengan kemakmuran dan pengembangan sosial ekonomi yang ada saat ini, beberapa orang bertanya-tanya apakah Tiongkok akan menjadi lebih demokratis.

Tetapi seperti yang telah terlihat baru-baru ini, kekerasan terhadap pemberontakan yang menuntut demokrasi di Hong Kong dan kamp Uighur di Xinjiang, kelihatannya demokrasi tak akan terwujud.

"Secara politik, teori Barat yang mengatakan kapitalisme adalah yang terbaik sudah terguncang dan perkembangan sosialis pesat," kata Presiden Xi dalam pidatonya setelah pertama kali berkuasa.

"Kapitalisme Barat telah mengalami jatuh bangun, krisis keuangan, krisis kredit, krisis kepercayaan, dan keyakinan diri mereka telah goyah.

"Negara-negara Barat mulai berefleksi, dan secara terbuka atau diam-diam membandingkan diri mereka dengan politik, ekonomi, dan jalan yang ditempuh Tiongkok."

Hubungan luar negeri Tiongkok terus menerus dibatasi ketidakmampuan menghadapi isu hak asasi manusia, membuat Tiongkok frustasi, diduga karena "kemunafikan" dan "standar ganda" yang dilakukan negara lain.

"Tiongkok mendesak pihak-pihak lain untuk merenungkan sendiri, jujur ??terhadap kesalahan mereka dan memperbaikinya," kata juru bicara kementerian luar negeri Hua Chunying baru-baru ini.

"Mereka harus berhenti menceramahi orang lain tentang hak asasi manusia dan mencampuri urusan internal mereka [dan] mengakhiri praktik standar ganda yang munafik dan berhenti melangkah jauh ke jalan yang salah."

Seorang juru bicara dari kedutaan Tiongkok membela kebijakan satu anak dengan menyatakan Tiongkok masih merupakan negara berkembang, dan "anak-anak gelap" adalah konsekuensi dari aksi membebaskan "850 juta orang" dari kemiskinan, suatu prestasi yang tidak dimiliki oleh negara-negara Barat.

"Partai mengibaskan jarinya di hadapan para pemimpin Barat yang mengeluhkan hak-hak politik, seperti hak untuk pemilihan umum yang bebas dan kebebasan berbicara, dan beberapa diyakinkan oleh pembingkaian ini," kata Fu.

"Seperti yang dikatakan oleh seorang diplomat Afrika yang terkenal: 'Anda tidak bisa memakan demokrasi'".

Tidak jelas ke mana arah Tiongkok di tahun-tahun mendatang. Beberapa pihak memperkirakan dominasi Presiden Xi dan kehadiran Tiongkok secara global akan terus ada, sementara yang lain mengisyaratkan mungkin akan ada perombakan kekuasaan di Kongres Rakyat Nasional pada tahun 2022, karena Partai Komunis Tiongkok berusaha untuk memproyeksikan citra yang lebih jinak di masa depan.

Sementara itu, dalam melakukan navigasi bentrokan pandangan yang sedang berlangsung, Presiden Xi, dalam perjalanan pertama dan terakhirnya ke Australia, mengusulkan sebuah cara saat mengatasi berbagai perbedaan:

"Tetaplah melihat ke arah matahari, dan kamu tidak akan terlihat bayangan."

Ia tidak menjelaskan secara spesifik seperti apa matahari yang dimaksud, atau bayang-bayang yang mampu menyilaukan. Namun pesan mendasar dari pidato ketua Partai Komunis Tiongkok itu, yang dipenuhi janji-janji peluang ekonomi, sangatlah jelas: lihat sisi positifnya dan berhenti fokus pada sisi gelap.

Namun saat Partai Komunis Tiongkok merayakan berdirinya partai hari ini, mereka yang ditakdirkan untuk tetap berada dalam bayang-bayang Tiongkok, seperti Yin, hanya bisa mengatakan: "Selamat ulang tahun, Partai Komunis Tiongkok." Kredit

Ditulis & diproduksi oleh 

Video & Grafik:

Laporan tambahan & Video: , , , , , Billy Cooper & Dan Irvine 

Tambahan data & Informasi: Ryan Manuel, Zhang Tan & Hongying Wang

Editor:  &

Diterjemahkan oleh

*Nama dan identitas Yin telah disembunyikan karena alasan pribadi.

**Wang Yang memimpin Konferensi Konsulat Politik Tiongkok, badan yang terhubung dengan Front Bersatu.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Asal Tiongkok di Australia Tak Berani Mengkritik Beijing, Ternyata Ini Penyebabnya

Berita Terkait