Aksi Rantai Manusia: KPK Dilahirkan Mega, Mati di Tangan Jokowi

Jumat, 06 September 2019 – 16:44 WIB
Suasana aksi rantai manusia di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (6/9). Foto : Fathan Sinaga/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP-KPK) menggelar aksi rantai manusia di depan gedung lembaga antirasuah itu di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/9).

Dalam aksi ini, sejumlah pegawai termasuk Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berorasi.

BACA JUGA: Abraham Samad Anggap KPK Sudah Sakratulmaut

Sejumlah poster terlihat diangkat oleh beberapa massa aksi. Di antaranya ada yang bertuliskan Pak Jokowi dimana?, Tolak Revisi UU KPK dan Zona Anti Pelanggar Etik.

Namun, yang mencolok adalah spanduk lebar bertuliskan KPK dilahirkan Mega, Mati di tangan Jokowi?

BACA JUGA: Nikmati Malam di Pontianak, Jokowi Makan Empek-Empek

BACA JUGA : Manisnya Fee Suap Proyek Distribusi Gula Membuat Lima Orang Terjerat OTT KPK

Seperti diketahui, KPK sendiri lahir di bawah kepemimpinan Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri.

BACA JUGA: Istana: Revisi UU KPK Tidak Perlu Dikhawatirkan

Namun saat ini usulan revisi Undang-undang KPK inisiatif DPR RI lahir di pemerintahan Jokowi.

Selain poster, massa aksi juga berbaris sembari memegangi payung berwarna merah dan putih. Di payung tersebut terdapat tulisan di antaranya Tolak RUU KPK!!!

Seperti diketahui, Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP-KPK) menggelar aksi massa di depan gedung lembaga antirasuah itu pada Jumat (6/9) pukul 14.00.

Aksi itu dalam rangka penolakan terhadap calon pimpinan KPK bermasalah dan Revisi Undang-undang tentang Pemberantasan Korupsi.

"Secara simbolik, pegawai KPK akan membuat rantai manusia sebagai tanda bahwa KPK tidak boleh dimasuki oleh calon pimpinan yang tidak berintegritas dan menolak revisi UU KPK," kata Ketua WP-KPK Yudi Purnomo.

BACA JUGA : Istri Gus Dur Sesali Pansel Loloskan Capim KPK Ini

Yudi menilai adanya sembilan persoalan dalam revisi UU KPK yang berisiko melumpuhkan kinerja KPK. Poin-poin tersebut sebelumnya juga telah dikemukakan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.

Di antaranya terancamnya independensi KPK, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan dewan pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, serta penuntutan perkara yang harus dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung.

Poin selanjutnya yakni perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis di proses penuntutan dihilangkan dan kewenangan KPK mengelola dan memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara dipangkas.

Yudi menilai, revisi UU KPK inisiatif DPR seperti lonceng kematian bagi lembaga antirasuah ini. Menurut dia RUU tersebut bisa memupus harapan rakyat akan masa depan pemberantasan korupsi.

"Padahal saat ini tak ada masalah krusial di KPK sehingga harus ada kebutuhan revisi UU KPK. Justru KPK sedang giat-giatnya memberantas korupsi di mana dalam dua hari kemarin ada tiga OTT, apalagi kejahatan korupsi di Indonesia begitu luar biasa," tandas Yudi. (tan/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Anggap Revisi UU KPK Semangat Perbaikan


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler