jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana membuat regulasi pelabelan risiko Bisfenol A (BPA).
Hal ini diklaim sebagai upaya perlindungan pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas galon isi ulang di tengah masyarakat.
BACA JUGA: Soal Pelabelan BPA pada Galon, BPOM Seharusnya Membuat Penelitian Komprehensif
Aktivis Lingkungan dari Drivers Clean Action Swietenia Puspa Lestari menyebut rencana pelabelan BPA pada galon air minum guna ulang membuat para pemerhati lingkungan kecewa.
“Permasalahan galon sekali pakai, atau galon guna ulang harus dilabeli. Ini membuat kami (aktivis lingkungan) patah hati, karena kami merasa ada narasi yang dibangun, bahwa galon sekali pakai lebih baik daripada galon ulang,” kata Tenia saat menyampaikan pandangannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Menyoal Pelabelan Kemasan dan Dampaknya terhadap lingkungan’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/6).
BACA JUGA: Curigai Revisi Peraturan BPOM soal Galon Air Minum, KPPU: Siapa Diuntungkan?
Kini, sudah ada petisi yang didukung sebayak 50.000 orang yang menolak galon sekali pakai selain itu ada juga lebih dari 8000 orang yang mendukung PermenLHK Tahun 2019 No 75 terkait Peta Jalan pengurangan sampah dari produsen yang diatur adalah manufaktur, retail, dan juga jasa makanan minuman serta akomodasi untuk menerapkan hirarki pengolahan sampah dari sumber.
Tenia menyayangkan sudah masuknya propaganda galon sekali pakai lebih baik dari galon isi ulang.
BACA JUGA: Pemerintah Didesak Mengesahkan Kebijakan Pelabelan BPA pada Galon AMDK
“Kekhawatiran kami edukasi iklan-iklan sudah masuk ke sinetron-sinetron menyatakan galon sekali pakai itu lebih baik,” beber Tenia.
“Dengan adanya isu kisruh BPA ini masyarakat yang tadinya sudah beralih ke guna ulang isi ulang terpaksa atau merasa harus pindah ke sekali pakai. Itu harus dicegah tidak kejadian salah persepsi tadi,” tegas Tenia.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini sependapat dengan Tenia, kebijakan untuk mengurangi produksi plastik ini sangat penting.
Namun, hingga saat ini belum ada. Terkait pajak plastik sempat dibahas di Badan Anggaran DPR, namun gagal.
“Jadi, kalau kita lihat di masyarakat tentang plastik ini kan tidak hanya masyarakat itu enggak tahu, masyarakat enggak paham betul, apa yang harus dikritik terhadap sampah plastik ini,” ungkap Anggia.
Politikus PKB ini mendorong agar pemerintah segera membuat regulasi komprehensif terkait pengelolaan sampah plastik.
“Artinya sebenarnya harus ada kebijakan yang memang komprehensif, kalau kita memang harus benar-benar mengelola atau punya komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan sampah,” tutur Anggia.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Darul Siska mengungkap belum ada pembicaraan apapun dengan BPOM sebagai mitra kerja Komisi IX terkait rencana pelabelan BPA terhadap air minum kemasan.
“Secara spesifik saya jujur mengatakan Komisi IX belum mendiskusikan dengan badan POM,” ungkap Darul.
Data yang dikumpulkan para pemerhati lingkungan jika tidak ada kisruh BPA dan masyarakat tetap menggunakan galon air minum guna ulang, maka bisa menghemat sampai 250.000 ton plastik per tahun.
Ketika penghematan sampah plastik yang dijadikan sumber menghasilkan galon itu secara langsung mendukung bagaimana Indonesia bisa mengurangi pengambilan atau ekstraksi SDA sebagai virgin plastik.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari