Aktivis Muhammadiyah: Politik Identitas Sudah Selesai

Rabu, 07 Februari 2018 – 22:37 WIB
Bendera Partai Politik. Ilustrasi Foto: Puji Hartono/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politik identitas masih dimanfaatkan oleh beberapa kalangan yang ingin mendegradasi demokrasi di Indonesia. Salah satunya adalah dengan memaksakan kehendak agar konstituen harus memilih pemimpin yang seiman dalam pilkada dan pilpres mendatang.

Sosiolog sekaligus aktivis Muhammadiyah, Zully Qodir mengatakan bahwa politik identitas sudah tuntas. Bahkan dia meyakini mayoritas umat beragama dalam urusan politik pasti akan lebih memilih calon yang seiman dengannya.

BACA JUGA: ICMI: Tak Ada Niat Buruk dari Kapolri

Namun demikian, kata Zully, yang sangat tidak dibenarkan adalah melakukan pemaksaan kehendak sehingga orang lain memilih calon tertentu dengan intimidasi seperti dianggap kafir dan munafik. Bahkan belakangan, ada ancaman seperti tidak disholatkan jenazahnya hingga tidak disantuni.

"Belajar dari para founding father bahwa persoalan politik identitas sudah selesai. Kita lihat para pendiri bangsa kita bukan hanya dari satu golongan saja tapi yang disepakati adalah kepentingan nasionalisme bukan agamisme semata," kata Zully saat diskusi bertema "Tahun Politik, Anak Musa dan Tantangannya: Meneguhkan Kembali Nalar Keislaman dan Kebangsaan Kita" di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (7/2).

BACA JUGA: Polemik Pidato Kapolri, Ketum PP Muhammadiyah: Husnuzan Saja

Zully berharap masyarkat membangun demokrasi yang berkeadaban yang tidak kalah-kalahan, tidak menang-menangan dan tidak memaksakan apalagi sampai dengan kekerasan.

"Tidak menggunakan jalur-jalur kebencian dan diskriminatif. Kalau masih begitu maka demokrasi kita adalah demokrasi yang iliberal," tegasnya.

BACA JUGA: Sejuk, Kapolri Jadi Imam Salat Berjemaah dengan Ormas Islam

Zully yang merupakan Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden (UKP) Pancasila tersebut menilai sudah seharusnya para pemilih Indonesia menjadi cerdas.

Kedewasaan memilih bukan melihat lagi apakah dia adalah seiman atau tidak apalagi masalah dia terkenal atau tidak, melainkan orang yang dipilih memiliki kemampuan yang tepat.

"Kita harus berpolitik secara dewasa. Tahun politik ini kita harus kedepankan daya saing dan kualitas. Ini yang jadi tolak ukur," tuturnya.

Lebih lanjut, Zully pun menekankan apapun pilihan politiknya, seluruh rakyat Indonesia harus sepakat dengan satu hal yakni mengedepankan kebersamaan dalam bingkai kebangsaan.

"Apapun pilihan politiknya intinya satu bahwa kita adalah sama-sama bangsa Indonesia," ujar Zully.

Sementara itu, Sekjen Persaudaraan Alumni (PA) 212 Bernard Abdul Jabbar menjelaskan jika dalam Islam politik juga diajarkan. Namun sayangnya, saat ini harus diakui jika politik hanya mencari dan merebut kekuasaan.

"Politik Islam adalah mencapai kemaslahatan umat dari dunia sampai akhirat. bukan hanya sampai pada mencari kekuasaan saja," kata Bernard.

Bernard mengatakan perbedaan pendapat dan pemahaman dalam pemilu jangan dianggap sebagai perpecahan. Untuk itu, Bernard berharap agar tahun politik 2018 dan 2019 jangan diisi dengan upaya untuk saling menjatuhkan.

"Jangan merasa paling dekat dengan Habib Rizieq karena umat Islam itu mudah sekali mengklaim," demikian Bernard. (san/rmol)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Tito Heran Videonya Dipotong Jadi 2 Menit dan Diviralkan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler