Aktivis Trisakti 98 Ingin Mahasiswa yang Gugur dalam Gerakan Reformasi Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Rabu, 10 November 2021 – 22:45 WIB
Ketua Persatuan Persaudaraan Trisakti (PAPERTI) 98 Iwan Kurniawan ST (tiga dari kiri) bersama keluarga empat pejuang Reformasi 12 Mei 98. Foto: Dokpri for JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Persatuan Persaudaraan Trisakti (PAPERTI) 98 Iwan Kurniawan ST mengatakan Gerakan Reformasi 1997-1998 telah mengubah sejarah Indonesia. 

Gerakan yang ada bukan hanya mengakhiri kekuasaan sebuah rezim kediktatoran yang berdiri kokoh selama 32 tahun, yakni Orde Baru, tetapi juga telah melahirkan lanskap baru politik Indonesia yang demokratis. 

BACA JUGA: Gelar Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua, Aktivis 98 Jabar Sasar 600 Orang

“Suatu tatanan yang diniatkan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Suatu era politik baru di mana supremasi kekuasaan sipil dan kedaulatan hukum ditegakkan,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (10/11). 

Menurutnya, dalam era inilah sebuah Indonesia baru, yang mana cita-cita proklamasi hendak diwujudkan kembali secara otentik. 

BACA JUGA: Aktivis 98: Ganjar Perpaduan Soekarno dan Jokowi, PDIP Jangan Sampai Rugi

Pria yang akrab disapa Iwan itu menuturkan Gerakan Reformasi dicetuskan para aktivis mahasiswa. 

Gerakan yang ingin tumbangnya kekuasaan Orde Baru yang korup. 

BACA JUGA: Aktivis 98: Rapor Pemberantasan KKN dan Penegakan Hukum Nyaris Tidak Lulus

“Gagasan ini sesungguhnya melampaui perdebatan mengenai hakikat gerakan mahasiswa dalam dikotomi sebagai gerakan moral atau gerakan politik,” ujarnya. 

Dia mengatakan jika ide esensial yang diperjuangkan adalah perubahan, maka gerakan mahasiswa memang selalu menempati posisi sentral yang memengaruhi arus perjalanan sejarah. 

Menurutnya posisi sentral mahasiswa dan kalangan pemuda terpelajar dalam berbagai gerakan untuk mengubah lanskap politik dan kekuasaan memang selalu berulang dalam sejarah Indonesia.

Iwan mengajak mengenang kembali sejarah bangsa Indonesia, yang mana peran mahasiswa sangat vital. 

Sejak zaman pergerakan tahun 1908, 1928, 1945, 1966, dan 1998, gerakan yang dipelopori mahasiswa mampu membawa perubahan-perubahan yang sangat mendasar. 

“Mereka berjuang dengan mengorbankan segala jiwa dan raga. Mereka yang gugur menjadi kusuma bangsa,” tuturnya.

Dia mengungkapkan dalam Gerakan Reformasi 1998, tepatnya 23 tahun yang lalu, gugur empat mahasiswa Universitas Trisakti. 

Mereka adalah Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. 

“Mereka adalah pejuang dan tonggak bangsa dalam menyongsong era baru walaupun kasusnya tak kunjung terungkap,” kata Iwan. 

Pengorbanan sebagai pendobrak dan pembawa perubahan membuat pemerintah menetapkan mereka sebagai pejuang reformasi. 

Dalam Keppres 057/PK/2005 tertanggal 15 Agustus 2005, mereka ditetapkan sebagai pejuang reformasi atas jasa-jasanya yang besar kepada bangsa Indonesia. 

"Dengan pengorbanan jiwa, keempatnya telah mendorong bergulirnya reformasi yang telah memungkinkan perubahan besar dan mendasar dalam tata kenegaraan”, ujar Iwan.

Perubahan yang terjadi memungkinkan kehidupan bernegara yang lebih demokratis, sebagaimana pernyataan dalam keppres tersebut. 

Sebagai pahlawan reformasi, mereka juga dianugerahi Bintang Jasa Kehormatan Pratama. 

Penganugerahan itu disampaikan langsung Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada orang tua empat pahlawan reformasi di Istana Negara.

Sekretaris Jenderal PAPERTI 98 Saidu Solihin menambahkan jasa mereka dalam perjuangan reformasi sangatlah vital.  

“Mereka adalah bagian dari ribuan mahasiswa yang turun ke jalan untuk menentang dan melawan kekuasaan yang menyimpang,” ujarnya. 

Para mahasiswa yang turun ke jalan mewakili harapan banyak mahasiswa Indonesia lainnya yang menginginkan perubahan. 

“Menginginkan tatanan baru  yang menjalankan amanah sesuai cita-cita nasional para pendiri bangsa. Untuk itu mereka pantas untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional,” ujar Saidu. 

Dia mengungkapkan semangat pergerakan mahasiswa yang masih ada sampai saat ini, merupakan bukti nyata bahwa hingga kini warisan spirit dari keempat pejuang tersebut masih terus hidup dan masih terus dikenang.

“Mereka tidak gugur sia-sia, mereka masih hidup bersama-sama kita untuk menuntaskan cita-cita dan agenda reformasi,” jelas Saidu. 

Seharusnya, kata dia, pemerintah sekarang yang menikmati hasil perjuangan dari reformasi dapat menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Reformasi untuk keempat pejuang reformasi tersebut. 

Pemerintah jangan pernah melupakan sejarah atau jas merah, dan juga harus hadir dalam penuntasan kasus gugurnya empat pejuang reformasi.

Menurut Saidu, berkah Gerakan Reformasi telah membawa bangsa ini berada dalam suasana yang demokratis, kebebasan pers, berserikat, berkumpul, dan mengkritik kepemimpinan pemerintahan.  

Meski demikian, segala kebebasan tersebut haruslah dimaknai dengan penuh tanggung jawab, dihayati proses perjuangan yang telah dicapai dengan pengorbanan dari pendahulu-pendahulu dan pahlawan-pahlawan bangsa Indonesia. (boy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler