Aku Wajib Sembuh demi Orang yang Menyayangiku

Selasa, 03 Maret 2015 – 08:39 WIB
Angelina Tivani Natalia bersama ayah, Listiono Candra; ibunda, Endang Hari Kartini Meningsih; dan aktivis kanker Elisabet Meliana. Foto: Muniroh/Jawa Pos

jpnn.com - MASIH muda, Angelina Tivani Natalia (18) divonis menderita kanker lidah. Dia tidak bisa berbicara. Bahkan, makan dan minum pun sulit. Perjuangannya untuk tetap survive menjadi inspirasi berdirinya Cancer Awareness Community (CAC).

 

"Kanker bukan jadi penghalang hidup. Aku wajib sembuh demi orang yang menyayangiku dan aku sayang’’.

BACA JUGA: Pentolan Honorer Pemprov DKI pun Terpaksa Ngojek

Untaian kata-kata itu digoreskan seorang gadis bernama Angelina Tivani Natalia. Dia menuliskannya di atas kertas putih. Siswi SMA St Carolus, Surabaya, tersebut memang tidak bisa berbicara. Lidahnya terkena kanker ganas.

BACA JUGA: Setelah Dipeluk, Hatta Pun Lalu Ditinggalkan

Dia hanya bisa menggerakkan tangan sebagai bahasa isyarat. Untuk mengungkapkan keinginannya, Natalia menulis di atas kertas atau di smartphone-nya. Lewat dua media itu, Natalia menguatkan penderita kanker lain untuk tidak menyerah.

Saat ini Natalia masih tergolek di Ruang Topaz I No 53 RS William Booth. Dia menjalani serangkaian kemoterapi. Lidahnya telah dioperasi. Namun, belum sembuh betul. Operasi hanya dilakukan untuk menjahit bagian lidah kanannya yang berlubang.

BACA JUGA: Bersama Zaskia Sungkar, Pamerkan Karya ke Amerika

Selama kemoterapi, tubuh Natalia dipasangi sonde untuk pipa makanan. Dia makan dan minum melalui slang tersebut. Gadis kelas XII itu pun terus mengusap air liur yang keluar dari mulutnya. Natalia mengelapnya hampir setiap detik. Dia melakukannya dengan sabar. Senyum masih terlihat beberapa kali di wajahnya.

”Natalia mau ngomong tidak bisa. Saya harus mendekat,” ujar sang ibunda, Endang Hari Kartini Meningsih. Perempuan itu menghabiskan 24 jam waktunya setiap hari untuk menunggui sang anak. Tangis pun terus tumpah dari kelopak matanya saat menceritakan awal penyakit Natalia.

Sebenarnya sakit itu sudah agak lama dirasakan Natalia. Namun, anak bungsu di antara dua bersaudara tersebut tidak menyampaikannya kepada orang tua. Natalia juga masih makan dan beraktivitas seperti biasa di sekolah. Dia mengikuti kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan pentas seni (pensi). ”Pada September 2014, dia mulai kena sariawan,” ujarnya.

Endang pun memberikan obat. Namun, kesembuhan tidak kunjung datang. Bahkan, lidahnya menjadi bengkak. Bagian kanan lidahnya habis. Natalia dibawa ke rumah sakit. Pemeriksaan itu membuat Endang tidak percaya. Natalia divonis menderita kanker lidah.

”Saya kaget. Tidak percaya. Seperti kena petir, dunia rasanya runtuh. Tapi, saya tidak boleh menangis. Dilihat Natalia. Harus kuat,” ungkap istri Listiono Candra tersebut.

Menurut Endang, sang dokter menyebut Natalia terkena kanker stadium II. Tidak mau menyerah, Endang membawa sang putri menuju Singapura. Tim dokter di sana justru menyebut sudah stadium IV. Natalia tidak mau dioperasi.

Sang ibunda lalu membawanya ke Jakarta untuk mencari pengobatan herbal. ”Sempat kempis. Tapi, belakangan malah bengkak sampai bleeding (pendarahan). Langsung ke rumah sakit lagi,” ucapnya.

Natalia tidak bisa bersekolah. Dokter khawatir dia mengalami pendarahan mendadak. Pada Januari Natalia menjalani operasi. Sehari sebelum operasi, darah segar terus mengalir dari mulutnya. Saat operasi, tenggorokannya dibolongi untuk tindakan trakeostomi yang bertujuan melancarkan jalan napas. Untuk mencegah kanker terus menjalar, satu-satunya jalan adalah memotong lidah Natalia.

Namun, tindakan pemotongan tidak dilakukan saat itu juga. Operasi pertama tersebut dilakukan untuk menjahit pembuluh darah lidah di bagian kanan yang lubang. Setelah operasi, Natalia menjalani serangkaian kemoterapi dan radiasi. Pemotongan lidah dilakukan setelah melihat hasil kemoterapi dan radiasi. ”Saat operasi itu, saya hanya ada di kapel rumah sakit. Berdoa tiada henti untuk kelancaran,” jelas Endang.

Kemoterapi pertama berlangsung pada 10 Februari. Natalia masuk ruangan khusus. Setiap orang yang ada di situ harus mengenakan baju steril dan masker. Tim dokter memberikan pengertian kepada Natalia.

Dia mesti siap kehilangan rambutnya. Termasuk, sering mual dan muntah. Kemudian, tubuhnya kian kurus. ”Pernah muntah terus sampai empat hari. Sehari lima kali. Sepuluh jam diinfus cairan kemo,” ujar Endang.

Natalia juga harus menjalani diet ketat. Endang mengatakan, sebenarnya tim dokter tidak melarang Natalia makan apa pun. Untung, Natalia mendapat masukan dan informasi dari survivor kanker lidah. Yakni, Elisabet Meliana.

Dialah yang mengingatkan Natalia agar tidak makan sembarangan. Sebab, penderita kanker lidah sangat sensitif. Jika tidak hati-hati, makanan bisa membuat lidah membengkak dan nyeri.

Semua makanan harus dijus. Makanan itu dibeli di tempat khusus yang menjual bahan organik. Tidak boleh mengandung bahan kimia, pestisida, penyedap, dan pengawet. Pernah lidah Natalia mengalami pendarahan hanya karena makan pepaya.

”Lidah blas nggak boleh gerak. Dijahit. Puasa makan, minum, bicara. Mau ngomong ditulis tangan. Pernah coba mau ngomong malah sakit. Pipinya bengkak,” ungkap Endang.

Natalia berulang tahun ke-18 pada 23 Desember lalu. Tidak ada pesta. Sebagai gantinya, keluarga berdoa bersama untuk kesembuhan Natalia. Kini berat badan Natalia turun drastis 13 kg. Sampai saat ini, Natalia harus berhati-hati untuk tidak batuk atau bahkan menguap. Sedikit saja bagian lidahnya bergerak, bisa terjadi pendarahan. Air liur juga terus keluar. ”Tapi, nanti setelah operasi lidahnya dipotong itu, kemungkinan dia bisa berbicara lagi,” kata Endang.

Awal kemoterapi, Natalia masih terbawa emosi dan down. Dia mengeluh kangen makan kue buatan Endang. ”Dia nulis, ’aku kepengen makan pecel dan peyek. Aku juga sudah lima bulan tidak makan enak. Makananku bau daun’,” jelas Endang.

Namun, masa itu tidak berlangsung lama. Natalia kembali bangkit saat melihat perjuangan orang-orang yang mencintainya. Melihat perjuangan Natalia, teman sekolahnya dan beberapa mahasiswa mendirikan Cancer Awareness Community (CAC).

Komunitas tersebut terinspirasi Natalia. Mereka bahkan akan mengadakan seminar Cancer Awareness and Happy Spirit Life di Dyandra Convention Center pada 14–15 Maret. Kegiatan tersebut bertujuan menyadarkan masyarakat agar memahami kanker.

Selama di rumah sakit, Natalia juga selalu menyemangati banyak penderita kanker lain. Salah seorang adalah nenek penderita kanker darah. Sang nenek diberi surat-surat.

Di antara suratnya tertulis, ’’Oma tidak boleh makan daging, ikan, ayam, tepung, telur, gula, keju, cokelat, teh, dan roti. Makan sayur sama bubur saja ya. Natalia setiap hari mencoba bersyukur karena hari ini masih bisa menghirup udara. Tuhan Yesus selalu ada. Tuhan selalu mendengar umatnya. Aku pernah muntah-muntah sampai mau putus asa. Tapi, aku cepet bilang ke Tuhan, ’Tuhan, tolong Natalia. Natalia harus berjuang. Ayo berjuang dan jadi pemenang’, With Love, Natalia.’’

Endang mengatakan, sang anak meyakini, kebaikan itu menular. Karena itu, Natalia berusaha menyebarkan semangatnya kepada orang lain. Jika ada sahabatnya menjenguk, Natalia tampak ceria dan semangat.

Perempuan berusia 50 tahun itu berharap, Natalia bisa sembuh dan kembali sekolah. Sebab, dia akan menjalani ujian nasional (unas) pada April mendatang. Natalia juga ingin kembali beraktivitas.

Dia selalu masuk lima besar di kelasnya. Aktif di OSIS, persekutuan gereja, dan sering menjuarai lomba model. ”Natalia sebenarnya sudah dapat beasiswa di Psikologi Ubaya. Tapi, semester satu tidak boleh cuti. Jadi dilepas. Dia pengin buka toko kue untuk orang sakit kanker,” tandasnya. (*/c7/ayi)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lantik PNS di Kuburan, yang Mau Cerai Harus Menghadap Dirinya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler