Al Araf Sebut Prabowo-Gibran Bisa Bawa Demokrasi Lebih Kelam dari Era Soeharto

Minggu, 10 Desember 2023 – 23:27 WIB
Pengamat militer dari Centra Initiative Al Araf. Foto: Source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat militer dari Centra Initiative Al Araf menilai paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bisa membawa negara ini menuju kehancuran demokrasi. Al Araf mengajak masyarakat sipil menolak paslon tersebut memimpin Indonesia ke depannya.

Dia mengatakan kehadiran Prabowo Subianto merupakan sinyal bahwa potensi kembalinya junta militer sangat besar dan mengancam kehidupan demokrasi yang susah payah diperjuangkan saat reformasi 1998.

BACA JUGA: Pakar Politik Anggap Jokowi Mau Membawa Demokrasi Kembali ke Era Soeharto

Hal itu disampaikannya saat menghadiri peluncuran 'Buku Hitam Prabowo, Sejarah Kelam Reformasi 1998' yang ditulis oleh Buya Azwar Furgudyama, aktivis Gerak 98 di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (10/12).

"Buku ini menjadi cermin bagi kita semua untuk berkaca kembali ke masa transisi politik reformasi 98. Di mana saat itu, merupakan fase kritis apakah kita dapat mengubah otoriterianisme menjadi demokrasi. Dua dekade lebih kita dapat melalui itu," kata dia.

BACA JUGA: Panji Soeharto Menyerahkan Al-Quran ke Masjid YAMP di Kupang

Al Araf menilai apa yang disajikan di buku ini sejalan dengan realitas perjalanan demokrasi. Dia mengatakan ada upaya untuk mengembalikan maruah Suhartoisme dalam konteks pemilu.

"Di mana Prabowo Subianto yang mempunyai riwayat kelam, bersanding dengan Gibran Rakabuming Raka, saat ayahnya masih aktif menjabat presiden," kata dia.

BACA JUGA: Polemik Dinasti Politik Jokowi, Ekonom Senior Ini Beri Peringatan Keras, Singgung Era Soeharto

Dia menambahkan situasi itu menjadi sinyal bagi semua pihak bahwa demokrasi mengalami regresi, bahkan berpotensi menguatnya paham militerisme seperti halnya di masa Orde Baru.

"Salah satu semangat reformasi adalah memisahkan peran TNI untuk kembali kepada fungsi utamanya, yaitu pertahanan. Di masa Soeharto, diktatur militer begitu kuat dan mencengkeram kebebasan sipil. Bahkan tidak sedikit aktivis demokrasi yang meregang nyawa untuk menyuarakan dan memperjuangkan kebebasan sipil itu," kata dia.

Dia mencontohkan potensi kemunculan isu tersebut dengan melihat kontroversi penambahan komando daerah militer (kodam) di 38 provinsi.

"Sebenarnya tidak ada urgensinya. Masalahnya, justru bukan itu. Tetapi bagaimana memenuhi standar pertahanan militer kita dapat terpenuhi itu sebenarnya yang diharapkan. Sekarang, melalui Prabowo potensi kembalinya junta militer semakin besar saat berpasangan dengan putra sulung presiden di Pilpres 2024," terangnya.

Oleh karena itu, Al Araf mengajak semua kelompok masyarakat sipil untuk melakukan konsolidasi agar potensi itu tidak terjadi dan upaya mematangkan proses demokrasi dapat terus berjalan.

"Sekali lagi, ini potensi akan nyata terwujud, bila elemen sipil tidak bersuara, tidak bergerak serta tidak melakukan konsolidasi. Sebab saat ini, semangat reformasi 98, bukan hanya tercederai, tetapi berpotensi mati, bahkan terbatasnya iklim kebebasan berdemokrasi nantinya akan jauh lebih sulit dari masa Soeharto dulu," tukasnya.

Dalam acara ini, hadir penulis buku, Buya Azwar Furgudyama, mantan Sekjen PRD Petrus Hariyanto, dan pegiat demokrasi Ray Rangkuti. (JPNN)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Luhut Gagal Membina Gus Dur di Era Soeharto, Ini yang Terjadi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Al Araf   Prabowo   Gibran   Soeharto   Orde Baru  

Terpopuler