jpnn.com, SURABAYA - Direktur PT Alam Galaxy Roy Revanus Anadrko meminta Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya bertindak adil dengan menghukum Rochmad Herdito dan Wahid Budiman, selaku pengurus dan kurator PT Alam Galaxy seberat-beratnya.
Pasalnya, aksi kedua terdakwa tersebut menjadi penyebab Alam Galaxy dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga Surabaya.
BACA JUGA: Putusan Pailit PT Alam Galaxy Bermasalah, KY Siap Tangani Laporan
Roy menuturkan, selaku pengurus dan kurator, keduanya tidak bekerja secara profesional, lantaran melakukan penggelembungan saat menghitung nilai utang yang harus dibayarkan Alam Galaxy kepada Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono selaku pemegang saham.
Kedua terdakwa diduga kuat memanipulsi jumlah utang yang harus dibayarkan perusahaan tersebut. Hal ini membuat nilai tagihan kept Alam Galaxy, tak sesuai dengan nilai modal yang dimasukan mereka ke perusahaan.
BACA JUGA: Gugatan Pailit Eks Tenaga Pemasar AIA Ditolak Pengadilan Niaga
“Kami melaporkan kasus ini karena ada penggelembungan. Apa yang ada di dalam taksiran mereka (terdakwa) itu tidak benar. Ini memang merugikan kita,” kata Roy, kepada wartawan, Selasa (20/9).
Akibat salah hitung kedua kurator tersebut, perdamaian antara Alam Galaxy dan pihak debitur juga tak tercapai. Tak heran jika akhirnya, Alam Galaxy dinyatakan pailit oleh majelis hakim.
BACA JUGA: Marak Kasus Pailit Bikin Rugi Pengembang Properti dan Konsumen
“Dasarnya kita tidak ada utang. Perusahaan kami itu sehat dan tidak pernah wanprestasi,” tambah Roy.
Karena itu, Roy meminta agar majelis hakim agar adil memutus perkara ini. Setidaknya, Roy berharap, hakim bisa mengabulkan dakwaan yang telah dibacakan oleh penuntut umum pada pekan lalu. Hal ini untuk memberikan efek jera bagi kurator nakal.
“Kami minta majelis hakim memutus dan menghukum terdakwa seadil-adilnya,” lanjut Roy.
Pengadilan Negeri Surabaya telah menyidangkan Tim Kurator PT Alam Galaxy (Dalam Pailit) dalam perkara pidana Nomor 1827/Pid.B/2022/PN.Sby. Sidang ini dihadiri oleh Rochmad Herdito dan Wahid Budiman selaku Pengurus dan Kurator PT Alam Galaxy yang saat ini dalam status pailit.
Dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum, terdakwa Rochmad dan Wahid secara bersama-sama didakwa berlapis. Dawakaan pertama, keduannya melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mereka juga didakwa melanggar Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KIUHP.
Pada dakwaan ketiga, keduanya didakwa melanggar Pasal 400 angka 2 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 234 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Uang (PKPU).
Proses PKPU
Sekadar kilas balik, perkara ini berawal dari permohan PKPU yang diajukan oleh salah satu pemegang saham PT Alam Galaxy yakni Atika Ashiblie, selaku ahli waris Wardah Kuddah. Permohonan ini didukung oleh pemegang saham lainnya yaitu Hadi Sutiono yang bertindak selaku kreditur lain.
Setoran modal Hadi Sutiono sendiri tercatat sebesar Rp59.113.000.000 dan Wardah Kuddah sebesar Rp39.000.000.000. Suntikan modal yang telah diberikan kepada perusahaan inilah, yang kemudian diminta untuk dikembalikan. Keduanya menafsirkan, setoran modal sebagai utang dan mengajukan proses PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Ternyata dalam proses verifikasi tagihan kreditur, Atika Ashiblie mengajukan tagihan yang digelembungkan menjadi Rp117.437.090.466. Sedangkan Hadi Sutiono mengajukan tagihan yang digelembungkan menjadi sebesar Rp102.601.588.095.
Penggelembungan tagihan tersebut dibantah oleh Alam Galaxy, karena tidak sesuai dengan surat somasi dari mereka, permohonan PKPU, dan laporan keuangan audit independen.
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya yang diketuai Erintuah Damanik, S.H., M.H. mengabulkan dan menyatakan semua setoran penambahan modal Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono sebagai utang. Keputusan ini telah tertuang dalam status PKPU dalam Perkara No 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga Sby pada tanggal 29 Juni 2021.
Pada tanggal 2 Agustus 2021, Rochmad bersama-sama Wahid menerbitkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang dinilai menguntungkan Kreditur Atika Ashiblie. Dalam penentuan DPT disebutkan jumlah utang untuk Atika Ashiblie yang sesuai putusan hakim sebesar Rp39 miliar ditambah menjadi Rp77,81 miliar. Sementara piutang Hadi Sutiono yang dalam putusan Majelis Hakim sebesar Rp59,11 miliar ditentukan dalam DPT menjadi sebesar Rp89,67 miliar.
Akibatnya, Alam Galaxy menderita kerugian karena harus membayar utang kepada keduannya. Apalagi, Alam Galaxy menerima tagihan yang besarannya jauh lebih besar dari seharusnya. Menurut Roy, dalam proses PKPU, Atika Ashiblie mengajukan tagihan bukan saja modal yang disetor tetapi berikut bunga dan hasil hasil yang tidak pernah diperjanjikan sebelumnya. Jumlahnya jauh melebihi tagihan dalam putusan PKPU tersebut
“Banyak orang kehilangan pekerjaan karena masalah ini," ujar Roy.
Rochmad dan Wahid sendiri terancam pidana melakukan pemalsuan, dengan ancaman maksimum 6 tahun. Sedangkan untuk tindak pidana memperbesar tagihan, diancam dengan dipidana maksimum 5 tahun 6 bulan.
Sejak awal, kasus ini memang banyak menuai kontroversi. Putusan majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menetapkan PT Alam Galaxy pailit alias bangkrut saja sudah menuai kritikan.
Sebab, putusan itu dinilai mengabaikan sikap Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Kasasi Nomor 594 K/Pdt.Sus-Pailit/2022, terkait proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sehari sebelumnya. Alasan hakim belum menerima salinan putusan kasasi, dinilai hal yang tak bisa dibenarikan dan harus diperiksa MA..
“Kalau sudah ada putusan dari Mahkamah Agung hakim tidak boleh memutus suatu perkara. Harusnya (hakim) mengikuti perintah putusan dari MA, atau PK kalau tidak menerima putusan tersebut. Kecuali hakim memutus perkara lain,” ucap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hukum, Prof. Faisal Santiago beberapa waktu lalu.
Bagi Faisal, alasan hakim belum menerima salinan putusan tidak dapat dibenarkan. Karena hal ini merupakan persoalan internal lembaga peradilan, terkait teknologi dan kecepatan informasi. Jadi, menurutnya, hal ini tidak boleh menjadi suatu alasan dan halangan hakim untuk memutuskan suatu perkara.
“Status hukuman menurut saya bisa batal demi hukum," tegas Faisal. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif