Alamak! Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Hanya 4,67 Persen

Kamis, 06 Agustus 2015 – 06:06 WIB
Foto ilustrasi.dok.Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Perlambatan ekonomi Indonesia masih terus berlangsung. Hal tersebut tercermin dalam pertumbuhan ekonomi triwulan II 2015 yang kembali berada di level 4 persen. Kemarin (5/8) Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi triwulan II tahun ini hanya mencapai 4,67 persen. Angka pertumbuhan tersebut lebih rendah dari triwulan pertama lalu, yang tercatat sebesar 4,72 persen.

Menurut Kepala BPS Suryamin, kondisi perekonomian global berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dia menguraikan, perekonomian global pada kuartal kedua tahun ini mengalami perlambatan yang dipicu oleh lemahnya harga komoditas internasional dan ketidakpastian pasar keuangan akibat ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate. Selain itu juga karena pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang yang cenderung stagnan.

BACA JUGA: Sudah Ada Putusan MK, Jangan Lagi Ganggu OJK

Suryamin melanjutkan, pertumbuhan ekonomi AS di kuartal kedua tahun ini melambat di 2,3 persen dari kuartal pertama yang sebesar 2,8 persen. Sementara, pertumbuhan Tiongkok stagnan di 7 persen dan Singapura melemah ke 1,7 persen pada periode tersebut.

"Artinya kondisi itu ada imbasnya, pada negara kita. Maka pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2015 sebesar 4,67 persen (year on year). Dan dibanding kuartal pertama lalu (quarter to quarter) tumbuh sebesar 3,78 persen," paparnya di gedung BPS, kemarin.

BACA JUGA: Pemerintah Ingin BUMN Ambil Alih Proyek Tol Mangkrak

Suryamin melanjutkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II ini dipengaruhi faktor musiman lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan. Menurut dia, hampir seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan, meski tidak signifikan.

"Kecuali pertambangan dan penggalian serta jasa keuangan dan asuransi yang mengalami penurunan," lanjutnya.

BACA JUGA: Maskapai BUMN ini Sudah Merugi, Nggak Punya Pesawat Lagi

Sementara, kata Suryamin, sumber pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua ini berasal dari sektor industri manufaktur yakni migas dan nonmigas sebesar 0,96 persen, diikuti pertanian dan kehutanan serta perikanan sebesar 0,91 persen. Kemudian konstruksi sebesar 0,51 persen dan informasi komunikasi 0,43 persen.

Sedangkan terkait Product Domestic Bruto (PDB) menurut pengeluaran di triwulan kedua ini, untuk konsumsi rumah tangga (YoY) hanya tumbuh 4,97 persen, konsumsi pemerintah 2,28 persen, PMTB (investasi) hanya tumbuh 3,5 persen. Sementara pengeluaran konsumai lembaga non profit justru minus 7,91 persen, kemudian ekspor juga menurun 0,13 persen dan impor juga tumbuh negatif sebesar 6,85 persen.

"Kelompok pengeluaran dari ekspor yang negatif itu akibat dari turunnya ekspor barang migas dan nonmigas, terutama impor barang modal. Sedangkan pertumbuhan dari sisi impor yang negatif hingga -6,85 persen itu juga karena penurunan nonmigas dan migas,"katanya.

Suryamin menuturkan, jika menyangkut kontribusi pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang pertama dengan share 54,67 persen. Kemudian, share kedua berasal dari PMTB, dengan kontribusi sebesar32,38 persen. "Lalu share ekspor 21,63 persen, konsumsi pemerintah 8,87 persen, konsumsi LNPRT 1,11 persen, dan impor sebagai pengurang ya, sharenya -21,67 persen," jelasnya.

Mantan Sekretaris Utama BPS itu mengakui, telah terjadi perlambatan dari kuartal ke kuartal, sejak 2011. Meski begitu, Suryamin membantah jika pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 ini merupakan bentuk resesi ekonomi. Dia menekankan bahwa masih banyak negara yang pertumbuhan ekonominya di bawah tiga persen.

"Jadi resesi itu kalau minimal dua kuartal berturut-turut growth-nya negatif. Jadi kalau masih 4,67 persen ya bukan resesi. Jepang saja hanya 1 sekian persen. Jadi dibandingkan negara lain, ya masih lebih lah ya,"imbuhnya.

Terkait pertumbuhan ekonomi di semester II, Deputi bidang Neraca dan Analisis Statistik Suhariyanto menuturkan, hal tersebut bisa didorong dari belanja modal pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Namun, dia mengakui, cukup berat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di semester II hingga melebihi kisaran lima persen.

"Berat ya, karena belanja modal belum ada 10 persen, padahal jumlahnya besar kalau kita lihat dari sisi PMTB. Kalau konsumsi rumah tangga, karena Juli ada lebaran jadi bisa lebih tinggi dari sekarang. Tapi kalau semester II harus 5,7 berat. Kecuali ada miracle,"katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengungkapkan bahwa perlambatan ekonomi masih berlanjut di triwulan kedua tahun ini, namun BI tetap memperkirakan bahwa aka nada perbaikan di triwulan ketiga dan keempat tahun ini.

"Pertumbuhan ekonomi yang melemah sejalan dengan berbagai indikator yang dipantau dalam beberapa bulan terakhir dan perkiraan "BI. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua tahun ini yang masih melambat terutama didorong oleh melemahnya pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga," ujarnya di Jakarta, Rabu (5/8).

Tirta mengungkapkan bahwa BI memperkirakan perekonomian akan mulai meningkat pada triwulan ketiga dan keemoat tahun ini. Peningkatan tersebut didukung oleh akselerasi belanja pemerintah seiring dengan realisasi proyek-proyek infrastruktur yang semakin meningkat.

"Hal itu sejalan dengan berbagai upaya khusus yang dilakukan pemerintah untuk mendorong percepatan realisasi belanja modal, termasuk dengan menyiapkan perangkat aturan yang diperlukan," tuturnya.

Sementara itu, konsumsi juga diperkirakan membaik, seiring dengan ekspektasi pendapatan yang meningkat dan penyelenggaraan Pilkada serentak di triwulan keempat 2015. Selain itu, pelonggaran kebijakan makroprudensial juga diperkirakan akan mulai memberikan dampak terhadap aktivitas ekonomi pada semester kedua 2015.

Ekonom Institute for Development od Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan bahwa capaian kinerja ekonomi kali ini cukup mengecewakan dan di bawah ekspektasi semula yang diperkirakan akan mampu berada di level 5 persen.

"Kinerja ekonomi triwulan kedua yang bahkan di bawah capaian triwulan pertama menunjukkan bahwa upaya akselerasi dan stimulasi pertumbuhan ekonomi yg dilakukan Pemerintah tidak berjalan optimal," ujarnya kepada Jawa Pos.

Diakuinya bahwa, memang terdapat peningkatan peran pengeluaran Pemerintah, namun hal tersebut hanyalah yang sifatnya pengeluaran rutin. Untuk pengeluaran yang memiliki efek pengganda/multiplier effect seperti belanja modal untuk infrastruktur masih belum memiliki dampak secara luas bagi perekonomian.

Upaya membalikkan tren perlambatan ekonomi pun belum berhasil. "Penurunan pertumbuhan ini terutama karena daya beli masyarakat yang semakin tertekan," tambahnya.

Adapun faktor pelemahan ekonomi global hanya merupakan dampak tambahan, bukanlah faktor utama. Hal tersebut lantaran kontributor ekonomi Indonesia selama ini lebih didominasi konsumsi domestik/swasta, bukan kinerja ekspor-impor.

"Tantangan semester dua akan semakin berat, mengingat tekanan di sektor keuangan akan meningkat di September, terutama terkait stabilitas nilai tukar. Pertumbuhan semester kedua tahun ini hanya akan lebih baik jika nilai tukar dapat dijaga dan cenderung stabil serta realisasi belanja modal dapat diakselerasi. Jika salah satu atau salah duanya tidak dapat dilakukan maka kita masih akan melihat berlanjutnya perlambatan ekonomi," pungkasnya.

Kembali melambatnya pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan II 2015 ini menjadi perhatian serius pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap, laju pertumbuhan 4,7 persen sepanjang semester I 2015 ini diharapkan menjadi titik nadir alias poin terendah dalam siklus perlambatan ekonomi.

"Setelah ini, (pertumbuhan ekonomi) semester II merangkak naik," ujarnya di Istana Bogor kemarin (5/8).

Menurut Jokowi, optimisme itu dilandasi siklus belanja pemerintah yang memang lambat di semester I dan baru akan menanjak naik signifikan sepanjang semester II tahun ini, terutama mulai Agustus hingga Desember. "Itu yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.

Meski demikian, pertumbuhan ekonomi tidak hanya akan dipengaruhi realisasi belanja pemerintah, namun juga belanja swasta dan BUMN, termasuk faktor eksternal terkait perekonomian global. Apakah masih yakin pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai 5 persen? "Seperti saya bilang, faktornya banyak, tapi akan kita upayakan," ucapnya. (Ken/dee/owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Susi Kesal, Rapat 6 Jam Hasilnya Zonk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler