jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, drh. Slamet mendukung dibentuknya pansus dana sawit. Pasalnya, banyak sekali kejanggalan mulai dari proses pembentukannya hingga tata kelolanya sehingga tujuan awal pembentukan dana sawit ini tidak berdampak yakni kemajuan sawit Indonesia untuk perkebunan rakyat sekaligus peningkatan kesejahteraan petani sawit.
Salah satu kejanggalan dari badan pengelola dana sawit ini menurut Slamet adalah, Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) merujuk pada UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, tetapi pembentuknya dari Kementerian Keuangan melalui BLU (Badan Layanan Umum) sehingga BPDP-KS bermitra dengan Komisi XI DPR, bukan Komisi IV DPR.
BACA JUGA: DPD RI Mengkaji Dana Bagi Hasil Sektor Perkebunan Sawit
Menurut Slamet, semangat awal pembentukan BPDP-KS ini sangat bagus. Semua bersepakat karena ada harapan perbaikan tata kelola kelapa sawit nasional yang merupakan raja dunia.
“Sektor Kelapa sawit ini pun telah menyumbang devisa cukup tinggi bagi Indonesia. Semestinya minimal ada perbaikan besar di sektor perkelapasawitan ini dan yang lebih utama, ada peningkatan kualitas lingkungan yang konstan sekaligus peningkatan kesejahteraan petani sawitnya," tutur Slamet dalam keterangan tertulis, Rabu (25/11/2020).
BACA JUGA: DPR Dorong Pembentukan Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit
Ketua Kelompok Fraksi PKS di Komisi IV ini menerangkan, Dana yang dikelola BPDPKS sangat besar. Per Desember 2019, ada dana senilai Rp 47 triliun yang dikelola. Dana ini bersumber dari potongan biaya ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Petani yang semestinya merasakan dampaknya, namun di beberapa kabupaten ditemukan para petani melakukan peremajaan dengan dana mandiri tanpa sentuhan BPDPKS. Menurutnya ini sangat ironi.
BACA JUGA: Andi Akmal DPR Berharap Aspirasi Ini Dapat Didengar Pemerintah
Begitu juga persolan lingkungan, tambahnya. Kebakaran lahan akibat perkebunan sawit atau di areal perkebunan sawit, kelestarian satwanya, pengelolaan yang berkelanjutannya semestinya dapat didorong penyelesaiannya dengan ketersediaan dana yang ada dan sangat besar nilainya.
“Transparansi jumlah dan ketepatan penggunaan mestinya di publikasi secara transparan, sehingga kecurigaan-kecurigaan selama ini yang beredar dapat di jawab dengan profesional. Selama ini tidak jelas dana sawit yang besar ini untuk kebun rakyat atau untuk korporasi. Bahkan dana besar akibat pungutan dari perusahaan besar sawit ini anehnya masih juga dapat PMN (menyertaan Modal Negara),” kritis Slamet.
Legislator asal sukabumi ini menekankan pembentukan pansus ini bukan untuk menjatuhkan salah satu pihak, tetapi lebih pada tujuan mengurai masalah sehingga meluruskan tujuan awal dibentuknya lembaga pengelola dana sawit ini.
Adanya diserfikasi produk sawit yang berkualitas yang terindikasi pada pembukaan lapangan kerja, kelestarian lingkungan dengan kualitas tanah, air dan udara yang terjaga, kebakaran hutan yang ditekan sekecil-kecilnya dengan pencegahan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang hidup dari sawit mesti menjadi konsen utama pada pengelola dana sawit.
Politikus PKS ini sangat heran juga dengan komposisi dewan pengawas lembaga yang sangat tidak independen. Komite dari kementerian-kementerian yang rata-rata adalah pejabat setingkat Dirjen dan perwakilan asosiasi penguasaha sawit.
Kejadian BPDP-KS menggelontorkan dana senilai Rp 29,2 triliun yang terfokus pada kepentingan industri biodiesel lepas dari pengawasan. Kejadian ini berlangsung cukup lama hingga Desember 2019.
Slamet berpendapat, sudah saatnya ada reformulasi total BPDPKS menjadi lembaga yang independen dari campur tangan elit dan pengusaha sawit. Reformulasi ini mesti di awali dengan pembentukan pansus di DPR, audit mendalam BPDPKS oleh BPK dan pemeriksaan mendalam SDM-SDM-ya oleh KPK.
"Publik mesti tau dana begitu besar ini jangan sampai jadi bancakan kelompok tertentu. Negara Sumber Daya Alamnya rusak, Rakyatnya tetap tidak ada peningkatan kualitas hidup, akibat salah kelola amanat. Pansus dana sawit ini mesti muncul untuk tujuan perbaikan. Semoga rakyat mendukung dan lebih utama bangsa ini semakin baik dalam mengelola instrumen kekuasaannya," tutup drh Slamet.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich