Alasan JPU Ajukan Banding Atas Vonis Nenek si Penebang Pohon

Rabu, 31 Januari 2018 – 04:15 WIB
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, MEDAN - Kasus penebangan pohon durian dengan terdakwa Saulina Sitorus, 92, kini menjadi sorotan masyarakat luas.

Meski kasus ini mendapat sorotan publik, namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap menyatakan banding atas vonis yang diterima sang nenek 1 bulan 14 hari.

BACA JUGA: Nenek Penebang Pohon Durian Itu Akhirnya Putuskan Banding

JPU kukuh menuntut nenek renta itu untuk ditahan.

"Kuasa hukum terdakwa (Saulina) banding, kami (JPU) juga banding dalam kasus ini," ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian kepada Sumut Pos (Jawa Pos Group), Selasa (30/1) siang.

BACA JUGA: Tebang Pohon, Nenek 92 Tahun Ini Menangis Divonis 44 Hari

Sumanggar mengatakan, sebelumnya JPU menuntut wanita uzur tersebut dengan hukuman penjara selama dua bulan. Namun, majelis hakim menjatuhkan hukuman satu bulan dan 14 hari di Pengadilan Negeri (PN) Balige, Senin (28/1).

Atas putusan itu, JPU pun menuntut nenek renta itu ditahan.

BACA JUGA: Politikus PKS Protes Gara-Gara Pohon di Pinggir Jalan

"Dua bulan penjara dituntut, pastinya menjalani hukuman di penjaralah. Kalau kuasa hukum terima, pasti kami juga terima," kata mantan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Binjai itu.

Menyikapi kasus ini, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata mengatakan, kasus yang dialami Saulina membuktikan bobrok penegakan hukum yang terkesan tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

"Ini ada tiga aspek hukum, yakni kepastian hukum, kemantapan, dan keadilan. Seorang nenek dihukum, tidak pantas. Ini persoalan keluarga, harusnya penegak hukum lebih bisa melihat kemanusiawiannya," ucap Surya.

Dia menilai, tidak mesti permasalahan keluarga yang dipicu penebangan pohon durian berunjung ke meja persidangan. Seharusnya di tingkat penyidikan, Polisi melakukan mediasi untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai itu.

"Kalau dihukum, apa dampak pada nenek itu. Harusnya penegak hukum menggunakan hati nuraninya, sudah lanjut usia kok tetap dihukum. Tidak akan memberikan efek jera kepada nenek itu, karena sang nenek sudah pikun," tutur Surya.

Kemudian, Surya mengatakan, harusnya penegak hukum memberikan hak hukum kepada terdakwa untuk mengajukan perdamaian secara kekeluarga, dari pada dilanjutkan ke persidangan. Karena, permasalah keluarga tidak semuanya harus dituntaskan di hadapan hukum.

"Artinya, kita melihat memang betul, hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jangan sampai mengurangi nurani bagi penegak hukum melihat ini. Terkadang lucunya, melihat hukum seperti ini. Secara moral lintas kita kasihan melihat kasus ini," tandasnya.

Sebelumnya, Saulina boru Sitorus alias Oppu Linda, lemas dan menangis tersedu-sedu saat divonis hukuman penjara satu bulan 14 hari, oleh majelis hakim di PN Balige.

Mendengar vonis hakim, Saulina yang sehari-hari bertenun ulos itu, menyeka air matanya dengan sapu tangan berwarna putih, lalu menangis tersedu-sedu.

Perempuan yang akrab dipanggil Oppu Linda ini dinilai bersalah, karena menyuruh anak-anaknya menebang pohon yang dianggapnya mengganggu pembangunan tambak atau makam leluhur mereka, di Dusun Panamean, Desa Sampuara Kecamatan Uluan Toba Samosir.

Namun penebangan pohon itu membuat saudaranya, Japaya Sitorus (70), merasa dirugikan. Dia pun dihadapkan ke jalur hukum.(gus)


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler