jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati punya alasan kuat untuk melakukan reformasi pajak di Indonesia.
Dia menyatakan reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah merupakan salah satu upaya untuk menghindarkan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.
BACA JUGA: Menteri Keuangan Sebut Fakta Buruk soal Pajak Global
“Maka konsolidasi fiskal terutama akibat pandemi melalui penyehatan APBN perlu ditunjang dan perlu dilakukan reformasi perpajakan,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Antara, Selasa (14/9).
Sri Mulyani menyatakan reformasi ini akan mampu menyehatkan kembali APBN yang tertekan pandemi COVID-19 karena fondasi perpajakan menjadi lebih adil, efektif, sehat, dan akuntabel.
BACA JUGA: Menteri Keuangan Bagikan Rahasia Negara Maju, Ternyata
Penerimaan pajak menjadi kontributor utama pendapatan negara yaitu dari 22,81 persen pada 1983 naik menjadi 47,4 persen pada 1992 dan 65,1 persen pada 2020.
Adil dalam hal ini, lanjut dia, mencakup seluruh sektor usaha mendapat beban yang seimbang mengingat saat ini hanya satu atau dua sektor yang menjadi penopang penerimaan pajak.
BACA JUGA: Menteri Keuangan Alokasi Dana Bantuan yang Mengalir via TNI Polri
Di sisi lain, sektor lainnya seperti jasa yang saat ini sedang terus berkembang justru tidak memberikan kontribusi banyak bagi penerimaan perpajakan.
Padahal sektor tersebut juga mendapat fasilitas dari negara.
Keadilan ini juga berlaku bagi seluruh kelompok penghasilan masyarakat yaitu masyarakat dengan penghasilan rendah akan menerima bantuan dan tidak membayar pajak.
Namun, bagi yang berpenghasilan tinggi maka membayar pajak lebih tinggi.
“Ini yang perlu disampaikan bahwa masyarakat tentu pada akhirnya akan mendapat manfaat keuangan negara sesuai situasi mereka,” ujarnya.
Kemudian, untuk sistem perpajakan yang sehat yaitu pajak dapat menjadi sumber penerimaan yang optimal dan adaptif terhadap perubahan serta didesain sesuai international based practice seiring kondisi sustainability yang terus dijaga.
Menteri Keuangan Terbaik 2020 versi versi Global Markets itu menambahkan sistem perpajakan yang efektif adalah sistem yang mampu memberikan pelayanan secara optimal namun dapat menekan biaya Wajib Pajak (WP).
Terlebih lagi, WP yang terdaftar meningkat 20 kali lipat dalam 20 tahun terakhir dari 2,59 juta pada 2002 menjadi hampir 50 juta pada 2021.
Untuk rasio WP Orang Pribadi terhadap penduduk bekerja juga naik dari 1,8 persen pada 2002 menjadi 34,66 persen pada 2021 yang artinya WP OP berkontributor penting dan setara dengan kemajuan di negara-negara OECD.
Rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh meningkat dari 52 persen pada 2012 menjadi 78 persen pada 2020 dan kenaikan rasio dengan kepatuhan tertinggi terjadi saat tax amnesty yaitu dari 61 persen pada 2016 menjadi 73 persen pada 2017.
“Ini juga perlu memperkuat aspek pengawasan untuk memastikan WP menjalankan kewajiban secara benar,” tegas Sri Mulyani. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia