Alexander Marwata Sentil Kepala Daerah saat Bicara Pemimpin Antikorupsi, Ada Istilah Lingkaran Setan

Jumat, 12 Juli 2024 – 08:53 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. FOTO: Humas Pemprov Jateng.

jpnn.com, SEMARANG - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut Indonesia sedang darurat tokoh pemimpin antikorupsi yang bisa menjadi panutan.

Alex menyebut kepala daerah selayaknya pimpinan harus menjadi contoh yang baik bagi anak buahnya. Tidak hanya sebatas perkataan, tetapi melakukan yang dikatakan alias walk the talk.

BACA JUGA: Tahanan Korupsi di Lapas Perempuan Semarang Meninggal Dunia

"Walk the talk, pimpinan tidak hanya sekadar omong, apa yang kamu ucapkan itu yang kamu lakukan," katanya dalam pembukaan Roadshow Bus KPK di Semarang, Kamis (11/7).

Dalam pengamatannya, Indonesia sedang defisit tokoh-tokoh yang bisa menjadi panutan. Dia mengajak para kepala daerah untuk menengok bapak pendiri bangsa seperti Bung Hatta sebagai panutan.

BACA JUGA: Bebas Ginting Tersangka Pembakaran Rumah Wartawan di Karo, Perannya Ternyata

Selain sang proklamator, Alexander juga menyebut Jaksa Agung Baharuddin Lopa, Hakim Agung Ismail Saleh, Kapolri Hoegeng yang memiliki integritas dan kapabilitas luar biasa.

"Apa teladan yang diwariskan Bung Hatta salah satunya ingin membeli sepatu Pele buatan Swiss, mengkliping iklan sepatu itu sampai wafat tidak terbeli. Seharusnya menjadi panutan kita," tuturnya.

BACA JUGA: Siapa Dalang Pembakar Rumah Wartawan di Karo? Motifnya Bikin Penasaran

Alex mengatakan kekurangan tokoh panutan itu dilihatnya saat menjadi pimpinan KPK selama sembilan tahun terakhir ini. Terlebih saat melihat kontestasi pemilihan umum (pemilu) Februari lalu.

Dia bilang, pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan calon anggota legislatif (pileg) 2024 yang sukses tak ada huru-hara, tetapi menurutnya kental dengan politik uang atau money politic.

"Kita di sini membicarakan pendidikan antikorupsi, meningkatkan intensitas tetapi fakta di lapangan ternyata tidak sejalan, ini sungguh sangat ironis," katanya.

Dia merasa pesimistis penyelenggaraan pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 yang digelar serentak November mendatang jauh dari money politic.

"Ya, penyelenggara pilkada yang jor-joran itu tidak mendidik, secara tidak langsung mengajari masyarakat kita berbuat korupsi," ujarnya.

Jika tak ada nilai integritas, menurutnya pada Pilkada 2024 ini para calon kepala daerah akan sibuk melakukan bujuk rayu dengan beragam cara hingga serangan fajar menjelang pemungutan suara.

Dia juga menyinggung kandidat calon kepala daerah yang menghalalkan bagi-bagi uang kepada masyarakat dengan dalih sedekah.

Menurutnya, alasan sedekah sudah menjadi rahasia umum ketika menjelang pemilu, pilkada, hingga pilkades atau pemilihan kepala desa.

"Persoalannya kalau terpilih dia berhitung, berapa biaya yang dikeluarkan, lalu selama lima tahun menjabat harus dapat berapa," ujarnya.

Meski tak mengeluarkan uang pribadi, Alex menyebut sulit dipercaya pemodal tidak akan meminta timbal balik. Bantuan yang diberikan donatur itu tidak gratis.

"Apabila calon yang menang, dia ikut tender lelang minta dimenangkan. Inilah lingkaran setan yang tidak ada putusnya," ujarnya.(mcr5/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Wisnu Indra Kusuma

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler