jpnn.com - JAKARTA - Peringkat kemudahan berbisnis Indonesia meningkat tajam. Dalam laporan Doing Business 2016 yang dirilis Bank Dunia kemarin, posisi Indonesia naik 11 strip dari 120 di laporan tahun lalu menjadi 109 di riset terbaru yang mencakup 189 negara itu.
Singapura masih menjadi negara dengan kemudahan berbisnis nomor wahid. Di kawasan Asia Tenggara, yang merupakan kompetitor langsung, Indonesia masih kalah dari jauh dari Malaysia (18), Thailand (49), Brunei Darussalam (84), Vietnam (90), dan Filipina (103). Di Asia Tenggara, Indonesia hanya unggul dari Kamboja (127), Laos (134), Myanmar (167), dan Timor Leste (173).
BACA JUGA: Ya Ampun... Kerugian PLN Besar Banget, Ini Jumlahnya
Laporan Doing Business merupakan salah satu referensi yang digunakan investor global, terutama pemodal langsung, dalam menilai daya saing investasi sebuah negara. Dalam laporan setebal 338 halaman itu, Indonesia tercatat sebagai negara yang konsisten melakukan reformasi sejak 2007. Berdasarkan itu, Indonesia termasuk dalam 24 negara teratas yang melakukan reformasi kemudahan berusaha di tiga indikator atau lebih.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tamba Hutapea menuturkan, ada tiga indikator yang peringkatnya naik. Yakni, perizinan terkait pendirian bangunan. Juga, sistem perpajakan dan akses kredit.
BACA JUGA: Ekonomi Sedang Lesu, Premi Asuransi Tetap Terbang Tinggi
"World Bank mencatat hal yang positif antara lain waktu total untuk memulai usaha (mengurus perijinan) bisa dipangkas dari sebelumnya 52,5 hari menjadi 47,8 hari," kata Tamba di kantornya kemarin.
Tamba menguraikan, ada lima indikator kemudahan berusaha yang mengalami penurunan peringkat dibanding tahun sebelumnya. Diantaranya, indikator memulai usaha, penyambungan listrik, perdagangan lintas negara, perlindungan terhadap investor minoritas, dan penyelesaian perkara kepailitan.
BACA JUGA: Kantongi Aset Rp 15,6 Triliun, BCA Bakal Revaluasi Aset
BKPM mencatat setidaknya ada dua indikator yang telah dilakukan pemerintah namun belum dinilai oleh Bank Dunia. Yakni, indikator memulai usaha dan penegakan kontrak. Salah satu perbaikan yang telah dilakukan adalah terkait pemesanan nama yang bisa dilakukan oleh semua orang tanpa notaris. "Namun demikian karena belum disosialisasikan secara meluas maka belum banyak pengusaha yang tahu," katanya.
Dia menambahkan, pemerintah selama setahun terakhir juga telah gencar mengupayakan perbaikan kemudahan usaha. Bahkan, sudah ada perpres izin 1 lembar hanya dalam 1 hari untuk UKM. "Tapi, ternyata ini belum ter-capture Bank Dunia di surveinya," katanya.
Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, kenaikan peringkat tersebut tidak lepas dari upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi. "Ya mudah-mudahan ini dampak dari upaya pemerintah mengurangi aturan-aturan yang selama ini memperpanjang upaya-upaya orang berinvestasi di Indonesia," katanya.
Staf Khusus Wakil Presiden bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin menambahkan, laporan Doing Business selalu menjadi referensi investor. "Dari sisi kenaikan 11 peringkat, sudah cukup bagus. Tapi kini kita harus fokus mengejar para kompetitor, terutama di Asean, yang peringkatnya sudah jauh di atas Indonesia,'' ujarnya.
Dia menambahkan, survei Doing Business 2016 belum merefleksikan berbagai aksi strategis yang baru dijalankan pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi. Misalnya, deregulasi 134 aturan penghambat bisnis, serta perbaikan izin investasi melalui pendaftaran online dan hanya memakan waktu 3 jam. ''Karena itu, tahun depan saya optimistis peringkat Doing Business Indonesia akan naik signifikan,'' ucapnya.
Secara keseluruhan, jika dicermati, beberapa negara besar dalam kelompok emerging market yang dikenal dengan istilah BRIC (Brasil, Rusia, India, Tiongkok) juga menunjukkan peringkat beragam. Misalnya, Rusia yang ada di peringkat 51, lalu Tiongkok di posisi 84. Sedangkan dua negara lain ada di bawah peringkat Indonesia, yakni Brasil di posisi 116, dan India 130.
Sementara itu, daftar peringkat 10 besar masih dikuasai negara-negara atau kawasan ekonomi yang sudah mapan infrastruktur bisnisnya. Di bawah Singapura yang berada di puncak, berturut-turut ada Selandia Baru, Denmark, Korea Selatan, dan Hongkong. Kemudian, Inggris, Amerika Serikat, Swedia, Norwegia, dan Finlandia. Adapun 3 negara yang menempati peringkat paling buncit adalah Sudan Selatan (187), Libya (188), dan Eritrea (189).
Satu hal yang juga menarik dilihat dalam laporan Doing Business 2016 adalah kenaikan peringkat yang diraih tiap negara. Khusus di kawasan Asean, Indonesia termasuk negara dengan kemajuan paling pesat karena mencatat kenaikan 11 peringkat. Indonesia hanya kalah dari Brunei Darussalam yang melonjak 21 peringkat.
Negara lain yang mencatat kenaikan cukup tinggi adalah Myanmar yang menanjak 10 peringkat, lalu Kamboja naik 6 peringkat, Laos naik 5 peringkat, dan Vietnam naik 3 peringkat. Sementara itu, Timor Leste dan Filipina masing-masing merosot 6 peringkat, Thailand terpeleset 3 peringkat, dan Malaysia turun 1 peringkat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, perbaikan iklim investasi menjadi kunci utama bagi Indonesia untuk menggenjot kembali perekonomian yang melambat sejak empat tahun terakhir. ''Perbaikan terus kami lakukan melalui paket kebijakan ekonomi, menyederhanakan prosedur bisnis, dan menghapus ketidakpastian,'' katanya saat bertemu dengan para investor di Washington DC, Amerika Serikat (AS) Selasa siang waktu setempat (27/10) atau Rabu dinihari (28/10) di Indonesia.
Sebagai pengusaha di bidang ekspor furnitur selama 22 tahun, Jokowi mengaku mengetahui betul seluk beluk bisnis di Indonesia, termasuk berbagai hambatan seperti rumitnya prosedur perizinan, hingga pungutan liar yang membuat ekonomi biaya tinggi. ''Karena itu, tekad kami menjadikan Indonesia tempat yang menarik bagi investor domestik dan internasional,'' ucapnya sebagaimana dilansir Sekretariat Kabinet kemarin (28/10).
Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, perbaikan peringkat Doing Business merupakan bentuk apresiasi institusi internasional terhadap berbagai upaya pemerintah dalam memperbaiki atau mereformasi struktur ekonomi Indonesia. ''Apalagi ada paket kebijakan ekonomi jilid 1 hingga 5,'' ujarnya.
Dalam survei Doing Business 2016, Bank Dunia melakukannya pada periode Juni 2014 - Juni 2015. Karena itu, belum mencakup langkah perbaikan ekonomi dalam paket ekonomi jilid 1 hingga 5 yang pada periode September - Oktober 2015 ini. ''Kalau memperhitungkan (paket kebijakan) itu, peringkat Indonesia bisa naik lebih tinggi,'' katanya. (ken/owi/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kuartal III, BCA Raup Laba Bersih Rp13,4 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi