jpnn.com - JAKARTA – Nilai tukar rupiah menunjukkan tren penguatan. Pada sesi perdagangan kemarin (14/7), rupiah tercatat ditutup di level Rp 13.088 per USD atau menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya di level Rp 13.095 per USD.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengakui, nilai tukar rupiah terhadap USD menguat cukup signifikan. Sejak awal tahun hingga Rabu (13/7), rupiah telah menguat 5,27 persen year to date.
BACA JUGA: Dominasi Operator di Luar Jawa Diinvestigasi KPPU
Sejumlah sentimen positif mengiringi penguatan kurs. Di antaranya, persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia, terkendalinya inflasi pada Ramadan, serta capaian defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) di level yang terjaga.
Tak hanya didasari perbaikan kondisi ekonomi domestik, penguatan rupiah juga dipicu faktor eksternal. Yakni, perlonggaran kebijakan moneter di beberapa negara maju, termasuk Jepang.
BACA JUGA: Ahh...Lega! Harga Cengkih Tembus Rp 98 Ribu per Kilo
Rencana pemerintah melakukan pengampunan pajak (tax amnesty) juga membawa angin segar yang mendorong penguatan rupiah. Kebijakan itu diharapkan memicu aliran dana asing yang masuk ke sistem keuangan dalam negeri (capital inflow).
Sumbernya adalah dana repatriasi, dana tebusan pajak, penempatan dana di industri jasa keuangan, dan investasi di sektor riil.
BACA JUGA: Tax Amnesty Bikin Penerimaan Pajak Optimistis Tercapai
”Respons masyarakat cukup baik dengan adanya tax amnesty. Kami ikuti dari Januari sampai minggu lalu. Ada dana masuk Rp 108 triliun dari luar negeri untuk SBN (surat berharga negara). Padahal, tahun lalu hanya Rp 55 triliun. Jadi, aliran dananya cukup besar,” ujarnya.
Meski aliran dana masuk cukup besar, Agus meyakinkan nilai tukar tidak akan menguat sangat tajam. Alasannya, current account deficit masih defisit dan menunjukkan devisa yang keluar untuk impor masih lebih besar daripada devisa hasil ekspor.
”Sebab, ada dana repatriasi yang membuat rupiah lebih kuat dan tercermin dari balance of payment yang surplusnya lebih besar,” terang mantan menteri keuangan itu.
Jika program pengampunan pajak sukses, aliran dana masuk ke Indonesia akan mengalir deras. Hal tersebut berpengaruh terhadap peningkatan posisi cadangan devisa. Hingga akhir Juni lalu, cadangan devisa tercatat USD 109,8 miliar. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding posisi akhir Mei 2016 sebesar USD 103,6 miliar.
Peningkatan cadangan devisa dipengaruhi penerimaan cadangan devisa. Di antaranya, penerbitan global bonds pemerintah, lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, penerimaan pajak dan devisa migas, serta penarikan pinjaman pemerintah yang jumlahnya melebihi kebutuhan devisa untuk membayar utang luar negeri serta SBBI valas.
Posisi cadangan devisa per akhir Juni 2016 itu cukup untuk membiayai 8,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa tersebut juga melampaui standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
BI menilai, cadangan devisa yang kuat mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. (dee/c5/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Usaha Pertamina Percepat Realisasi Proyek Panas Bumi
Redaktur : Tim Redaksi