jpnn.com, BANGKA TENGAH - Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas seorang takmir masjid, Daryono dari Desa Romodong, Sungaiselan, Bangka Tengah (Bateng) atas tuduhan korupsi dana pembangunan masjid.
Putusan bebas dari majelis hakim yang terdiri Ketua Prof. M Askin dan anggota Dr. Leopold Luhut Hutagalung dan Prof. Surya Jaya, itu tertuang dalam nomor register kepaniteraan MA 2709 K/PUD.SUS/2016 yang dirilis dari web MA. Daryono divonis bebas pada 24 Juli 2017 lalu.
BACA JUGA: Mahkamah Agung Tertarik Adopsi Sistem Informasi Manajemen Banyuwangi
Penasehat hukum Daryono, Nina Ikbal mengatakan, klienya telah dibebaskan MA. Dirinya juga sudah membaca putusan tersebut dan klienya juga sudah dapat kabar menggembirakan itu.
"Alhamdulillah Tuhan tidak tidur, Tuhan tahu kalau Daryono takmir masjid tidak bersalah. Tidak ada dan tidak benar tuduhan korupsi dari jaksa itu," kata Nina.
BACA JUGA: Menyejukkan, Bupati Anas Ajak Ketua MA Lari Pagi di Kaki Gunung Ijen
Atas putusan bebas ini menurut Nina, maka nama baik serta harkat martabat klienya di mata hukum dan sosial kemasyarakatan harus dipulihkan seperti sediakala.
“Sungguh menyayat hati yang dirasakan klien kami, hanya sebagai takmir ingin memperkuat syiar Islam justru dituduh jaksa korupsi. Jaksa tidak menggunakan nuraninya, gegabah, juga tidak profesional dalam menyidik sebuah perkara korupsi.”
BACA JUGA: Ratusan Jajaran MA se-Indonesia Kumpul di Banyuwangi, Wisata MICE pun Menggeliat
“Semestinya perkara ecek-ecek seperti ini tidak layak disidik, sidiklah perkara korupsi yang jelas-jelas dan nyata telah merugikan kepentingan hajat hidup masyarakat luas,” sindirnya.
Nina mengingatkan institusi penegak hukum seperti Kejaksaan dan peradilan bisa mengambil pelajaran besar atas kasus yang dibebaskan hakim. Jikalau tidak, menurutnya preseden buruk penegakan hukum akan terus tajam ke bawah tumpul ke atas.
“Kasus Daryono harus jadi kontemplasi dan tamparan memalukan bagi penegakan hukum. Cukup Daryono ini saja yang jadi korbannya, jangan sampai nantinya penggali kuburan ataupun pak tani yang gak tamat sekolah juga jadi korban tipikor,” ingatnya.
Daryono sendiri dalam putusan peradilan tingkat awal divonis dengan 20 bulan penjara dari 2 tahun 6 bulan tuntutan jaksa penuntut Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung. Namun tidak berselang lama dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi, jaksa penuntut Rahmat tidak terima hingga akhirnya kasasi ke MA, dan ditolak juga.
Kasus ini bermula dari penyidikan dana hibah Rp 200 juta renovasi Masjid Nurul Iman di Romodong tahun 2013 semasa kepala Kejaksaan Tinggi dijabat oleh Agus Riswanto, wakajati Fahruddin dan Aspidsus Arifsyah Mulya Siregar.
Jaksa penuntut Rahmat menilai dana tersebut terselewengkan serta tidak pada peruntukan Daryono selaku ketua yayasan masjid Nurul Iman.
Di mana Daryono dinilai Rahmat telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20 juta. Tuduhan kerugian negara itu oleh warga dan pengurus masjid akhirnya bersama patungan mengembalikannya.
Sedihnya, hukum tetap berlanjut. Sungguh berbanding terbalik jika kasus ini dengan dana Pulau Tujuh misalnya, yang dihentikan karena para pelaku mengembalikan kerugian negara. Ini salah satu cermin hukum di negeri ini. Maklum, Daryono bukan siapa-siapa, hanya takmir masjid.(eza)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Otong Terbukti Membunuh tapi Divonis Bebas, Begini Alasan Hakim
Redaktur & Reporter : Budi