Aliansi PRT dan Buruh Perempuan Gelar Aksi Mayday dari Bundaran HI ke Patung Kuda, Nih Tuntutannya

Senin, 01 Mei 2023 – 12:25 WIB
Perwakilan peserta Aksi Mayday dari Aliansi PRT dan Buruh Perempuan menggelar teatrikal tepatnya di atas trotoar dekat Plaza Indonesia, Kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (1/5/2023). Massa aksi selanjutnya Long March dari Bundaran HI menuju Patung Kuda, Kawasan Monas. Foto: Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Para Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan buruh perempuan melakukan aksi Mayday pada 1 Mei 2023 dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan long march hingga Patung Kuda, kawasan Monas, Jakarta.

Para buruh dan PRT melakukan aksi dengan membawa ember warna-warni serta membawa gunting.

BACA JUGA: Bawaslu Melarang Partai Buruh Gelar Aksi Mayday, Said: Ini Ada Apa?

Ember merupakan simbolisasi kerja-kerja PRT, sedangkan gunting merupakan penolakan terhadap pemotongan upah buruh perempuan yang membuat pemiskinan buruh perempuan.

Pantauan JPNN pada Senin (1/5) pagi, perwakilan Aliansi PRT dan Buruh Perempuan sempat menggelar teatrikal tepatnya di atas trotoar dekat Plaza Indonesia.

BACA JUGA: Ribuan Skuteris Ramaikan Jakarta Mods MayDay 2022, Seru Banget!

Mereka memperagakan masih adanya berbagai penindasan dan diskriminasi kepada buruh khususnya yang dialami buruh perempuan.

“Aksi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan mendalam yang dialami para buruh perempuan dan para PRT,” kata Fanda Puspitasari selaku Koordinator Lapangan Aksi dari Aliansi PRT dan Buruh.

BACA JUGA: May Day, PDIP Ingatkan Pancasila Adalah Ideologi Keberpihakan pada Buruh, Petani, dan Nelayan

DPP GMNI Fanda Puspitasari selaku Koordinator Lapangan pada saat Aksi Mayday dari Aliansi PRT dan Buruh, Senin (1/5/2023). Foto: Friederich Batari/JPNN.com

Fanda Puspitasari yang juga DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini mengatakan Mayday ini merupakan salah satu hari besar bagi para pekerja rumah tangga untuk menyuarakan aspirasinya.

Dalam aksi ini, kata Fanda Puspitasari, Aliansi menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain mendorong pemerintah dan DPR segera membahas dan mengesahkan RUU tentang PRT.

Selain itu, Aliansi menolak peraturan yang merugikan buruh perempuan.

“Kami menuntut untuk menghentikan sistem No Work No Pay, Cabut UU tentang Perppu Cipta Kerja dan Permenaker No. 5/2023 yang merugikan buruh perempuan,” kata Fanda Puspitasari.

Menurut Fanda, Aliansi juga memperjuangkan upah perempuan yang tidak diskriminatif agar perempuan tidak terpuruk dalam kemiskinan.

Dia mengatakan kebijakan pengurangan upah ini akan membuat hidup buruh perempuan makin terpuruk dalam kemiskinan.

“Aksi ini jadi momentum dan solidaritas buruh internasional, salah satunya PRT,” kata Fanda.

Untuk diketahui, Aliansi PRT dan Buruh Perempuan terdiri dari JALA PRT, Perempuan Mahardhika, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Institut Sarinah, Rumpun Gema Perempuan, Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi), SPRT Tangsel, Konde.co, dan sejumlah ormas lainnya.

Perjuangkan RUU PRT

Koordinator JALA PRT Lita Aggraini mengatakan para PRT hingga hari ini masih menunggu pembahasan RUU PRT pada Rapat Paripurna DPR RI.

Lita mendorong pemerintah dan DPR tetap konsisten untuk membahas RUU PRT setelah lebaran meskipun saat ini tengah hiruk-pikuk dengan urusan Pemilu dan pencalonan Presiden.

Menurut Lita, Hari Buruh merupakan momentum untuk mendorong, mengingatkan bahwa masih banyak isu marginal seperti PRT dan buruh yang harus diperjuangkan di tengah gegap gempita isu Pemilu dan Pilpres khusus pencapresan.

“Aksi hari ini sebagai pengingat bahwa perjuangan RUU PRT harus dituntaskan pasca Maydy hari ini,” tegas Lita Anggraini.

Lebih lanjut, Lita mengatakan kondisi lain yang dialami para buruh saat ini adalah berjuang menolak sistem No Work No Pay yang dinyatakan oleh Menaker Ida Fauziyah.

Menurut Lita, Menaker menyatakan bahwa untuk meminimalisasi  PHK, maka perusahaan boleh menerapkan no work no pay bagi para buruh.

“Kebijakan ini sangat merugikan para buruh, terlebih buruh perempuan karena pengusaha bisa dengan sewenang-wenang menyatakan tidak  akan mengganji buruh dengan kondisi tertentu seperti ketika buruh perempuan sedang cuti melahirkan, cuti haid, sakid dan lain-lain,” kata Lita.

Pengurus Perempuan Mahardihika, Vivi Widyawati mengatakan pihaknya mendata terdapat ratusan buruh perempuan garmen yang terpuruk akibat aturan no work no pay.

“Ada buruh perempuan yang kemudian hanya dipekerjakan sesaat dengan dalih no work no pay,” kata Vivi.

Vivi menilai hal tersebut jadi pasal karet yang mematikan hak buruh perempuan untuk bekerja. Padahal ada pasal yang mengizinkan cuti haid, cuti melahirkan, sakit, izin dan lain-lain yang penerapannya akan dilanggar pengusaha.

“Ini sangat merugikan buruh perempuan,” tegas Vivi Widyawati.

Jihan Faatihah dari Mahardhika Perempuan menyoroti pengurahan upah sebesar 25 persen sebagai bentuk pelanggaran hak yang dilegalkan oleh Permenaker dan menjadikan buruh tidak menerima upah yang seharusnya mereka terima sesuai dengan ketentuan upaya yang berlaku.

“Upah minimum adalah hak dasar yang tidak boleh dilanggar sehingga pengurangan waktu dan jam kerja seharusnya tidak boleh berkonsekuensi terhadap pengurangan upah buruh,” ujar Jihan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler