Alsintan Kementan Mudahkan Kerja Petani Lahan Rawa Sumsel

Senin, 25 Februari 2019 – 07:06 WIB
Ilustrasi alsintan. Foto: Kementan

jpnn.com, BANYUASIN - Kementerian Pertanian (Kementan) sedang gencar menggarap lahan rawa lebak dan pasang surut. Alat dan mesin pertanian (alsintan) berupa ekskavator yang diberikan kepada masyarakat tani akan dioptimalkan pemanfaatannya.

“Dengan memanfaatkan ekskavator tersebut, maka lahan rawa dan lebak menjadi produktif, seperti di Sumatera Selatan,” kata Direktur Alsintan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Andi Nur Alamsyah, Minggu (24/2).

BACA JUGA: Kementan Sebut Kartu Tani Jadi Syarat Petani Dapatkan Pupuk Bersubsidi

Untuk lahan rawa, Ditjen PSP telah menyiapkan bantuan 200 unit ekskavator besar dan 14 unit ekskavator mini dari pengadaan tahun 2018. Direncanakan akan dilakukan penambahan sebanyak 30 unit ekskavator mini pada tahun 2019.

Nur Alamsyah menyebutkan, Kementan telah menyalurkan bantuan ekskavator sebanyak 69 unit di Provinsi Sumsel.

BACA JUGA: Pulau Madura Siap Jadi Lumbung Pangan Nasional

Berdasarkan pantauan, bantuan tersebut bekerja optimal untuk pengerukan saluran irigasi yang mengalami pendangkalan, pembuatan jalan usaha tani dan optimasi lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut.

“Pemantauan ini sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Alsintan dan ekskavator harus bekerja optimal sehingga lahan rawa menjadi lahan sawah produktif,” ujarnya.

BACA JUGA: Kementan Terus Serahkan Alsintan kepada Petani

Diharapkan, produksi pangan, khususnya beras, akan meningkat dan kesejahteraan petani tercapai. Dari lahan rawa diharapkan juga dapat memenuhi pangan dunia.

Kepala Desa Talang Rejo, Kecamatan Muara Talang, Banyuasin, Sumsel, Hendrik Kuswoyo mengaku, adanya ekskavator memberikan hasil dan nilai tambah yang begitu besar bagi pertanian dan petani.

Dari satu unit ekskavator dapat mengerjakan long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 meter.

Ini dapat mengairi sawah seluas 1.800 hektare dengan indeks pertanaman (IP) 200, yakni menanam padi dua kali setahun.

Produktivitas padi yang tadinya 8,5 ton menjadi 13 ton per hektare untuk dua musim tanam. Jadi, ada selisih lima ton per hektare,” ungkap Hendrik.

Hendrik menjelaskan, dalam pengerjaan optimalisasi lahan rawa menjadi lahan sawah produktif ini, pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk biaya BBM dan operator.

Total dana desa mencapai Rp 800 juta, namun digunakan untuk membuat long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 meter hanya Rp 270 juta.

“Namun, dengan adanya bantuan ekskavator, pengerjaan ini bisa dilakukan hanya butuh waktu dua bulan saja. Kalau tidak ada ekskavator, bisa 5 tahun,” jelasnya.

Kemudian, sambung Hendrik, jika tidak ada ekskavator, pengerjaan long storage tersebut juga membutuhkan dana Rp 900 juta untuk sewa alat dan bahan bakar minyak Rp 160 juta.

Belum lagi biaya operator, per meternya Rp 3 juta sehingga totalnya biaya operator untuk long storagesepanjang 20 km itu sebanyak Rp 60 juta.

“Jadi, jika tanpa bantuan ekskavator ini, total biaya yang dibutuhkan untuk sewa ekskavator dan biaya operasional untuk pembuatan long storage sepanjang 20 km dan lebar 2,5 meter sekitar Rp3,5 miliar,” sebutnya. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panen Perdana, Petani Trenggalek Sukses Manfaatkan Lahan Kering Perhutani


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kementan  

Terpopuler