jpnn.com - JAKARTA - Alumni sekaliigus pakar informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) Dedy Syafwan mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mengaktifkan sistem informasi dan teknologinya untuk mengantisipasi kisruh hasil rekapitulasi penghitungan suara dan pengumuman pemenang pemilu presiden 2014.
Deddy menilai bermunculannya hasil quck count (hitung cepat) lembaga survei dengan hasil yang berbeda berpotensi menimbulkan masalah. Pasalnya, data tersebut digunakan masing-masing kubu mengklaim kemenangan. Bahayanya persentase antara keduanya sangat tipis.
BACA JUGA: Kandidat Saling Klaim Menang, Kiai NU Diminta Istighosah
"Kami pemerihati dan penganat IT, melihat KPU saat ini belu-m siap secara teknis mengantisipasi kalau ke depan terjadi perbedaan sangat tipis itu.
Solusinya, KPU harus segera aktifkan IT-nya," kata Dedy di Cikini Jakarta Pusat, kamis (10/7).
Dengan mengaktifkan sistem IT yang sudah dipersiapkan KPU sejak lama, KPU harus menyediakan laman khusus untuk mengumpulkan form C1 Pilpres dan lampiran yang totalnya sama dengan jumlah TPS yakni 747.183.
BACA JUGA: Menkumham Akui Nazaruddin Sering Rapat di Rutan
Selain itu, KPU juga harus melakukan pernghitungan oromatis dan tabulasi. Cepat dengan aplikasi pembaca data atau entry data per TPS dari data C1 scan yang diupload KPUD ke KPU pusat.
"Dengan begitu peserta pilpres dapat langsung mmmembandingkan hasil pilpres secara cepat mulai dari TPS, Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten,"
Ujar Dedy.
BACA JUGA: Politisi Demokrat Ingatkan Deklarasi Siap Kalah Siap Menang
Apakah KPU mampu menjalankan sistem IT ini? Deddy menegaskan bahwa KPU sudah menyiapkan sistem IT tersebut dan pernah digunakan pada Pileg 2014.
"Waktu pileg. KPU sudah sediakan fasilitas itu, tapi sampai berakhirnya penghitungan manual, hanya teruplopd 81 persen, ada 19 persen lain tidak terupload. Seharusnya tidak terjadi di Pilpres ini," tegasnya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi-JK tak Manfaatkan Hasil Quick Count Palsu
Redaktur : Tim Redaksi