jpnn.com - jpnn.com - Tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara harus bersendikan pada konsensus final benegara, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bineka Tunggal Ika. Keberadaan Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari kemajemukan yang selama ini sudah tertanam dalam kehidupan dan budaya masyarakat.
Untuk itu, Alumni Kelompok Cipayung kembali menegaskan komitmennya untuk menghormati kebinekaan Indonesia dan berharap konsensus bernegara dapat diimplementasikan secara efektif.
BACA JUGA: Presiden Sudah Tetapkan Lima Orang Pansel Hakim MK
“Kebinekaan Indonesia tidak bisa terelakkan. Jangan sampai ada yang merasa sebagai anak kos di NKRI ini. Kami melihat ada upaya-upaya yang seakan-akan mau mengingkari kemajemukan tersebut,” kata Ketua Forum Komunikasi Alumni (Forkoma) PMKRI Hermawi Taslim ketika bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (21/2).
Pertemuan yang digelar Alumni Kelompok Cipayung tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh dari masing-masing organisasi alumni seperti Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Mahfud MD dan Akbar Tanjung, Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang diwakili Ahmad Basarah, Ugik Kurniadi, Theo Sambuaga dan Eros Dajrot.
BACA JUGA: Jokowi: Bekerja Harus Optimistis, Kalau Tidak...
Selain itu, Akhmad Muquwam dari Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII), dan Pengurus Nasional Perkumpulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI) yang diwakili Bernard Nainggolan dan Edward Tanari. Sedangkan dari Forkoma PMKRI juga dihadiri Leonardo Renyut, Sandra Nangoy, dan Heri Soba.
Kelompok Cipayung sendiri merupakan gabungan dari organisasi HMI, GMNI, PMKRI, PMII, dan GMKI yang dicetuskan pada 22 Januari 1972 lalu dengan komitmen mewujudkan 'Indonesia yang Kita Cita-citakan'.
BACA JUGA: Temui Fadli Zon, Usamah: 528 Daerah Bakal Bergolak
Penegasan soal kebhinekaan, kata Taslim, karena seluruh elemen bangsa terusik oleh ulah segelintir orang yang tidak memahami perjalanan bangsa Indonesia. Padahal, Bhineka Tunggal Ika merupakan satu dari konsensus final dalam tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
“Berangkat dari kondisi kekinian yang meresahkan tersebut maka Alumni Kelompok Cipayung tergerak untuk menguatkan pemerintah bahwa negara dan seluruh elemen bangsa tidak boleh terkotak-kotak dan kalah karena ulah segelintir orang,” ujar Taslim melalui rilisnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PA GMNI Ahmad Basarah mengatakan kebijakan pemerintah akan membentuk Unit Kerja Presiden bidang Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP PIP) merupakan langkah konkrit dalam memantapkan kembali konsensus bernegara.
Alumni Kelompok Cipayung, kata Basarah, mendukung penuh langkah tersebut sebagai komitmen dalam mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Basarah juga menegaskan, fenomena belakangan ini tidak hanya dapat mengoyak sendi-sendi kerukunan hidup berbangsa dan bernegara. Namun, berpotensi menimbulkan degradasi sosial yang kontra-produktif bagi pemantapan integrasi sosial politik sebagai fondasi dalam mewujudkan pembangunan nasional.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Bertemu Jokowi, HMI Belum Putuskan Ikut Aksi 212
Redaktur & Reporter : Friederich