jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Provinsi Jambi Amaden mengatakan pengangkatan mereka menjadi PNS sudah diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2012. Dia merasa PP tersebut masih hidup sehingga bisa digunakan.
"PP Nomor 56 Tahun 2012 itu tetap digunakan pemerintah, meskipun sudah ada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Amaden kepada JPNN.com, Rabu (20/7).
BACA JUGA: Jelang Seleksi PPPK 2022, Regulasi Afirmasi untuk Honorer K2 dan Nakes Belum Terbit
Dia mencontohkan, pengangkatan PNS dari guru bantu DKI Jakarta pada April 2015. Amaden menduga pengangkatan pegawai non-ASN usia 35 tahun ke atas menjadi PNS juga rujukannya PP tersebut.
Dia menegaskan pemerintah selama ini hanya bersikap adil terhadap golongan tertentu. Contohnya, pengangkatan bidan desa PTT usia 35 tahun ke atas menjadi PNS. Kemudian pengangkatan PNS dari eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes seleksi calon aparatur sipil negara (CASN).
BACA JUGA: Honorer K2 Berharap Banyak kepada Mahfud MD, Semoga Terwujud
"Mengapa pemerintah sangat berat hati mengangkat honorer K2 menjadi CPNS," ujarnya.
Dia menyebutkan sampai saat ini jumlah honorer K2 yang tersisa sekitar 300 ribu orang. Dari jumlah tersebut sekitar 100 ribu guru, sisanya adalah tenaga teknis administrasi.
BACA JUGA: Wali Kota Mengeluhkan Anggaran, Bagaimana Nasib Guru Honorer Lulus PG?
Seharusnya kata Amaden, jika pemerintah punya itikad baik menyelesaikan honorer K2, sudah lama diangkat PNS. Bukan seperti sekarang, honorer K2 dalam suasana ketakutan karena terbitnya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE MenPAN-RB) tentang Status Pegawai Non-ASN di Instansi Pusat dan Daerah yang salah satu poinnya menghapus honorer.
"Aneh juga, belum diselesaikan semuanya, tetapi sudah mengeluarkan SE MenPAN-RB yang bikin daerah tega merumahkan ribuan honorer termasuk honorer K2," ucapnya.
Dia mengingatkan penyelesaikan honorer K2 lewat tiga mekanisme yang disepakati pemerintah dan DPR RI. Pertama, diikutsertakan dalam seleksi CPNS.
Kedua, diikutsertakan dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Ketiga, jika tidak lulus CPNS maupun PPPK, diserahkan kepada Pemda dengan pemberian gaji setara upah minimum regional (UMR).
"Kerjakan itu dulu, jangan tiba-tiba mengeluarkan SE MenPAN-RB yang menghapus honorer. Itu sangat melukai hati kami yang bekerja sudah lebih dari 17 tahun," pungkas Amaden. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad