jpnn.com, JAKARTA - Ketua Aliansi Masyarakat Antimafia Tambang Kabupaten Sumbawa Barat (Amanat KSB) Erry Satryawan mengatakan mediasi dengan pihak PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) bukan merupakan hasil akhir.
Menurut Erry, mediasi yang difasilitasi oleh Komnas HAM itu hanya salah satu dari beberapa tahapan proses dalam penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM oleh PT AMNT.
BACA JUGA: Amnesty Sarankan PT AMNT Ditutup sampai Kasus HAM Rampung
“Framing yang dibangun seolah perjuangan Amanat KSB sudah selesai, ya tentu salah kaprah. Perjuangan baru tuntas manakala hak-hak publik direalisasikan. Ini justru momentum bagi masyarakat KSB untuk mengawal bersama hak-hak yang selama ini abaikan,” tegas Erry dalam keterangan resminya pada Sabtu (29/7).
Erry meminta publik untuk tidak berasumsi bahwa keputusan terkait ada atau tidaknya pelanggaran HAM sudah diketuk dalam mediasi tersebut.
BACA JUGA: Begini Cara EMLI Hadapi Tantangan Penggunaan Biodiesel di Industri Pertambangan
Faktanya, kata dia, tidak ada poin yang mengatakan PT AMNT tidak melanggar HAM atau laporan Amanat KSB tidak terbukti.
“Kenapa ini saya perlu luruskan karena ini sebagai bentuk pembelajaran bagi semua agar sadar dan paham dengan pola dan mekanisme cara kerja di Komnas HAM,” katanya.
BACA JUGA: Korupsi Pertambangan Nikel di Konawe Utara Merugikan Negara Rp 5,7 Triliun, Wow
Dia mengatakan mediasi dilakukan karena memang diawali dengan adanya pengaduan oleh Amanat dan pengaduan itu diterima karena memenuhi syarat ini melanggar HAM.
“Kalau seandainya cuma perbuatan melawan hukum atau perselisihan hubungan industrial pasti aduan dari awal ditolak,” tegas Erry.
Erry melanjutkan klausul kesepakatan mediasi sebagaimana yang beredar adalah dalam rangka memperkuat posisi tawar masyarakat Sumbawa Barat agar memiliki pegangan.
Misalnya, terkait korban-korban PHK sepihak, alertlist black list atau istilah perusahaan reference check, roster kerja yang tidak manusiawi serta porsi tenaga kerja lokal dan upah minim yang mayoritas mengisi post-post buruh kasar dapat memperoleh keadilan.
“Karenanya mereka PT AMNT wajib melakukan review terhadap persoalan-persoalan di atas,” ujar Erry.
Selain itu, tidak adanya alokasi PPM beasiswa S1, S2 dan S3 bagi putra-putri masyarakat Sumbawa Barat yang menjadi salah satu poin kesepakatan yang kami dorong.
Mediasi ini, lanjut Erry, momentum bagi korban, masyarakat dan pemerintah daerah untuk bersatu dan mengawal semua persoalan yang selama ini diperjuangkan.
“Sebaiknya kita fokus untuk memastikan kesepakatan-kesepakatan ini segera dijalankan oleh PT AMNT. Kalau tidak, tentu kami akan mendorong tahapan berikutnya untuk dibentuk tim adhoc dan masuk ke ranah pembuktian,” tegas Erry.
Ke depan, lanjut Erry, Amanat KSB akan melayangkan surat ke pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat untuk memastikan teknis poin-poin dalam mediasi dapat dijalankan.
Misalnya bagaimana penanganan korban-korban ketengakerjaan. Kapan mereka akan dipanggil kembali untuk mengklarfikasi dan kemudian diberikan kesempatan bekerja kembali dan memperoleh hak-hak dasar sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
"Kalau perusahaan ada iktikad baik menjalankan poin-poin ini ya tentu kita bersyukur, tetapi kalau tidak ya tentu kami akan mendorong Komnas HAM masuk ketahapan pasca-mediasi dan pembuktian serta mengeluarkan rekomendasi secara kelembagaan," kata Erry.
Dia mengatakan hasil kesepakatan mediasi HAM mengikat secara hukum dan merupakan alat bukti yang sah. "Jika ada pihak yang tidak mematuhi kesepakatan mediasi maka dapat dimintakan ke Pengadilan Negeri untuk ditetapkan fiat eksekusi mediasi,” kata Erry Satriawan.
Untuk diketahui, mediasi antara Amanat KSB dan PT AMNT berlangsung pada 27 Juli 2023 di Sumbawa Barat.
Hadir dalam mediasi tersebut Senior Manager PT AMNT Ahmad Salim. Pihak Pemkab Sumbawa Barat dan perwakilan Kementerian ESDM juga ikut menyaksikan mediasi yang difasilitasi oleh Komnas HAM ini.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari