jpnn.com, JAKARTA - Gallery Amandari Batik bersama PLN menggelar acara bertajuk The Story of Batik: Legacy, Investment, and Diplomacy, pada Rabu, 4 Desember 2019 di Gran Mahakam Hotel, Jakarta Selatan. Acara ini digelar sebagai upaya pelestarian batik.
Ya, batik lebih dari sebuah kain. Batik merupakan warisan dari pikiran besar para leluhur yang menggambarkan kebijaksanaan sebagai pedoman tentang cinta, kesabaran, kedamaian, dan kehidupan.
BACA JUGA: Gusti Putri: Batik, Tenun dan Lurik Indonesia Sudah Kekinian
"Batik adalah karya produk yang menjadi ikon negara berskala nasional yang telah diakui dunia, sehingga kita wajib mengawal perkembangannya. Ada keindahan, keanggunan, dan komitmen untuk bercerita tentang kekayaan budaya kita lewat alur ulasannya,“ jelas Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PLN, Sripeni Inten Cahyani dalam keterangan resminya, Selasa (3/12).
Dikatakan, ada proses idealisme dalam membatik sebagai keagungan budaya bangsa Indonesia. Inilah legacy untuk generasi ke depan.
BACA JUGA: Puluhan Masyarakat Kulon Progo Ikuti Pelatihan Wirausaha Batik
"Untuk itu, kami menghadirkan suatu trasformasi yaitu mengajak kaum millenial yang budayanya adalah serbainstan, dapat tetap turut membatik dengan menggunakan kompor listrik dalam penggunaan dengan cantingnya yang efisiensinya bisa mencapai 63 persen,“ ujarnya.
Dalam acara ini akan ada dua sharing session. Pertama, untuk kalangan milenial di mana adanya transformasi dalam membatik. Kedua, tentang bagaimana membawa batik ke pasar global.
Batik sebagai jembatan komunikasi yang dipilih, demikian pemilik Gallery Amandari Batik, Uti Rahardjo, karena sudah melekat pada semua kalangan, sebutlah sosialita, pengusaha, pemerhati budaya maupun fashionpreneur dengan jaringan internasional.
"Kami mengundang mereka, yang concern dengan batik, dan fashionpreneur yang konsen dengan batik dan sudah berpengalaman di beberapa negara," ungkapnya.
Batik memiliki tiga unsur yang terangkum dalam tema besar acara tersebut, yakni legacy, investment, dan diplomacy.
Tidak hanya hasil budaya, tetapi dari hasil proses pembuatannya, batik juga harus bisa berinovasi dan bertransformasi sehingga bisa terus dilestarikan.
Dinamika dunia ini berubah sungguh cepat, di mana harus ada adaptasi yang harus dilakukan, sehingga bisa sesuai dengan zamannya. Namun, dia juga tidak ingin batik sekadar printing, karena masih ada idealisme batik itu harus dibatik secara tradisional.
"PLN memiliki visi dan misi yang ingin memelihara legacy. Legacy-nya PLN adalah membuat sesuatu lebih praktis, bersih, dan aman," kata Uti.
Alternatif atau transformasinya adalah membatik menggunakan dengan kompor listrik yang sepaket dengan canting listrik (elektrik). PLN memiliki alat inovasi membatik ini. Dan, terkait dengan canting elektrik ini, kelebihannya adalah pengrajin atau pembatik tidak perlu lagi untuk meniup cucuk canting sebelum menggoreskan motif. Alhasil, proses dalam pembuatan pola lebih cepat selesai.
Artinya, dengan alat yang inovatif tersebut, pengrajin tidak perlu lagi sibuk untuk mengecek tingkat panasnya. Sehingga pengrajin bisa lebih fokus membuat batik.
"Kalau lebih fokus, harapannya proses pembatikan bisa lebih cepat, dan secara ekonomis lebih naik," pungkas Uti. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad