Amandemen Kontrak Freeport, Harus Bangun Smelter di Papua

Kamis, 25 Desember 2014 – 12:37 WIB

jpnn.com - Pemerintah berencana mengamandemen kontrak PT Freeport Indonesia. Ada beberapa syarat yang akan dimasukkan untuk membuat pemerintah sejajar dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Mulai potensi penerimaan pajak yang ditingkatkan sampai kewajiban membangun fasilitas pemurnian (smelter) baru.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menegaskan, pemerintah menginginkan kesetaraan dalam amandemen kontrak PT Freeport. Kontrak Freeport akan berakhir pada 2021. Kalau pemerintah memutuskan untuk memperpanjang, itu harus dilakukan dua tahun sebelumnya.

BACA JUGA: PT Pos Indonesia Ikutan Miliki BSHB

Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan BKPM kemarin menggelar pertemuan untuk membahas amandemen kontrak. ’’Terkait dengan investasi, jadi yang kita lihat adalah kesetaraan dari pemerintah terhadap investor,’’ ujar Franky.

Dalam amandemen nanti, lanjut dia, pemerintah ingin PT Freeport lebih memperbanyak lokal konten. Termasuk soal pembangunan smelter-smelter lainnya. Poin penting lainnya adalah pendapatan negara supaya meningkat. BKPM, kata Franky, memberikan masukan terbaik untuk kerja sama itu. ’’Ini kaitannya dengan pertambangan, harus ada manfaat untuk masyarakat sekitar dan negara,’’ imbuhnya.

BACA JUGA: Enam Negara Diduga Dumping Baja

Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R. Sukhyar menambahkan, saat ini memang ada pekerjaan rumah terkait penerimaan negara. Sektor itu perlu mendapat perhatian khusus supaya memberikan keuntungan bagi Indonesia.

Sukhyar juga meminta Freeport untuk membangun smelter baru selain di Gresik. Lokasi yang diminta adalah Papua, tempat eksplorasi itu dilakukan saat ini. Tenggat yang diberikan pemerintah adalah 2020. Untuk kapasitas, dia menyerahkan sepenuhnya kepada Freeport.

BACA JUGA: Usulan Hapus Premium Dinilai Belum Lewat Kajian Matang

’’Untuk investasi smelter mungkin sekitar USD 1,5 miliar,’’ tuturnya. Sedangkan untuk smelter di Gresik, pemerintah memberikan tenggat hingga 2017. Namun, dia menyebut program pembangunannya masih belum berjalan signifikan. Menurut dia, Menteri ESDM Sudirman Said berpesan agar Freeport memiliki real management, bukan shadow management.

’’Keputusan ada di Amerika, tapi ada perwakilan dari Indonesia untuk manajemen, membela kepentingan negara. Jadi, nanti direksi dan komisaris bisa komunikasi dengan stakeholder secara objektif dan memecahkan masalah,’’ ungkapnya.

Selain itu, pemerintah menekan Freeport untuk bisa menggunakan lokal konten minimal 5 persen per tahun. Menurut Sukhyar, dari lokal expenditure sekitar 69 persen, lokal kontennya tidak sampai 40 persen. Soal keselamatan kerja juga bakal diaudit karena selama ini tidak pernah dibicarakan dengan baik. (dim/c10/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... APBN Perubahan 2015 Lebih Pesimistis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler