jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menyoroti berbagai hal setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus aturan ambang batas pencalonan Presiden RI atau Presidential Threshold (PT).
Karyono menyebut putusan MK yang menghapus ketentuan PT bisa menghadirkan banyak kandidat dalam pilpres yang berpotensi membebankan anggaran.
BACA JUGA: Merespons Putusan MK Tentang PT Nol Persen, Sultan Wacanakan Capres Independen
"Dengan banyaknya calon presiden tentu biaya pemilu akan bertambah besar," dia melalui layanan pesan, Minggu (5/1).
Menurut Karyono, banyaknya kandidat dalam pilpres memunculkan potensi kontestasi dilaksanakan dua putaran seperti tertuang dalam Pasal 159 Ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu.
BACA JUGA: Patuhi Aturan Pajak Terbaru, INDODAX Berharap Kripto Dikecualikan dari PPN
"Potensi pilpres dua putaran justru sangat besar jika persyaratan calon terpilih tidak berubah," kata dia.
Karyono juga menyebut putusan MK yang menghapus ketentuan PT membuat beban penyelenggara pemilu meningkat.
BACA JUGA: Biaya Pemilihan di 2024 Membengkak, Perlu Evaluasi Sistem Pemilu
"Jika tidak diantisipasi maka menimbulkan tragedi seperti yang terjadi pada pemilu 2019, banyak korban meninggal dunia sakit karena kelelahan," lanjut dia.
Permasalahan dalam pemilu sebenarnya soal cara-cara inkonstitusional meraih kemenangan dengan budaya politik transaksional dan menghalalkan segala cara.
Namun, kata Karyono, masalah tadi tidak selesai hanya dengan menghadirkan banyak capres pada setiap kontestasi.
"Banyaknya calon presiden alternatif belum tentu menghasilkan pemilu dan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas," ujar dia.
Sebelumnya, MK menghapus aturan tentang syarat ambang batas partai dalam mengusung Presiden dan Wapres RI atau PT sebesar 20 persen.
Hal demikian tertuang saat MK memutuskan sidang gugatan bernomor 62/PUU-XXII/2024 dengan Enika Maya Oktavia selalu pemohon, Kamis (1/2).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam persidangan, Kamis.
Diketahui, ketentuan PT 20 persen tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
MK, kata Suhartoyo, menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Suhartoyo.
MK dalam pertimbangannya juga menilai aturan PT bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, serta melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan.
"Rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapa pun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” terang Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum perkara bernomor 62/PUU-XXII/2024.(ast/jpnn)
Redaktur : Yessy Artada
Reporter : Aristo Setiawan