Ambil Alih Inalum Harga Mati!

Kamis, 17 Maret 2011 – 09:15 WIB

JAKARTA -- Sikap Menteri BUMN Mustafa Abubakar yang merasa sungkan melakukan negosiasi kontrak Inalum di saat Jepang sedang sibuk memikirkan tsunami, disesalkan anggota Komisi VI DPR Nasril BaharMenurut politisi dari PAN ini, mestinya antara masalah bisnis government to government (g to g), dipisahkan dengan masalah musibah tsunami itu.

"Ini masalah bisnis yang sudah cukup lama

BACA JUGA: Ekspor Ke Jepang Terganggu

NAA (Nippon Asahan Alumminium) sudah 30 tahun
Kita sudah lama menunggu pengambilalihan Inalum," tegas Nasril Bahar kepada JPNN.

Saat dimintai tanggapan kemungkinan kontrak NAA diperpanjang lantaran merasa kasihan dengan Jepang yang perekonomiannya terpukul akibat gempa-tsunami, Nasril balik mengatakan, rakyat Indonesia terutama di Sumut, juga perlu dikasihani.  Saat terjadi krisis energi listrik, bantuan pasokan listrik dari Inalum diberikan toh harus melalui desakan

BACA JUGA: Bank Dunia Naikkan Proyeksi Pertumbuhan RI

"Dan tidak menyelesaikan persoalan krisis energi
Daripada kita mengulang masalah, sudahlah, pengambilalihan adalah harga mati," tegas anggota komisi yang membidangi masalah BUMN itu.

Nasril bahkan tidak tertarik membicarakan soal proses negosiasi antara NAA dengan tim nego yang dibentuk pemerintah.  Mau lambat atau cepat, lanjutnya, yang terpenting hasil akhirnya adalah memutus kontrak dan Inalum 100 persen diurus oleh anak bangsa sendiri.

Komisi VI DPR, lanjutnya, akan segera memanggil tim nego usai reses, sekitar Mei 2011, untuk diingatkan agar tidak terpengaruh dengan janji-janji NAA saat proses nego

BACA JUGA: Pemda Dianggap Abaikan Perumahan Warga Miskin

Jika NAA janji mampu meningkatkan produksi hingga dua kali lipat, dari 250 ribu ton menjadi 500 ribu ton per tahun, "Kita sendiri pun mampu."

Alasannya, produksi bauksit dalam negeri bakal melimpah, menyusul beroperasinya anak perusahaan PT Aneka Tambang(Antam) Tbk, yakni Indonesia Chemical Alumina(ICA), di  Tayan, Kalimatan BaratBauksit merupakan bahan pembuatan alumina, yang menjadi bahan dasar alumunium"Alumina kita cukup," ujarnya.

Dikatakan Nasril, mestinya untuk saat ini tidak lagi bicara mengenai proses negoYang perlu dibahas sejak sekarang ada bagaimana dan pihak mana saja yang akan dilibatkan dalam pengelolaan Inalum pasca 2013.

"Apakah oleh BUMN, atau dibentuk BUMN baru, bagaimana pola kerjasama dengan pemprov dan pemkab yang ada di sekitar Danau TobaKalau masih bicara soal proses nego, buat apaPengambilalihan itu harga mati," tegasnya.

Seperti diberitakan, Menteri BUMN Mustafa Abubakar terang-terangan menyatakan sungkan bila membicarakan Inalum di saat Jepang sedang dilanda duka mendalam.

Seperti diketahui, masa berlakunya masa berlaku Build, Operate and Transfer (BOT) Inalum akan berakhir 2013.  Tiga tahun sebelum kontrak habis, sesuai perjanjian, kedua pihak harus bernegosiasi apakah kontrak berlanjut atau diputusMeski pemerintah sudah menegaskan tidak akan memperpanjang kontrak NAA, namun proses nego tetap harus dilakukan, dengan acuan proposal yang diajukan pihak NAA.

Dalam beberapa kesempatan, Mustafa mengatakan, perbankan plat merah siap mengambil alih saham NAA, yang besarnya 58,9 persenDana yang dibutuhkan sekitar 720 juta dolar AS.

Dijelaskan, ada dua opsi pengelolaan Inalum, yakni menjadikannya sebagai BUMN baru atau menjadi anak perusahaan BUMNMustafa juga mengatakan, sejumlah BUMN akan dilibatkan mengelola Inalum ke depan, yakni PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Danareksa Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT Aneka Tambang (Antam)(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Demand Apartemen di Surabaya Tinggi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler