jpnn.com, PALU - Dugaan penyalahgunaan Peraturan Gubernur Sulteng nomor 10 tahun 2017 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa, terjadi di SMA 2 Palu.
Pasalnya, oleh SMA 2 Palu, Pergub ini dijadikan acuan untuk meminta biaya kepada siswa yang hendak mengambil Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU).
BACA JUGA: Pasha Ungu Bikin Para PNS Perempuan Histeris
Yang dinilai menyalahi, karena SMA yang terletak di Jalan Tanjung Dako ini membebankan biaya kepada siswa dihitung dari akumulasi beberapa bulan sebelumnya padahal Pergub tersebut disahkan pada bulan Maret 2017.
Menurut salah satu orang tua siswa yang tidak ingin namanya ditulis di medua, saat anaknya yang baru lulus dari SMA 2 itu hendak mengambil Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU), pihak sekolah meminta biaya yang jumlahnya cukup besar.
BACA JUGA: Nyanyi Lagi, Pasha Didesak Mengundurkan Diri
“Yang diminta sebesar Rp750 ribu. Saya juga kaget dapat kabar ada biaya seperti itu,” ungkap sumber kepada Radar Sulteng (Jawa Pos Group).
Tak terima dengan informasi yang didapatkan dari anaknya itu, dia lantas ke Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sulteng untuk mempertanyakan langsung dengan Kepala Dinas Pendidikan.
BACA JUGA: Pasha Dikabarkan Nyanyi Lagi, Dibilang Langgar UU
Hasil pertemuan dengan Kadis tersebut yang kemudian disampaikan kepada pihak sekolah hingga pihak sekolah memberikan dispensasi, yakni uang tersebut boleh dibayarkan di kemudian hari jika sudah memiliki dana.
“Pihak sekolah beri dispensasi. Boleh ambil SKHU, dan pembayarannya nanti sudah ada dananya,” terangnya.
Padahal kata dia, sesuai Pergub yang diketahuinya, biaya bulanan hanya sekitar Rp 80 ribuan. Menurutnya jika sampai Rp750 ribu, berarti pihak sekolah menghitung dengan bulan-bulan sebelumnya.
“Jika jumlahnya sebanyak itu, berarti mereka hitungnya dari bulan-bulan yang lalu,” tandasnya.
Dikonfirmasi Kamis malam, Kepala SMA 2 Palu, Edy Siswanto mengatakan belum mengetahui secara pasti soal kejadian tersebut.
"Saya baru tadi (kemarin, red) antar SK dari Gubernur ke sekolah. Jadi belum tahu soal itu. Langsung ke Ibu Badrah (Kepsek sebelumnya, red) saja," ucapnya.
Sementara itu, Kepala SMA 2 sebelumnya, Badrah Lahay, membenarkan adanya komplain dari orang tua murid terkait biaya yang dibebankan tersebut. Namun lanjut Badrah terkait hal tersebut sudah dijelaskan secara langsung kepada orang tua yang bersangkutan.
"Tadi, bendahara sudah jelaskan. Kami tidak meminta pungutan dari bulan-bulan sebelumnya. Namun anak dari Bapak tersebut masih ada tunggakan 2 bulan. Sebelum adanya larangan pungutan oleh Perwali. Selain itu, setelah diterapkankannya Pergub, maka juga ada biaya setiap bulannya sekitar Rp 84 ribu. Itu dilunasi hingga bulan Juni karena tahun ajaran berakhir bulan Juni," terang Badrah.
Terkait yang 2 bulan sebelum ada pelarangan itu, kata Badrah juga disepakati orang tua murid melalui rapat komite yang jumlahnya Rp 150 ribu per bulan.
"Tapi kami juga tidak memaksa. Makanya SKHU-nya tadi tetap diberikan," imbuhnya.
Badrah juga menjelaskan bahwa pihak sekolah jadi serba salah dengan keadaan seperti ini. Di satu sisi, pihak sekolah harus memenuhi kebutuhan seperti kertas dan lain-lain, namun masih saja ada yang komplain dengan hal seperti itu.
Bahkan Badrah mengungkapkan sekolah sudah memiliki hutang. Sekali pun demikian, menurutnya pihaknya tidak pernah memaksakan orang tua siswa untuk membayar.
Badrah juga menegaskan tidak memungut biaya sepeser pun kepada siswa yang tergolong kurang mampu.
"Di sekolah ada sekitar 280 siswa yang kami bebaskan karena memang kurang mampu. Kami juga tidak memaksa. Tinggal kesadaran dari orang tua saja. Kami juga di sekolah jadi serba salah. Saya juga sudah tegaskan ke bendahara, jangan menahan apapun yang berkaitan dengan administrasi, jika berkaitan dengan persoalan pembayaran," tutupnya. (saf)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duh, Ada Pungutan untuk UNBK
Redaktur & Reporter : Soetomo