jpnn.com, PUTRAJAYA - Pemerintah Federal Malaysia memberikan hak kepada Pemerintah Negara Bagian Sarawak untuk menentukan definisi pribumi sendiri, tidak lagi terikat oleh definisi yang ditetapkan pemerintah pusat.
Kewenangan anyar ini lahir dari amendemen undang-undang dasar alias konstitusi Malaysia yang dilakukan bulan lalu.
BACA JUGA: Bikin Malu, Netizen Indonesia Lontarkan Kalimat Rasis kepada Wilfried Zaha
"Perubahan Pasal 161A ayat (6) dan (7) Konstitusi Federal menetapkan bahwa ras yang dihitung sebagai ras asli untuk Sarawak adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Negara Bagian," kata Menteri di Departemen Parlemen dan Hukum Kantor Perdana Menteri Dr. Haji Wan Junaidi di Kuala Lumpur, Jumat.
Oleh karena itu, kata dia, melalui amandemen ini definisi ras pribumi di Sarawak tidak lagi tunduk pada ketentuan Konstitusi Federal dan dapat sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Negara Bagian Sarawak melalui Undang-Undang Negara Bagian Sarawak sendiri.
BACA JUGA: Instagram Rilis Fitur untuk Mencegah Komentar Kasar dan Rasis
Wan Junaidi menyatakan bahwa amendemen telah disetujui Raja Sultan Abdullah pada 19 Januari 2022.
Selanjutnya RUU tersebut dikukuhkan sebagai Undang-Undang Perubahan, yaitu Undang-Undang Dasar (Amandemen) 2022 [UU A1642] pada tanggal 25 Januari 2022.
BACA JUGA: PM Jacinta Ardern Minta Maaf atas Tindakan Rasis Polisi New Zealand Tahun 1970-an
"Berdasarkan ayat 1 (2) UU A1642, Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan oleh Yang di-Pertuan Agong. Dalam hal ini, Yang di-Pertuan Agong telah menyetujui Undang-undang A1642 mulai berlaku pada 11 Februari 2022," katanya.
Wan Junaidi menginformasikan bahwa undang-undang ini mencakup amandemen Pasal 1 (2), 160 (2) dan 161A (6) dan (7) Konstitusi Federal dan merupakan komitmen Pemerintah terhadap Perjanjian Malaysia 1963 (MA63).
Usulan ini disahkan di Dewan Rakyat pada 14 Desember 2021 dengan dukungan dua pertiga mayoritas (199 anggota) dan Senat dengan dukungan 49 anggota pada 23 Desember 2021.
Wan Junaidi menyatakan bahwa penegakan UU A1642 adalah satu komitmen Pemerintah Federal pada Perjanjian Malaysia 1963
(MA63).
"UU ini sangat penting dan merupakan 'kabar baik' yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Sabah dan Sarawak dimana amandemen ayat (2) Pasal 1 dan ayat (2) Pasal 160 Konstitusi Federal ini untuk lebih memperjelas posisi negara bagian di Malaysia sesuai dengan pasal-pasal yang tersurat dan tersirat dalam Perjanjian Malaysia 1963," katanya.
Seperti diketahui, Malaysia adalah satu dari segelintir negara di dunia yang menjadikan diskriminasi ras dan agama sebagai bagian dari konstitusi negara.
Perlembagaan Persekutuan Malaysia, nama resmi undang-undang dasar Negeri Jiran, memberi berbagai keistimewaan kepada mayoritas Melayu serta pribumi Sabah dan Serawak
Keistimewaan tersebut antara lain, jatah pekerjaan di kantor pemerintahan/pelayanan publik, beasiswa federal, jatah kursi di lembaga pendidikan tinggi, serta izin untuk melakukan bisnis apa pun yanng dinyatakan legal oleh pemerintah Federal.
Selain itu, Konstitusi Malaysia juga mengatur kriteria orang Melayu yang diakui negara yakni, beragama Islam, pengguna bahasa Melayu, dan menjalankan adat istiadat Melayu.
Artinya, orang Melayu tulen yang menganut agama selain Islam tidak dianggap sebagai bagian dari etnis tersebut. Tentu saja mereka tidak berhak menikmati hak istimewa seperti para Melayu muslim.
Mengenai Sabah dan Sarawak, wilayah di utara Pulau Kalimantan itu memiliki demografi yang berbeda dengan daratan Malaysia lainnya.
Bukan Melayu, tetapi berbagai suku asli Kalimantan seperti Dayak, Kadazan, dan Dusun adalah mayoritas di kedua negara bagian tersebut dan berhak menikmati hak istimewa yang diberikan konstitusi.
Selain tiga kelompok penerima hak istimewa tersebut, etnis Tionghoa, India, dan beberapa suku asal Indonesia seperti Jawa dan Bugis juga jadi bagian populasi Malaysia. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil