jpnn.com, JAKARTA - Amerika Serikat dan Indonesia bekerja sama mengkaji penggunaan teknologi reaktor modular kecil (SMR) pada pembangkit tenaga listrik nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat (Kalbar) yang nantinya menjadi salah satu sumber energi bersih alternatif di dalam negeri.
Dua negara mengumumkan kemitraan itu pada acara Forum Bisnis Kamar Dagang dan Industri Indo-Pasifik di Nusa Dua, Bali, Sabtu.
BACA JUGA: Rusia Siap Membangun PLTN Pertama di Arab Saudi
Wakil Asisten Utama Menteri Luar Negeri AS untuk Keamanan Internasional dan Non-proliferasi Ann K. Gazer saat jumpa pers di Bali, Sabtu, menyampaikan negaranya melalui Badan Perdagangan dan Pembangunan AS (USTDA) bakal memberi pendampingan kepada Indonesia untuk membuat studi kelayakan penggunaan teknologi SMR.
Dari pihak Indonesia, Indonesia Power, yang merupakan anak perusahaan PT PLN (Persero), diberi tanggung jawab untuk membuat studi kelayakan tersebut.
BACA JUGA: Antisipasi Serangan, Rusia Bangun Kubah Pelindung di PLTN Terbesar Eropa
Indonesia Power nantinya bekerja sama dengan perusahaan AS NuScale OVS LLC yang berpusat di Oregon, AS, dan perusahaan Jepang JGC Corporation.
“SMR, small modular reactor, merupakan teknologi baru yang didesain untuk lebih aman, dan minim risiko, dan ini dapat menjadi sumber energi utama yang mampu mendukung misi dekarbonisasi dan energi bersih,” kata Ann K. Gazer kepada media.
BACA JUGA: Pakar Minta Pembangunan PLTN di Indonesia Harus Dipertimbangkan Lagi, Ini Alasannya
Studi kelayakan penggunaan SMR itu nantinya berlangsung di Kalimantan Barat. AS dan Indonesia akan bekerja sama membuat rencana pemilihan lokasi, desain pembangkit listrik, sistem interkoneksi, penilaian awal terhadap dampak lingkungan dan sosial (AMDAL), penilaian risiko, perkiraan biaya, dan tinjauan terhadap regulasi/perizinan.
Jika studi itu menilai SMR layak diterapkan di Indonesia, NuScale mengusulkan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir berkapasitas 462 megawatt di Kalimantan Barat.
Ann K. Gazer menyebut studi kelayakan itu paling lama rampung dalam waktu 18 bulan, tetapi itu bergantung pada temuan para ahli di lapangan.
“Hari ini, salah satu pejabat Pemerintah Indonesia menyampaikan kepada saya bahwa studi kelayakan ini akan selesai dalam waktu delapan bulan. Dia memasang target yang ambisius, jadi kemungkinan itu akan rampung dalam rentang waktu tersebut,” kata Gazer menjawab pertanyaan ANTARA.
Dalam sesi jumpa pers yang sama, Gazer menyampaikan ia sengaja datang langsung ke Bali mewakili Pemerintah AS untuk memberi jaminan SMR merupakan teknologi yang aman digunakan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
“SMR memang teknologi baru, tetapi itu hasil dari penelitian dan pengembangan energi nuklir para ahli di AS selama 65 tahun,” kata pejabat AS itu.
Ia lanjut menjelaskan NuScale, perusahaan AS yang terlibat dalam kerja sama pembuatan studi kelayakan di Indonesia, telah menyempurnakan teknologinya untuk mencegah adanya bencana nuklir seperti yang terjadi di Fukushima, Jepang.
“Teknologi baru ini dapat beroperasi tanpa operator. Kami di Amerika Serikat memiliki standar tertinggi untuk keamanan, keselamatan, dan nonproliferasi, khususnya dalam desain teknolologi nuklir ini,” kata Ann K. Gazer.
Oleh karena itu, dia menjamin SMR ini teknologi yang lebih aman dan lebih minim risiko daripada teknologi sebelumnya untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
“Barangkali ada yang bertanya, mengapa pejabat bidang keamanan dan nonproliferasi yang datang menghadiri acara ini, karena saya mewakili Pemerintah AS ingin menjamin langsung keamanan dari teknologi ini,” kata dia.
Dalam laman resmi Kedutaan Besar AS untuk Indonesia, Pemerintah AS menjelaskan SMR dapat menjadi sumber energi bersih yang andal, dan dapat membangkitkan listrik selama 24 jam.
SMR juga dirancang untuk tahan cuaca ekstrem, guncangan gempa, dan getaran dari aktivitas seismik lainnya.
Dalam kerja sama itu, AS juga menyalurkan bantuan dana baru sebesar Rp15,4 miliar atau setara satu juta dolar AS untuk Indonesia membentuk regulasi dan aturan perizinan penggunaan tenaga nuklir, serta meningkatkan kompetensi sumber daya manusia.
Dana tersebut merupakan bagian dari Program Infrastruktur Dasar Departemen Luar Negeri AS untuk Penggunaan Teknologi SMR yang Bertanggung Jawab (FIRST).
Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Y. Kim menyampaikan kerja sama studi kelayakan itu merupakan wujud dari kemitraan strategis Indonesia dan Amerika Serikat.
“Pengumuman hari ini tentang kemitraan strategis untuk membantu Indonesia mengembangkan program energi bersih nuklir reaktor modular kecil, dan yang menjadi hasil utama di bawah Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global, merupakan tonggak penting dalam upaya Indonesia mencapai tujuan iklimnya dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Dubes Kim. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif