Amerika Kembali Jadi Polisi Dunia, Rezim Erdogan Sasaran Selanjutnya

Kamis, 11 Februari 2021 – 14:41 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP

jpnn.com, WASHINGTON DC - Joe Biden tampaknya benar-benar bertekad mengembalikan pamor Amerika Serikat sebagai polisi dunia, peran yang ditinggalkan selama era kepresiden Donald Trump.

Setelah junta militer Myanamar, rezim Recep Tayyip Erdogan di Turki jadi sasaran terbaru Negeri Paman Sam.

BACA JUGA: Ekonomi Turki Belum Pulih dari Krisis, Erdogan Malah Ngebet Kirim Astronot ke Bulan

Kemarin, Rabu (10/2), Amerika Serikat menyampaikan permintaan resmi kepada Turki untuk segera membebaskan Osman Kavala. Aktivis hak asasi manusia dan dermawan itu telah ditahan selama lebih dari tiga tahun tanpa hukuman.

"Tuduhan khusus terhadap Kavala, penahanannya yang sedang berlangsung, dan penundaan yang terus menerus dalam penyelesaian persidangannya, termasuk melalui penggabungan kasus-kasus terhadapnya, merusak rasa hormat terhadap supremasi hukum dan demokrasi," kata Departemen Luar Negeri AS.

BACA JUGA: Info dari Erdogan: 10 Juta Dosis Vaksin Sinovac Tiongkok Masuk Turki Akhir Pekan Ini

Pada tahun lalu, Kavala sebenarnya sudah dibebaskan dari dakwaan terkait protes anti pemerintah 2013 silam. Namun, rezim Erdogan tak lama kemudian kembali menangkapnya atas tuduhan terlibat kudeta 2016.

Pengadilan banding kemudian membatalkan pembebasannya dari tuduhan protes 2013.

BACA JUGA: Gegara Cinta Ulama, Ratusan Warga Turki Ditangkap Rezim Erdogan

Pengadilan Turki pada Jumat pekan lalu memutuskan untuk menggabungkan dua kasus yang luar biasa dan menolak permintaan Kavala untuk dibebaskan.

Kavala dituduh oleh Turki bekerja sama dengan Henri Barkey, seorang sarjana Turki terkemuka yang berbasis di Amerika Serikat (AS), dan kedua tokoh tersebut dituduh mencoba menggulingkan tatanan konstitusional.

Menurut salah satu dakwaan, Barkey memiliki hubungan dengan jaringan ulama Muslim Turki yang berbasis di AS, Fethullah Gulen, yang menurut Ankara telah mengatur upaya kudeta tersebut. Gulen menyangkal keterlibatannya dan Barkey mengatakan tuduhan itu adalah "benar-benar rekayasa".

"Kami juga prihatin warga AS, Dr. Henri Barkey, dimasukkan dalam proses pengadilan yang tidak beralasan ini. Kami yakin dakwaan terhadap Dr. Barkey tidak berdasar," kata Deplu AS, Rabu.

Deplu AS mendesak Turki mematuhi keputusan Pengadilan HAM Eropa pada akhir 2019 bahwa Kavala harus dibebaskan. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler