jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah harus bergerak cepat dalam penyelamatan PT Garuda Indonesia agar tidak terperosok lebih dalam.
Dua langkah yang harus dilakukan adalah audit investigasi dan restrukturisasi utang melalui renegosiasi dengan lessor atau perusahaan yang menyewakan pesawat.
BACA JUGA: Martin: Kalau Tidak Tegas, Nasib Garuda Indonesia Bisa Seperti Maskapai Merpati
Hal itu disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak, Selasa (22/6/2021) menanggapi polemik pilihan opsi penyelamatan Garuda dari empat opsi yang disodorkan pemerintah.
Utang perseroan yang kini mencapai Rp 70 triliun dan diperkirakan bertambah Rp 1 triliun setiap bulannya, akan membuat Garuda Indonesia sulit bertahan jika strategi penyelamatannya dibiarkan berlarut-larut.
BACA JUGA: Soal Penyelamatan Maskapai Garuda, Komisi VI Buka Opsi Audit Investigasi
“Menteri Erick (Menteri BUMN) harus bergerak cepat dan tidak ragu membentuk tim restrukturisasi andal dan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi Garuda,” tegas Amin Ak.
Menurut Amin, utang jumbo yang melilit Garuda Indonesia diduga kuat akibat mark up, baik harga maupun jumlah pesawat dalam proses pengadaan armada pesawat di maskapai pelat merah tersebut.
BACA JUGA: Garuda Indonesia Terancam Bangkrut, Andre Singgung Utang Masa Lalu
Seperti dituturkan Direksi Garuda dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021) biaya sewa pesawat Garuda itu dua kali lebih mahal dari biaya standarnya.
“Saya mendesak agar ada konsekuensi hukum atas dugaan mark up yang dilakukan manajemen Garuda di era-era sebelumnya. Oleh karena itu, BPK harus melakukan audit investigasi secara independen dan profesional untuk menemukan masalah yang melilit Garuda,” ujar politikus PKS ini.
Konsekuensi hukum terhadap manajemen lama harus ditegakkan karena akibat moral hazard yang dilakukan sangat merugikan negara dan membuat Garuda sebagai maskapai kebanggaan nasional didera masalah seperti sekarang.
“Harus ada efek jera terhadap manajemen BUMN-BUMN lain di masa lalu dan juga menjadi peringatan bagi manajemen BUMN di masa yang akan datang,” tegas Amin.
Selain manajemen lama Garuda, kata Amin, sanksi juga harus diberlakukan kepada Akuntan Publik jika terbukti telah bermain mata atau melanggar kode etik dalam proses audit. Termasuk sanksinya dimasukkan dalam daftar hitam auditor bermasalah.
Sementara itu, terkait restrukturisasi dan menegosiasi ulang, manajemen Garuda saat ini memang berhasil menegosiasi biaya sewa sebesar 30 persen-nya sehingga ada penghematan US $11 juta per bulan, namun itu belum cukup.
Negosiasi juga perlu dilakukan terkait jumlah pesawat yang disewa, dari jumlah 142 pesawat yang ada, dengan kondisi market size atau kapasitas penumpang saat ini hanya diperlukan 41 pesawat saja.
“Harus ada renegosiasi. Ini kan konyol karena Garuda harus berdarah-darah untuk membiayai 101 pesawat yang sebetulnya tidak dibutuhkan, baik biaya sewa maupun perawatannya,” ujar Amin.
Perampingan jumlah pesawat sangat mendesak agar Garuda tidak terus-menerus dibebani utang akibat biaya sewa maupun denda yang harus dibayarkan.
Amin pun menyarankan agar perampingan tetap dipertahankan dalam beberapa tahun ke depan meski market size sudah mulai normal agar Garuda memperoleh windfall dari efisiensi yang dilakukan untuk memulihkan kondisi keuangannya.(fri/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Friederich