jpnn.com, COLOMBO - Pemerintah Sri Lanka menetapkan status darurat nasional selama sepuluh hari, Selasa (6/3). Penyebabnya, konflik antara umat Buddha dan Islam yang pecah sejak Senin (5/3) lalu.
BACA JUGA: Guru Agama di Inggris Rekrut Anak-Anak untuk Meneror London
Dengan status tersebut, tentara bisa ditempatkan di wilayah-wilayah sipil yang dianggap rawan. Mereka juga diberi kewenangan menangkap siapa saja yang dianggap terlibat kekerasan.
Pemerintah berharap pengamanan tersebut bisa meredam kekerasan yang terjadi baru-baru ini. ”Ada kekhawatiran kekerasan komunal akan menyebar,” ujar Menteri Koeksistensi Sri Lanka Mano Ganesan tentang alasan pemerintah menerapkan status darurat nasional.
BACA JUGA: Ledakan Besar, Apartemen Empat Lantai Kolaps
Pemerintah Sri Lanka tidak ingin mengulang sejarah kelam. Pada Juni 2014, juga terjadi konflik serupa antara warga muslim dan umat Buddha di Kota Aluthgama, Beruwala, dan Dharga.
Saat itu, 4 orang tewas dan 80 lainnya luka-luka. Ratusan rumah, toko-toko, pabrik, masjid, dan rumah jompo dibakar. Imbasnya, sekitar 10 ribu orang harus kehilangan tempat tinggal.
BACA JUGA: Dua Bulan Lagi, Guatemala Pindahkan Kedubes ke Yerusalem
Reuters melaporkan bahwa ketegangan terbaru antara umat Buddha dan Islam terasa sejak tahun lalu. Saat itu, kelompok Buddha garis keras menuding warga muslim memaksa orang untuk masuk Islam dan mencoret-coret situs arkeologi Buddha.
Situasi kian panas setelah seorang pengemudi truk dari komunitas Buddha Sinhala di Distrik Kandy tewas dan dimakamkan Minggu (4/3).
Beberapa hari sebelum kematiannya, si sopir itu bentrok dengan empat warga muslim di Kota Digana, Distrik Kandy. Belum diketahui dengan pasti penyebab bentrokan tersebut.
Sehari setelah pemakaman, sekelompok warga Buddha Sinhala menyerang toko-toko milik umat Islam. Pada hari yang sama, pemerintah langsung memberlakukan jam malam di dua kota di Distrik Kandy serta menempatkan pasukan militer dan satuan khusus kepolisian di wilayah tersebut.
Namun, kemarin pagi ditemukan jenazah remaja muslim di dalam sebuah rumah yang terbakar. Kekhawatiran meluasnya insiden setelah temuan tersebut kian besar.
Terlebih beberapa orang memprovokasi untuk melakukan kekerasan lewat Facebook. Juru Bicara Pemerintah Sri Lanka Dayasiri Jayasekara menegaskan bahwa mereka akan menindak tegas siapa saja yang berupaya menyulut keributan. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
”Kekerasan yang terjadi tampaknya dilakukan secara sistematis dan terorganisasi,” terang Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickramsinghe.
Pemerintah berjanji menindak para pelaku. Beberapa pengamat menuding organisasi Buddha garis keras Bodu Bala Sena (BBS) sebagai dalang di balik insiden tersebut.
Di negara yang berpenduduk 21 juta jiwa itu, sekitar 70–75 persennya adalah umat Buddha Sinhala. Umat Islam hanya 10 persen dan sekitar 13 persen lainnya adalah umat Hindu.
Pengamat masalah Sri Lanka dari International Crisis Group Alan Keenan mengungkapkan bahwa kelompok Buddha radikal menyerang warga muslim secara signifikan dan berkala sejak 2012. Serangan itu terus meningkat mulai April lalu.
”Alasan utama serangan itu adalah perasaan mayoritas orang Sinhala dan Buddha bahwa Sri Lanka adalah tanah mereka. Sedangkan komunitas lainnya, yaitu muslim dan Tamil, ada karena mereka memberi izin untuk tinggal,” terang Keenan. (sha/c6/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow! Belanja Militer Tiongkok Lebih Gede dari APBN Indonesia
Redaktur & Reporter : Adil