jpnn.com, WASHINGTON - Desember lalu dalam sidang Majelis Umum PBB yang membahas deklarasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Amerika Serikat (AS), Guatemala menjadi satu dari sembilan negara yang ikut memberikan dukungan.
Tak berhenti di sana, dalam dua bulan ke depan negara di Amerika Tengah tersebut akan memindahkan kedutaan besar (kedubes) dari Kota Tel Aviv ke Yerusalem.
BACA JUGA: Xi Jinping Presiden Abadi, Donald Trump Iri
”Saya berterima kasih kepada Presiden (Donald) Trump karena sudah membukakan pintu. Keputusan yang sungguh berani itu membuat kami juga berani mengambil langkah yang benar,” kata Presiden Guatemala Jimmy Morales dalam konferensi tahunan American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (4/3).
Sebenarnya, menurut Morales, keputusan itu diambil sejak Februari. Tepatnya, dua hari setelah Washington mengumumkan bahwa mereka akan memindahkan kedutaan besar (kedubes) ke Yerusalem pada Mei.
BACA JUGA: Ck Ck..Gedung Putih Amburadul Banget di Era Trump
Awalnya, AS hendak boyongan pada 2019 sebagaimana disampaikan Wakil Presiden Mike Pence pada Januari. Tapi, tiba-tiba Washington berubah pikiran dan mempercepat pemindahan kedubesnya.
Percepatan pemindahan itu membuat Guatemala semakin mantap mengikuti keputusan Trump. Bahkan, Guatemala ikut merealisasikannya pada Mei. Sama dengan AS.
BACA JUGA: Olimpiade Selesai, AS dan Korut Ribut Lagi
”Keputusan tersebut menjadi bukti dukungan penuh dan solidaritas kami terhadap Israel,” ungkap Morales seperti dikutip Al Jazeera. Dia menegaskan, pemindahan itu bersifat permanen.
Bagi Guatemala, memindahkan kedubes ke Yerusalem bukan hal yang sulit. Sebab, sebelum Dewan Keamanan (DK) PBB menerbitkan resolusi tentang status Yerusalem pada Juni 1980, negara yang berbatasan wilayah dengan Meksiko itu sudah menempatkan kedubesnya di kota penting Yahudi, Islam, dan Kristen tersebut. Saat itu, selain Guatemala, ada beberapa negara lain yang kedubesnya bertempat di Yerusalem.
Namun, setelah resolusi DK PBB, seluruh negara yang menempatkan kedubesnya di Yerusalem dipaksa pindah.
Atas desakan PBB dan masyarakat internasional, negara-negara itu lantas memindahkan kedubes masing-masing ke ibu kota Israel. Yaitu, Tel Aviv. Guatemala pun tak bisa menolak.
”Kini kami akan kembali menempatkan kantor perwakilan diplomatik kami di Yerusalem secara resmi,” kata Morales.
Jika dibandingkan dengan para pemimpin sebelumnya, presiden 48 tahun itu terbilang kontroversial. Mantan komedian yang juga dikenal sebagai sosok konservatif tersebut sempat berkonflik dengan PBB. Itu terjadi setelah International Commission Against Impunity, badan bentukan PBB, berencana memakzulkannya atas dugaan korupsi.
Namun, BBC menuliskan bahwa upaya pemakzulan itu gagal. Morales tetap bertahan di kursi presiden. Tapi, dia tetap menjadi sasaran investigasi badan bentukan PBB tersebut dalam kampanye antikorupsi di Guatemala.
Keputusan Guatemala yang disampaikan di hadapan Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dalam forum rutin di Washington DC itu tentu memantik kontroversi. Trump dan Netanyahu menyambut gembira.
Namun, masyarakat internasional menyayangkannya. Sebagian menganggap Guatemala takut pada ancaman AS yang akan menghentikan bantuan finansial jika aksinya tidak didukung. (hep/c6/pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kado Istimewa Trump untuk Israel, Sungguh Melukai Palestina
Redaktur & Reporter : Adil