Amoroso Katamsi Belajar Gaya Pak Harto Merokok Cerutu

Rabu, 18 April 2018 – 08:47 WIB
Aning Katamsi bersama foto ayahnya, alm Laksma (Purn) Amoroso Katamsi. Foto: NASUHA/INDOPOS/JPNN.com

jpnn.com - Amoroso Katamsi meninggal dunia. Suasana duka tampak menyelimuti kediaman di Jalan Kamper No.9 Kompleks Angkatan Laut (AL) Pangkalan Jati, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa (17/4).

NASUHA, Jakarta

BACA JUGA: Nikita Mirzani Merasa Difitnah

Karangan bunga terus berdatangan. Keluarga, kerabat, dan sahabat sangat kehilangan Laksamana Pertama (Laksma) TNI (Purn) dr Amoroso Katamsi di usia 79 tahun. Selama ini, almarhum memang dikenal sebagai aktor yang memerankan Mayjen Soeharto dalam film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI’.

Seperti apa sosok almarhum? Aning Katamsi, puteri ketiga mendiang Amoroso Katamsi mengatakan, sang ayah memiliki karakter yang baik, periang, tegar, dan disiplin. ”Bapak selalu komitmen dengan apa yang sudah menjadi pilihannya, apapun risikonya,” tandasnya kepada INDOPOS (Jawa Pos Group) di rumah duka, Selasa (17/4).

BACA JUGA: Polemik PKI, Senjata dan Setnov Berakhir

Menurut Aning, almarhum awalnya memilih terjun menjadi aktor teater. Pria kelahiran Jakarta pada 21 Oktober 1938 tersebut bisa membuktikan dengan aktif di teater, tidak akan menganggu belajarnya untuk meraih gelar dokter di Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.

”Bapak waktu itu dapat ultimatum dari ibunya (neneknya, Red) karena sering pulang larut malam untuk ikut teater. Bapak bilang kepada ibu, “dengan teater sekolahku beres”,” kenang Aning.

BACA JUGA: Wiranto: Sejarah Kelam PKI Harus Jadi Pembelajaran

Menurut guru piano dan vokal di sekolah musik YPM Jakarta ini, bakat bermain teater ayahnya muncul sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Hobinya tersebut berlanjut saat mengenyam pendidikan di jenjang SMA pada 1958 hingga perguruan tinggi (PT) pada 1965.

”Waktu SMP bapak menyukai deklamasi, berlanjut main teater di SMA. Saat kuliah di Jogjakarta, bapak sering bertemu dengan Arifin C. Noer, W.S. Rendra, dan mereka kerap berteater di Jogja,” bebernya.

Setibanya di Jakarta pada 1973, lanjut Aning, ayahnya kembali bertemu dengan Arifin C. Noer. Kemudian mereka aktif bermain di Teater Kecil, Jakarta. ”Dulu bapak sering jadi pemain utama di Teater Kecil,” katanya.

Sekalipun dinas di TNI AL sebagai dokter, dikatakan Aning, sang ayah sangat disiplin membagi waktu. Apalagi untuk soal waktu untuk bermain teater. Bahkan, menurut perempuan yang kini tinggal di bilangan Depok itu, ayahnya rela menghabiskan waktu istirahatnya untuk bermain teater.

”Siklus waktu bapak, kalau pagi dinas di AL, sore praktek di luar dan malam hari digunakan untuk bermain teater. Bapak memang tipe orang yang bersemangat,” ujarnya.

Aning menyebutkan, ayahnya mulai mengurangi jadwal untuk berteater sejak menginjak usia 77 tahun. Saat usianya itulah, ia tampil di panggung melakukan monolog dalam acara ‘Meniti 77’. ”Orang (penonton, Red) kagum dengan pentas monolog bapak saat itu. Di usia yang lanjut, bapak masih bisa bermonolog dengan waktu panjang,” ucapnya.

Salah satu peran Amoroso yang masih dikenang banyak masyarakat saat ia memerankan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Kostrad (Pangkostrad) dalam film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI’. Aning mengatakan, peran Pak Harto, sapaan Soeharto bukan pilihan pertama untuk ayahnya.

Saat itu masih ada aktor yang lebih mirip dengan Pak Harto. Namun, pilihan jatuh ke Amoroso Katamsi untuk memerankan sosok Pak Harto dalam G 30 S/PKI waktu itu.

”Walaupun tidak mirip banget, kelebihan bapak bisa akting. Bapak waktu itu mengikuti Pak Harto (kala itu Presiden RI era Orde Baru, Red) di Tapos, Bogor untuk belajar bagaimana gaya bicara dan gaya Pak Harto saat merokok cerutu,” katanya.

Lebih jauh perempuan kelahiran Cilacap, 3 Juli 1969 ini mengungkapkan, sosok Amoroso Katamsi adalah sosok ayah yang pantas menjadi panutan keluarga. Keinginan yang kuat untuk terus menjalin silaturahmi bersama keluarga, kerabat, dan sahabatnya, mewarnai kehidupan ayahnya saat itu.

Sang ayah bahkan rela menggunakan kursi roda untuk memenuhi janji berkumpul bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya.

”Bapak tidak pernah mengajarkan harus begini, harus begitu, tapi cukup dengan mencontohkan. Seperti pentingnya silaturahmi. Ia tidak pernah mau mengecewakan setiap undangan dengan tidak hadir,” kata Aning.

Setiap momentum pertemuan keluarga, lanjut dia, ayahnya kerap mengingatkan untuk bisa hadir. Pertemuan keluarga sering dilakukan menjelang bulan puasa, Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

”Meski jauh, bapak tidak pernah mengeluh. Tidak seperti kita, acara pertemuan keluarga jauh sedikit udah bilang ‘aduh jauh ya’,” ungkap Aning. (*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wiranto Minta G30S PKI Jangan Dijadikan Komoditas Politik


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler