Anak-Anak Sakit Tenggorokan Setelah Makan Permen Keras

Kamis, 09 Maret 2017 – 17:24 WIB
Permen keras yang disita Satpol PP. Foto: JPG

jpnn.com, SURABAYA - Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim langsung bereaksi keras terhadap peredaran permen keras Penguin Brand yang diduga mengandung zat terlarang.

Jika dugaan itu terbukti, YLPK berniat membawa kasus tersebut ke meja hijau.

BACA JUGA: Pelajar di Kediri Dilarang Beli Permen Keras

Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Said Sutomo menegaskan, bila permen itu terbukti mengandung bahan berbahaya, akibatnya fatal.

Bukan hanya distributor yang harus bertanggung jawab, melainkan juga BBPOM.

BACA JUGA: Permen Diduga Narkoba Juga Beredar di Bangkalan

''Sebab, BBPOM sudah menerbitkan izin permen tersebut. Kalau bisa lolos, kan aneh,'' ujar pria yang tinggal di dekat makam Kembang Kuning tersebut.

Dia menerangkan, selama ini hasil uji lab hanya diketahui BBPOM.

BACA JUGA: Bu Risma Minta Tak Beli Permen Penguin Dari Tiongkok

Data itu tidak dibuka ke publik. Perlu ada uji lab independen sehingga data yang tersaji bisa disandingkan.

Said menyarankan konsumen membeli produk lokal yang pabrikannya mudah dilacak.

Sebab, selama ini banyak makanan impor yang keamanannya belum jelas.

Apalagi yang dijual dengan harga sangat murah.

Para penjual bisa mendapatkan 20 botol permen dengan harga Rp 12 ribu saja.

''Bila konsumen melakukan komplain, sering kali importernya tidak jelas,'' kata dia.

Pemkot menghentikan peredaran permen tersebut sejak kemarin (8/3).

Namun, kata Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto, jika produk itu masih beredar, masyarakat diminta tidak membelinya.

Pedagang yang masih memiliki permen berbentuk dot tersebut segera melapor.

''Yang penting tidak perlu panik. Kita tunggu hasil lab BBPOM,'' tutur Irvan ditemui di gedung baru satpol PP kemarin.

Dia mengungkapkan, penyitaan terjadi karena ada laporan dari warga di aplikasi Sapawarga pada 2 Maret.

Saat itu diterima laporan dari SDN Peneleh 1. Wali Kota Tri Rismaharini yang mengetahui laporan itu meminta dinas kesehatan (dinkes) melacak permen tersebut.

Didapatkan informasi bahwa permen itu memiliki izin edar: ML 224409003077 yang berlaku hingga 19 Agustus 2018. Makanan tersebut diproduksi Xiamen Ying Wan Foodstuff di Tiongkok.

''Pemeriksaan laboratorium BBPOM dilakukan sejak Jumat (3/3),'' terang mantan camat Rungkut tersebut.

Baru pada Senin (6/3) satpol PP melakukan pemeriksaan di 14 kecamatan. Hasilnya, 350 botol permen disita.

Pemeriksaan pada hari kedua dilakukan di sepuluh kecamatan dengan total sitaan 976 botol permen.

Hasil pemeriksaan kemarin mengalami penurunan karena hanya tujuh kecamatan yang didata.

''Penertiban hingga petang. Nanti kami rekap datanya,'' jelas Irvan.

Irvan mendapatkan laporan bahwa banyak anak yang mengeluhkan sakit tenggorokan setelah memakan permen tersebut.

Bila hasil laboratorium diketahui, Irvan bakal menentukan sikap selanjutnya.

Jika permen dinyatakan aman, barang sitaan akan dikembalikan.

Sebaliknya, kalau ditemukan ada zat berbahaya, satpol PP bakal melakukan razia besar-besaran.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur M. Ardhi Prasetiawan berharap Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan pemprov dalam penarikan sebuah produk dari pasaran.

Sebab, berdasar UU Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan pengawasan obat dan makanan berpindah ke pemprov.

Ardhi menjelaskan, prinsip pengawasan obat dan makanan di pemprov bertujuan melindungi konsumen di satu sisi dan industri di sisi lain.

Jadi, satu pihak tidak menderita kerugian. ''Tapi, kalau memang niatnya untuk antisipasi, ya silakan,'' katanya.

Sejauh ini pemkot belum melakukan komunikasi apa pun terkait dengan penarikan produk permen kertas dari pasaran.

Namun, dengan mencuatnya isu permen keras tersebut, pemprov juga bergerak ke lapangan.

Pengujian pun tengah dilakukan. ''Sejak kemarin, tim PK (perlindungan konsumen, Red) juga turun,'' ungkapnya. (sal/tau/c14/dos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perhatian! Siswa Dilarang Makan Permen Ini Lagi


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler