jpnn.com, JAKARTA - Polrestabes Surabaya telah menetapkan Gregorius Ronald Tannur (GRT), anak anggota DPR RI Edward Tannur sebagai pelaku pembunuhan.
Lelaki 31 tahun itu secara keji membunuh Dini Sera Afrianti, janda satu anak, usia 29 tahun.
BACA JUGA: Fakta Baru Janda Muda yang Dibunuh Anak Anggota DPR, Ternyata....
Keduanya diketahui sudah menjalin hubungan selama lima bulan terakhir.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mendorong penyidik kepolisian menerapkan Pasal 338 terhadap Gregorius.
BACA JUGA: Dini Sera Afrianti Tewas, Gregorius Ronald Tannur Anak Anggota DPR RI Resmi Jadi Tersangka
"Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP," kata Reza dalam keterangan seperti dilansir Antara, Sabtu.
Reza menjelaskan bila mencermati rangkaian kronologi perilaku kekerasan yang dilakukan GRT kepada korban DSA sangat bengis dan bereskalasi.
BACA JUGA: Kronologi Kecelakaan Mengerikan di Exit Tol Bawen yang Menewaskan 4 Orang
Dia memaparkan dari urutan kronologi tersebut, terindikasi bahwa perilaku kekerasan GRT bereskalasi. Dari menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki) ke organ tubuh bagian atas (kepala).
"Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil)," katanya memaparkan.
Menurut Reza, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, ditambah lagi karena tidak ada yang meleset dari organ vital korban serta terdapat jeda antara menabrak dan episode kekerasan sebelumnya, yang mengindikasikan GRT sebenarnya berada dalam tingkat kesadaran yang memadai baginya untuk meredam atau bahkan menghentikan perbuatannya.
Namun, lanjut dia, alih-alih menghentikan tindakannya, dalam kondisi kesadaran tersebut GRT justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap sasaran.
Reza menilai hal itu menjadi penanda bahwa GRT sengaja tidak memfungsikan kontrol dirinya untuk menahan atau bahkan menghentikan serangan.
"Tetapi, justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan dan bahkan memperberat perilaku kekerasannya," papar Reza.
Kemudian, lanjut dia, dengan kondisi kesadaran dan aktivasi kontrol sedemikian rupa, patut diduga bahwa GRT pun mampu untuk sampai pada pemikiran bahwa ia akan melakukan perbuatan yang dapat menewaskan korban.
Dengan kata lain, sambung Reza diperkirakan bahwa pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.
"Pada momen ketika pemikiran atau imajinasi kematian DSA itu muncul dalam benak GRT, maka dapat ditafsirkan lengkap alur perbuatan GRT di mana perilaku kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran," ujarnya.
Oleh karenanya, berdasarkan kronologis di atas sepatutnya Polrestabes Surabaya mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP terhadap tersangka.
Karena, kalau hanya menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Itu berarti, GRT sebatas ditersangkakan sebagai pelaku penganiayaan dan atau kelalaian yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia.
Untuk menerapkan Pasal 338 itu, kata Reza, yang perlu diselidiki oleh penyidik adalah ada tidaknya kontrol diri pada tersangka.
"Yang perlu diselidiki adalah ada tidaknya kontrol diri sebagai perwujudan kesadaran GRT," kata Reza.
Untuk memastikannya, kata Reza perlu ditemukan pola terjadinya kekerasan, di antaranya pola eskalasi perilaku kekerasan GRT terhadap sasaran (DSA).
Selain rentang waktu kekerasan secara keseluruhan, cek pula interval antara episode kekerasan yang satu dan lainnya.
Melakukan pemeriksaan ponsel guna memantapkan ada tidaknya pesan atau komunikasi yang menggenapi eskalasi kekerasan GRT terhadap DSA.
"Maaf, periksa apakah DSA dalam keadaan hamil atau kondisi-kondisi fisik lainnya yang bisa menjadi pretext bagi GRT untuk melenyapkan DSA," kata Reza.
"Selanjutnya, ukur kadar alkohol dalam tubuh GRT. Apakah kadar alkohol tersebut berada pada level yang masih memungkinkan dia melakukan kontrol terhadap pikiran dan perilakunya sendiri," kata Reza. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... R yang Diduga Menganiaya Dini Memang Anak Anggota DPR Edward Tannur
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti