Anak Anggota DPRD Banten Terlibat Kasus Penganiayaan Sekuriti

Rabu, 13 November 2024 – 01:00 WIB
Polda Banten mengungkap kasus penganiayaan yang melibatkan anak anggota DPRD. Dok: Humas Polda Banten.

jpnn.com, SERANG - Polisi menetapkan lima orang tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap seorang sekuriti bernama Edi Mulyadi hingga babak belur.

Kasus itu berawal dari sengketa lahan seluas sekitar 500 meter persegi di Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten pada Minggu (3/11) lalu.

BACA JUGA: Beri Dukungan, Bea Cukai Banten Hadiri Pelepasan Ekspor Produk Mayora Group ke-15 Negara

Dirreskrimum Polda Banten AKBP Dian Setyawan mengatakan dari lima pelaku penganiayaan, satu di antaranya beinisial WR (34) merupakan anak dari anggota DPRD Provinsi Banten fraksi NasDem, Djasmarni.

Sementara empat tersangka lainnya yakni AJ (57), UC (39), TM (70) dan MD (60).

BACA JUGA: Bea Cukai Siap Berantas Peredaran Narkotika di Bontang dan Banten

Dian mengatakan kasus penganiayaan berawal saat pihak Djasmarni hendak melakukan pemagaran di area tanah seluas 500 meter persegi bermodal SHM yang dipegangnya.

Namun, tindakan itu dilarang oleh Edi Mulyadi selaku sekuriti setempat dikarenakan juga tanah tersebut dimiliki oleh orang lain atas nama Neneng Aisyah dengan bukti AJB tahun 1994 silam.

BACA JUGA: Bea Cukai Perkuat Sinergisitas dengan KSOP Probolinggo & Polda Banten, Ini Tujuannya

"Jadi saya katakan bahwa ini adalah tanah sengketa, di satu bidang yang sama ada kepemilikan dua alas hak. Yang satu AJB tahun 1994 yang dasarnya hibah dari suaminya dan berdasarkan AJB itu tidak pernah diperjual belikan. Di satu sisi pihak Bu Djasmarni memiliki SHM di bidang yang sama," ungkap Dian kepada awak media, Selasa (12/11).

"Seminggu sebelum kejadian pada 27 Oktober 2024, dari pihak Ibu Djasmarni mau membuat pondasi pemagaran di tanah tersebut, tetapi dilarang sekuriti karena tanah itu milik bosnya (Neneng Aisyah)," lanjut Dian.

Saat itu, kata Dian, sempat terjadi adu mulut antara pihak Djasmarni dengan Edi Mulyadi sehingga harus diredam dan dimediasi oleh anggota provost di Polda Banten. Bahkan, pihak Djasmarni bersepakat menghentikan proses pemagaran hingga persoalan kepemilikan tanah selesai.

"WR ini adalah anak dari Bu Djasmarni, dan pihak sekuriti Pak Edi Mulyadi. Yang mana pada poin 3 surat pernyataan itu, pihak Ibu Djasmarni bersedia menghentikan sementara pekerjaan pemagaran sampai dilakukan pertemuan antara kedua belah pihak yang saling klaim atas tanah tersebut," ujarnya.

Akan tetapi, disampaikan Dian, pihak Djasmarni tetap nekat melakukan pemagaran kendati pertemuan dengan Neneng Aisyah belum dilakukan sehingga membuat Edi Mulyadi kembali menegur agar menghentikan pekerjaan tersebut.

Karena merasa tak terima, tersangka WR dan rekan-rekannya malah melakukan penganiayaan terhadap Edi Mulyadi menggunakan kayu dan parang sehingga membuat Edi Mulyadi harus menjalani intensif di rumah sakit akibat sejumlah luka yang dideritanya.

"Terjadi cekcok mulut dan terjadilah perkelahian. Salah satu pelaku ini mengancam sekuriti dengan parang, ada yang memukul pakai kayu, ada yang pakai tangan, ada yang mencekik hingga terbanting," kata Dian.

Kini, kelima tersangka sudah meringkuk di ruang tahanan guna mempertanggung jawabkan perbuatannya. Para tersangka dijerat pasal 170 KUHP dan atau pasal 351 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 6 tahun. (cuy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Banten Ungkap Identitas Mayat WNA yang Ditemukan di Pantai Anyer


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler