jpnn.com, JAKARTA - Pendengaran sangat berpengaruh besar dalam proses perkembangan bicara anak.
Sayangnya menurut Dr. dr. Siti Faisa Abiratno, Sp.T.H.T.K.L (K) M.Sc Aud-Vestib Med, terkadang orang tua beralasan anak belum bisa bicara karena belum waktunya atau karena lidahnya pendek.
BACA JUGA: Kasoem Hearing Center Memberi Alat Bantu Dengar kepada Masyarakat Tidak Mampu
"Ini yang menyebabkan penanganan terlambat,” ujar dokter Siti Faisa pada webinar profesional bertema 'Penatalaksanaan Gangguan Dengar pada Anak' yang diselenggarakan oleh Perhati KL Cabang Sumatera Utara dan Kasoem Hearing Center, akhir pekan lalu.
Dokter spesialis telinga, hidung tenggorokan-bedah kepala leher ini menambahkan, faktor pendukung proses perkembangan bicara anak adalah masuknya stimulus kata-kata atau kalimat di telinga yang diteruskan via jalur saraf pendengaran ke pusat pendengaran di otak.
BACA JUGA: Kasoem Hearing Buka Cabang Baru di Kelapa Gading
Di sini suara atau kata-kata diinterpretasi dan disimpan untuk dasar perkembangan berbicara lebih lanjut.
“Dengan demikian masalah kemampuan mendengar merupakan hal yang penting dalam perkembangan proses berbicara pada anak. Dimulai dengan anak paham apa yang didengar," terangnya.
BACA JUGA: Kejadian Mengerikan yang Dialami WF Harus jadi Pelajaran bagi Warga Ibu Kota, Waspadalah!
Dia melanjutkan, masalah gangguan dengar pada anak sering tidak disadari oleh para orang tua.
Anak yang kurang responsif terhadap bunyi di sekitar atau apabila dipanggil tidak respons, dianggap oleh karena anak cuek padahal kemungkinan ada masalah kurang dengar.
Dokter Siti Faisa yang juga dokter konsultan di Kasoem Hearing Center mengungkapkan, perkembangan bicara anak bisa juga dipengaruhi oleh status mental, kesehatan anak dan lingkungan.
Anak yang sering dirawat di rumah sakit karena sakit, bisa menghambat perkembangan bicara pada anak.
“Jadi masalah gangguan dengar bukan saja input pendengaran yang terganggu, tetapi juga masalah auditory feedback," ucapnya.
Masalah gangguan dengar di samping kata-kata tidak terdengar dengan sempurna, saat-anak menirukan/mengucapkan kata-kata akan terdengar di telinganya sendiri (auditory feedback).
Hal tersebut, menurut dokter Siti, bisa mengakibatkan artikulasi, terutama huruf konsonan tertentu dan intonasi kata-kata tidak sempurna.
Sementara dr. M. Pahala Hanafi Harahap M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L (K) mengatakan, masalah gangguan pendengaran pada anak disebabkan oleh masalah lingkungan dan masalah genetik.
“Penyebabnya bisa karena masalah ibu terkena virus saat hamil hingga kondisi prematur dan masalah lain,” ujarnya.
Pada kesempatan sama, Deputy Direktur Kasoem Hearing Center, Trista Mutia Kasoem menambahkan, webinar profesional seperti ini akan terus dilakukan secara berkelanjutan.
Tujuannya agar masalah gangguan pendengaran diketahui oleh dokter spesialis maupun dokter umum. Sehingga, menurut dia, ketika ada masalah gangguan pendengaran bisa segera diberikan solusi seperti alat bantu dengar atau Cochlear Implant.
“Hal ini sesuai dengan visi misi Kasoem untuk berperan aktif dalam menanggulangi masalah gangguan pendengaran di Indonesia," jelas Trista.
Dia menambahkan, pihaknya akan konsisten mengadakan program pelatihan dan edukasi bagi profesional secara terus-menerus untuk jadwalnya sendiri bisa dilihat di laman Kasoem Hearing Center.
"Dokter spesialis, dokter umum hingga perawat sangat antusias mengikuti webinar kali ini hingga 400 peserta," ujarnya. (esy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad