Anak Dipaksa Ikut Beragam Kursus, Salahkah?

Sabtu, 07 Maret 2015 – 07:35 WIB
Rayner Stefanoline berlatih drum di rumahnya. Dia memanggil guru privat. Foto: Dite Surendra/Jawa Pos

 

SERINGKALI orang tua tak sabaran pengin mengetahui bakat anaknya. Akhirnya, si anak "dipaksa" mengikuti kursus ini itu.

BACA JUGA: Ini Dia Manfaat Minyak Zaitun Bagi Kesehatan

Sebaliknya, ada juga orang tua yang gelisah karena anaknya kerap sekali minta kursus ini dan itu. Bagaimana baiknya?

RAIHAN Alif Sanjaya seperti tidak kenal capek. Pulang sekolah, siswa kelas I SD Al Azhar 11 itu langsung menuju beberapa tempat kursus. Mulai kursus vokal, piano, menggambar, hingga robotik. Semua dijalani bocah kelahiran Surabaya, 28 Juni 2008, itu.

”Mau kursus ini-itu, semua Raihan yang minta,” kata Shanty Octavia Utami, 39, sang ibu. Sejak usia tiga tahun, Raihan memang sudah mengikuti kursus menggambar dan mengaji. Tidak berapa lama, bocah tersebut juga meminta tambahan kursus vokal dan piano pada usia empat tahun. Tidak main-main, piala kontes musik berderet di lemari anak laki-laki tersebut.

BACA JUGA: Diyakini jadi Penangkal Longsor, Batu Akik Ini Dibanderol 15 Miliar

”Awalnya, saya kasihan juga, lihat dia kursus macam-macam. Tapi, karena dia yang minta, saya kabulkan,” kata Shanty.

Untuk itu, Shanty menyiasatinya dengan mengatur jadwal dan memilih tempat kursus bagi buah hatinya. Tahun lalu Raihan bahkan minta tambahan untuk ikut kursus robotik. Shanty pun memutar kepala mencari tempat kursus yang dapat menjawab keinginan putranya sekaligus bersahabat untuk anak usia dini.

BACA JUGA: Tips Mengatasi Susah Tidur

Bukan hanya Raihan, sang adik, Rafie Avicena, 5, juga mulai ikut-ikutan. Usia empat tahun Rafie meminta diikutkan kursus menggambar dan robotik sebagaimana sang kakak. ”Saya sempat bingung cari tempat kursus yang mau menerima anak belajar robot umur empat tahun,” kata Shanty.

Fenomena mengursuskan anak memang mulai menjangkiti para orang tua masa kini. Impian memiliki buah hati yang penuh bakat dan prestasi disambut bertebarannya lembaga kursus, terutama di kota-kota besar. Beragam program dan iming-iming ditawarkan. Lembaga-lembaga kursus pun laris manis.

Namun, fenomena lain terjadi saat orang tua terkesan memforsir waktu dan masa kecil anak dengan kursus yang beragam. Tidak jarang, keluar masuk lembaga kursus menjadi pemandangan yang lazim.

Beberapa berpendapat hal tersebut menyia-nyiakan waktu dan materi. Ada juga yang tidak bermasalah karena menganggap itu adalah proses bagi sang anak menemukan minat dan bakatnya.

Hal tersebut ditanggapi Dra Viera Adella MPsi, psikolog klinis anak sekaligus dosen College of Allied Educators, Surabaya. Menurut Viera, tidak ada salahnya mencoba memasukkan anak ke berbagai tempat kursus pada usia dini. Hal tersebut bisa dianggap fase uji coba untuk anak mengenali bakat dan potensi dirinya.

”Pilih tempat kursus yang memahami kebutuhan anak menurut usianya,” terang Viera. Selain itu, pemilihan kursus sedapatnya memang bersumber dari keinginan sang anak.

Novi Sari Dewi Surya, pengurus The Piano Institute, Surabaya, juga mengungkapkan fenomena orang tua memasukkan anak ke tempat kursus dirasa meningkat akhir-akhir ini. Sebagian besar memang permintaan sang anak. Namun, tidak jarang juga yang hanya coba-coba.

”Mereka ikut beberapa kali. Kalau enggak enjoy, tidak dilanjutkan. Supaya tidak gampang bosan, di sela-sela pelajaran juga diberi games,” kata Novi.

Beberapa orang tua juga sering memasukkan anak ke lembaga kursus karena faktor ”ambisi” yang tidak kesampaian. Selama tidak memaksakan, menurut Viera, hal itu sah-sah saja.

Ada pula orang tua yang memasukkan anak ke lembaga kursus dengan alasan mendongkrak nilai di sekolah. ”Hal semacam ini yang biasanya rawan pemaksaan,” lanjut dia. (rim/c6/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebiasaan Mengorek Telinga Dapat Menyebabkan Ketulian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler