Anak Melawan, Berikan Pengertian

Minggu, 06 Oktober 2013 – 00:42 WIB

jpnn.com - WAJAH Dendi terlihat begitu kesal. Kulit mukanya memerah. Ya, dia tengah menahan amarah pada anaknya. Anaknya berusia delapan tahun tidak mau mendengar apa yang disampaikannya.

"Baru saja sembuh, sekarang beli ice cream lagi maunya. Dilarang malah balik melawan. Apa yang harus saya lakukan lagi," ujar bapak 35 tahun ini pada Padang Ekspres (grup JPNN).

BACA JUGA: Aktivitas Harian Bisa Cegah Bumil dari Kegemukan

Bukanya tidak sayang pada anak, Dendi melarang anaknya makin ice cream karena baru saja sembuh dari demam. Sebelumnya, selama dua hari, Aya anaknya tergolek di kamar tidur karena demam tinggi. Sebelum demam, anaknya ini juga memakan ice cream yang dibelikan oleh istri Dendi.

Diakuinya, anaknya ini suka melawan jika keinginannya tidak dipenuhi. Berbagai cara telah dilakukannya jika yang diminta anaknya ini tidak baik pada diri anaknya. Seperti es ini, dia sudah menyampaikan apa tidak takut sakit lagi pada anaknya. Anaknya malah menjawab tidak dengan nada yang tinggi. Bahkan, anaknya ini merengek-rengek dan berteriak sampai keinginan anaknya ini terpenuhi.

BACA JUGA: Kekurangan Cairan Picu Penyakit Mag

"Sampai malu saya sama tetangga. Nanti kalau dibiarkan menangis dan merengek, dibilang tidak sayang anak. Diberikan, malah akan membuat anak sakit," kesalnya.

Bahkan, ibunya (istri Dendi) tidak bisa berbuat apa-apa. Jika tidak dipenuhi keinginan anak itu, bisa seharian anaknya ini seperti itu. Akhirnya, istrinya yang memberikan apa yang diinginkan anaknya itu.

BACA JUGA: Pil Tinja Atasi Infeksi Mematikan

Hal serupa juga dialami Suhatri. Bapak dua anak ini juga sering menahan emosi dengan sikap anaknya yang paling kecil. Meskipun sudah kelas 1 SMP, anaknya ini tidak bisa diberi pengertian. Jika sudah menginginkan sesuatu, harus dapat. Padahal, dua kakaknya tidak seperti itu.

Dia mencontohkan, terakhir anaknya ini meminta dibelikan Play Station 3 (PS3). Dia tidak mau membelikan karena takut nanti anaknya ini tidak belajar. "Eh, malah melawan dia sama saya. Di bantingnya pintu kamar di depan saya," ujarnya.

Dari cerita Suhatri, hanya dengan memukul yang belum dilakukannya pada anaknya ini. Dia takut jika dipukul akan membuat tumbuh kembang anaknya terganggu. Nasihat dan pengertian telah disampaikannya. "Neneknya (ibu Suhatri), sering juga menasihati. Jika dinasehati, hanya diam saja tertunduk, tapi tetap tidak berubah juga prielakunya," cerita Suhatri.

Dosen IAIN Imam Bonjol yang juga tokoh agama, Asasriwarni menjelaskan, perilaku anak suka melawan ini tidak saja dibentuk oleh lingkungan. Sikap otoriter orangtua juga mempengaruhi prilaku anak. Dia menjelaskan orangtua terlalu menekan atau memaksa anak untuk menuruti semua kenginannya tanpa melihat kondisi dan kemampuan anak.

Orangtua bersikap otoriter kepada anak biasanya karena mereka merasa serba tahu apa yang terbaik untuk anak dan apa yang harus dilakukan anak. Orangtua meyakini bahwa untuk berhasil dalam membimbing, mengarahkan perilaku, dan mendidik anak, sehingga menjadi anak yang baik diperlukan cara-cara yang tegas dan keras. Anak yang merasa terus ditekan atau dipaksa dan merasa tidak mampu memenuhi semua keinginan orangtua pada akhirnya akan menunjukkan sikap melawan.

Selain itu, berbicara kepada anak di saat yang tidak tepat. Kerap kali terjadi, misalnya orangtua meminta anak melakukan sesuatu, padahal anak tengah asyik bermain atau menikmati aktivitas kesukaannya. Anak pun merasa terganggu dengan permintaan orangtuanya tersebut. Dalam kondisi seperti ini, anak biasanya akan mengabaikan permintaan orangtuanya, menunda melakukannya, atau langsung menolaknya. Jika orangtua terus memaksa, sangat mungkin akan terjadi ketegangan atau konflik dengan anak.

Asasriwarni menjelaskan perilaku anak ini juga disebabkan anak sangat menginginkan sesuatu, tetapi orangtuanya tidak dapat memenuhi keinginan tersebut. Anak pun kemudian menunjukkan perilaku keras kepala atau suka melawan orangtua. Anak melakukan ini untuk mencari perhatian orangtua dan sebagai cara untuk menyampaikan protes. Anak berharap dengan perubahan perilaku yang ditunjukkannya, orangtua mau memenuhi keinginannya.

Anak dibiarkan tumbuh tanpa bimbingan. Hal ini bisa terjadi ketika orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau memang orangtua kurana mampu memberi perhatian dan didikan yang dibutuhkan anak hingga nilai-nilai kebaikan, seperti sopan santun, menghargai orang lain, atau batasan benar-salah, boleh atau tidak boleh, tidak tertanam dengan baik pada diri anak. Anak pun tumbuh menjadi pribadi yang egois dan suka melawan orangtua.

Lebih lanjut, pengaruh lingkungan. Anak begitu mudah meniru perilaku teman-temannya, orang-orang lain yang dikenalnya, atau tayangan televisi. Ketika anak mendapati teman-temannya atau orang lain menunjukkan perilaku suka melawan kepada orangtua, anak-anak pun akan dengan mudah melakukan hal yang sama.

Bahkan, anak terlalu dimanja oleh orangtuanya. Semua keinginanya selalu diberikan. Jika suatu saat ada keinginannya yang tidak dipenuhi, anak akan memprotes dan melawan. Tidak kalah pentingnya, hubungan antara orangtua dan anak tidak harmonis. Ikatan kasih sayang dan pengertian antara mereka pun kurang. Kondisi ini rentan menimbulkan konflik antara orangtua dan anak. (eka)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Orang Berpendapatan Rendah Lebih Gampang Migrain


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler