jpnn.com, JAKARTA - Gugatan sengketa Pilpres yang diajukan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno berpotensi langsung ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), atau bisa diterima karena sudah ada yurisprudensinya.
Hal ini mengacu pada pandangan hukum Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) terkait potensi ditolak atau diterimanya gugatan capres-cawapres 02 tersebut dalam sidang perdana di MK hari ini (14/6) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
BACA JUGA: Kubu Prabowo â Sandi Sebut Ada Penggelembungan Suara, Oh Banyak Banget
Ketua Eksekutif Nasional BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan mengatakan, kemungkinan pertama adalah permohonan Prabowo - Sandi tidak diterima alias Niet Ontvankelijk Verklaard. Di mana MK akan membatasi diri hanya pada kewenangan ‘perselisihan hasil pemilihan umum’.
"Apabila tim hukum BPN lebih menitikberatkan dalil-dalil dugaan adanya kecurangan paslon 01 yang diduga terstruktur, sistemasis, masif dan brutal (TSMB), maka dapat berpotensi untuk tidak dapat diterima oleh MK," ucap Chandra, Kamis (13/6).
BACA JUGA: Arya Bilang Kubu Prabowo â Sandi Sudah Tahu Bakal Kalah di MK
BACA JUGA: Honorer K2 Pro Prabowo Antusias ke MK, Pendukung Jokowi Fokus PPDB
Dia berpandangan, patut diduga MK akan mendalikan bahwa perkara yang berhubungan dengan pelanggaran pidana dan pelanggaran administrative menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu.
BACA JUGA: MK: Sidang Sengketa Pilpres Bisa Selesai Lebih Cepat dari Agenda Awal
Sedangkan secara yuridis kewenangan MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus sengketa atau perselisihan tentang hasil pemilihan umum tertuang dalam ketentuan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1).
Dalam konteks itu, salah satu kewenangan MK adalah memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum, yakni sengketa menyangkut penetapan hasil Pemilu oleh KPU yang mengakibatkan seorang yang seharusnya terpilih menjadi tidak terpilih.
Namun ada kemungkinan kedua, pemohonan kubu 02 dianggap memenuhi syarat formil sehingga dapat diperiksa pada pokok perkara. Ini bisa terjadi apabila MK menggunakan dasar Putusan MK nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tentang pilkada provinsi Jawa Timur.
Di dalam putusan tersebut bahwa MK tidak hanya mengadili perselisihan mengenai hasil pemilu, melainkan juga perselisihan dalam proses pemilu apabila terdapat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang akhirnya mempengaruhi hasil pemilu.
Dijelaskan Chandra, apabila MK menggunakan dasar putusan nomor 41/PHPU.D-VI/2018 tersebut, maka permohonan tim hukum BPN berpotensi dapat diterima secara formil. Hanya saja secara materiil perlu kerja keras untuk mengumpulkan bukti-bukti.
"Saya berharap bukti-bukti tersebut sudah dikumpulkan sebelum Pemilu berlangsung, karena apabila dikumpulkan menjelang pengajuan permohonan gugatan di MK maka berpotensi tidak maksimal untuk membuktikan dalil gugatannya," tutur sekjen LBH Pelita Umat ini.
BACA JUGA: Menurut Wayan, Langkah Tim Kuasa Hukum 02 tak Sesuai Aturan
Sebab, membuktikan TSMB tidaklah mudah. Harus terdapat bukti yang menunjukkan adanya dugaan pelanggaran aparat baik pemerintah pusat maupun daerah yang diduga telah menyalahgunakan kewenagan dan kekuasaannya dalam memihak salah paslon.
Mengingat dugaan pelanggaran tersebut dapat dipastikan terencana matang dan sangat rapi. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kuasa Hukum KPU Sebut Gugatan Prabowo - Sandi Tidak Detail, Berbeda dengan 2014
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam