jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Demokrasi merilis pandangan pakar/akademisi terhadap Debat Capres putaran pertama, khusus tema HAM dan penyelesaian konflik Papua.
Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (22/12), analisis tersebut disampaikan pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Ahli yang digelar koalisi masyarakat sipil di Jakarta pada Rabu (20/12).
BACA JUGA: Prabowo Langsung Mengelap Dahi dan Pipi saat Ditanya Ganjar soal Pelanggaran HAM Berat
Adapun FGD secara daring yang membahas visi-misi dan pandangan Capres RI tentang penyelesaian pelanggaran HAM dan konflik Papua pada debat perdana, bertujuan untuk mengeksplorasi secara lebih dalam dan menilai pandangan masing-masing kandidat terhadap dua itu tersebut.
BACA JUGA: Perkara Pencalonan Gibran, DKPP Periksa Ketua KPU Cs
Berdasarkan diskusi dapat ditarik sejumlah kesimpulan. Pertama, debat kandidat menurut para ahli menjadi penting untuk memberikan gambaran bagi publik terhadap siapa kan?didat yang mempunyai ide dan gagasan tentang perbaikan indonesia ke depan, terutama dalam isu HAM dan penyelesaian konflik Papua.
"Meski secara umum debat belum sempurna karena keterbatasan waktu dan masalah metode debat, tetapi debat Capres putaran pertama setidaknya dapat memberikan gambaran umum bagi publik," demikian siaran pers koalisi masyarakat sipil.
BACA JUGA: Viral Ajudan Hajar Sopir Truk, Bupati Kutai Barat FX Yapan Minta Maaf
Kedua, menurut para ahli/akademisi, debat kan?didat Capres/Cawapres dipercaya akan ?berpengaruh pada perubahan pemilih dalam menentukan pilihan kandidat presiden dalam Pemilu. Debat kandidat menjadi penting bagi masyarakat untuk mencermati ide, gagasan, dan rekam jejak masing-masing calon presiden.
Ketiga, untuk isu HAM dan penyelesaian konflik Papua, sebagian besar para ahli menilai Capres 01 Anies Baswedan dan Capres 03 Ganjar Pranowo memiliki pandangan yang baik dalam menyelesaikan masalah Papua secara damai melalui dialog.
"Berbeda dengan calon presiden nomor urut 02 (Prabowo Subianto) yang pendekatanya masih state sentris dan cenderung pendekatan keamanan? dalam menyelesaikan konflik Papua," bunyi pernyataan koalisi.
Kemudian dalam isu HAM, paslon 01 memiliki pandangan baik untuk berjanji menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat khususnya kasus penculikan aktivis 1997/1998, sementara paslon 03 memberi pandangan yang baik untuk mengembalikan negara kekuasaan menjadi negara hukum.
Lebih jauh, calon presiden nomor urut 01 dan 03 juga sama-sama memiliki pandangan pentingnya terhadap jaminan kebebasan sipil. Berbeda dengan calon presiden nomor urut 02 yang tidak terlihat jelas pandanganya tentang penyelesaia?n? HAM masa lalu, khususnya penculikan serta tidak jelas dalam isu jaminan kebebasan sipil khususnya kebebasan berpendapat.
Dalam rilis itu juga disertakan pendapat Dr Mangadar Situmorang selaku dosen Universitas Parahyangan, Bandung dan Koordinator Forum Akademisi untuk Papua Damai/FAPD yang disampaikan saat FDG.
Berikut catatan kritis Mangadar Situmorang terhadap Capres dari tiga aspek;
Pertama, dokumen visi-misi. Paslon nomor urut 01 (Anies-Muhaimin) agak lebih lengkap, karena semua aspek terkait Papua tersedia, isu HAM juga sedikit banyak dibahas.
Persoalan HAM paling dibahas dalam visi-misi paslon nomor urut 03 (Ganjar-Mahfud), termasuk isu penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, sedangkan isu HAM tidak didapatkan secara eksplisit dalam dokumen visi-misi paslon nomor urut 02 (Prabowo-Gibran).
Kedua, tampilan para capres dalam debat, terutama dalam menjawab penyelesaian HAM dan konflik Papua. Capres nomor urut 02 (Prabowo) mengasumsikan akar persoalan Papua adalah separatisme, pengaruh kekuatan asing dan isu disintegrasi.
"Perspektifnya Jakarta, pemerintah dan aparat keamanan sentris. Kecenderungannya melanjutkan paradigma dan pendekatan pemerintah selama ini," ujar Mangadar Situmorang.
Sementara, capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo menggarisbawahi penyelesaian Papua melalui jalan dialog, meski belum dijabarkan secara lebih jauh. Sedang Capres nomor urut 01 Anies Baswedan lebih mengangkat isu ketidakadilan, men?cegah keberulangan, dan menghadirkan ketidakadilan.
Ketiga, dari pengenalan profil masing masing capres. Di mana Capres nomor urut 01 memiliki latar belakang akademik, nomor urut 02 berlatar belakang militer, sedangkan nomor urut 03 adalah politisi dan berpengalaman dalam pemerintahan.
Berdasarkan bacaan ketiga aspek di atas, terbuka ruang konsistensi dan inkonsistensi dari masing-masing capres, termasuk bagaimana pemahaman mereka terhadap persoalan Papua.
Menurut Mangadar, dapat dikatakan paslon nomor 01 dan 03 memiliki perhatian terhadap isu HAM, meski ada catatan apakah mereka akan memiliki konsistensi atau tidak ke depan. Sedangkan Paslon 02 secara eks?plisit akan memperkuat aparat keamanan di Papua dan mirip dengan pendekatan selama ini dijalankan oleh pemerintah.
"Paslon nomor 02 akan meneruskan pendekatan pendekatan selama ini, bahkan cenderung pendekatan keamanan akan lebih besar karena asumsi terorisme, separatisme, dan intervensi asing dalam persoalan Papua," ujar Mangadar.
Sementara, narasumber lain dalam FGD itu, Direktur ALDP Papua Anum Latifah Siregar menyampaikan sejumlah catatan. Dia menyebut dalam konteks debat capres putaran pertama, ada capres yang bicara dialog, ada yang tidak.
Dia menuturkan bahwa Paslon 01 (Anies-Muhaimin) bicara soal cita-cita menghapus ketidakadilan; Paslon 03 (Ganjar-Mahfud) juga cita-cita; Paslon 02 (Prabowo-Gibran) bicara apa yang sudah dilakukan, tetapi fokus pada keamanan.
Paslon 02, terutama Capres Prabowo yang juga Menteri Pertahanan (Menhan), tetapi tidak menjabarkan bagaimana kebijakan keamanan di Papua yang sudah dilakukan, serta tidak meng?gambarkan cara penyelesaian Papua.
Selain itu, Latifah mengatakan bahwa dalam konflik bersenjata di Papua sudah ada 81 korban. Oleh karena dia menilai penting dilakukan evaluasi atas kebijakan keamanan di sana.
"Banyak korban yang sudah ada; ini menjadi kepentingan Negara, karena banyak aparat keamanan yang juga menjadi korban di Papua," ucapnya.
Selain itu, katanya, banyak kasus perdagangan senjata dan amunisi di Papua yang harus menjadi perhatian serius bagi TNI, Polri, dan Menhan Prabowo untuk mereview dan memperbaiki kebijakan keamanan di Papua.
Terakhir, dia menyoroti pernyataan pemerintah tentang penyelesaian kasus HAM secara non-judicial yang masih menyisakan masalah.
"Dalam kasus penyelesaian p?elanggaran HAM di Paniai, kasus ini juga tidak diproses di kasasinya. Itu juga harus menjadi catatan pemerintah kalau mau menyelesaikan secara yudisial," kata Latifah.(fat/jpnn.com)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam