Analisis Pengamat soal Faktor Sejarah Warga Sumbar Ogah Terima PDIP

Sabtu, 05 September 2020 – 21:44 WIB
Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri dalam rapat senat terbuka di Universitas Negeri Padang (UNP) di Padang, Sumatera Barat, Rabu (27/9). Foto: publicist PDIP for JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Karyono Wibowo menyatakan ada faktor sejarah yang membuat masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) sulit menerima Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).?

Menurutnya, genealogi politik masyarakat Sumbar saat ini belum lepas dari politik aliran masa lalu.

BACA JUGA: Megawati: Kenapa ya Rakyat Sumbar Sepertinya Belum Suka PDI Perjuangan?

"Partai Masyumi sangat kuat di wilayah ini. Dalam konteks ideologis pengaruhnya masih kuat hingga sekarang, meskipun dalam konstelasi politik pasca-Pemilu 1955 dan sejak Masyumi dibubarkan ada pergeseran," kata Karyono kepada jpnn.com, Sabtu (5/9).

Direktur eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) itu menambahkan, ada pula faktor sejarah tentang relasi antara Presiden Pertama RI Soekarno dengan tokoh-tokoh Sumbar yang dianggap terlibat pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

BACA JUGA: UNP Anugerahkan Dr HC untuk Bu Mega, Inilah Pertimbangannya

Karyono menuturkan, ayah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu dipandang sebagai pihak yang mengerahkan militer untuk menumpas PRRI di Sumbar. “Ini yang membuat sosok Soekarno kurang diterima di Bumi Minangkabau," ulasnya.

Selain itu, Karyono juga melihat faktor lain yang membuat PDIP kurang diterima di Sumbar. Menurutnya, partai berlambang kepala banteng itu tidak memiliki tokoh lokal di Sumbar yang memiliki pengaruh untuk menarik pemilih.

BACA JUGA: Puan Omong Begitu, Jago Demokrat di Pilkada Sumbar Kembalikan Surat Dukungan PDIP

Namun, Karyono mencatat adanya pergeseran kekuatan politik di Sumbar pasca-reformasi. Sebab, pemenang pemilu legislatif di Sumbar selalu berganti sejak 1999.

Pada Pemilu 2004, Golkar menjadi jawara di Sumbar. Namun, lima tahun kemudian pemenang Pemilu 2009 di Sumbar ialah Partai Demokrat.

Selanjutnya Golkar kembali berjaya di Sumbar dengan memenangi Pemilu 2014 di provinsi yang beribu kota di Padang itu. Adapun pada Pemilu 2019, Gerindra menjadi juara di Sumbar.

Menurut Karyono, pada Pemilu 1999 saja parpol yang dekat dengan kalangan Islam menjadi jawara di Sumbar, yakni Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara partai yang dianggap menyuarakan ideologi Soekarno seperti PNI, PDI dan PDIP tidak pernah menang di Sumbar.

Walakin, Karyono menyebut PDIP masih punya peluang meluluhkan hati warga Sumbar. Caranya ialah dengan pendekatan persuasif dan kebudayaan.

“Untuk meluluhkan hati masyarakat Sumbar memerlukan pendekatan persuasif dan beradaptasi dengan budaya lokal. Tidak cukup dengan cara-cara parsial, seporadis dan instan," kata dia.

Karyono juga punya penilaian soal pernyataan Megawati yang mempertanyakan sebab PDIP belum bisa diterima di Sumbar. Menurut Karyono, pernyataan itu justru bentuk perhatian Megawati terhadap provinsi berjuluk Ranah Minang tersebut.

“Pernyataan itu mencerminkan perhatian khusus terhadap wilayah Sumbar. Pernyataan tersebut menunjukkan ada kesadaran untuk mengevaluasi kinerja partai di wilayah itu, di mana PDIP tidak pernah menang di Bumi Minangkabau dalam sepanjang sejarah pemilu," tutur Karyono.(tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler