Analisis Prof Yusril soal Langkah Polisi Tangkap Ravio Patra dan Melepaskannya

Minggu, 26 April 2020 – 23:19 WIB
Yusril Ihza Mahendra. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra mengomentari kabar tentang peneliti kebijakan publik Ravio Patra sempat ditahan kepolisian selama 33 jam terkait dugaan penyebaran informasi bernada provokasi lewat WhatsApp. Polisi menciduk Ravio Rabu lalu (22/4), kemudian melepasnya.

Menurut Yusril, polisi memiliki kewenangan melakukan tindakan pencegahan.  "Saya kira polisi tentu berwenang mengambil langkah preventif jika di medsos beredar hasutan kepada publik agar melakukan kerusuhan dan penjarahan," ujar Yusril dalam pesan tertulis yang diterima, Minggu (26/4).

BACA JUGA: Penjelasan Polisi soal Penangkapan Aktivis Ravio Patra, Ada Mobil Diplomat Datang

Ketua umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) itu lantas mengandaikan nomor ponsel yang terdaftar atas namanya tiba-tiba mengirim pesan berisi hasutan melakukan makar dan kerusuhan.Yusril mengatakan, polisi dalam proses penyelidikan tentu berwenang memanggilnya.

Pemanggilan itu harus menggunakan surat. Jika Yusril tidak datang setelah dipanggil dengan cara yang patut, polisi bisa melakukan upaya paksa, yakni membawa surat pemanggilan pemeriksaan yang disertai perintah penangkapan.

BACA JUGA: Senang Ravio Bebas, Mahfud MD Ingatkan Aktivis untuk Hati-Hati

Menurut Yusril, itulah prosedur yang wajib dilaksanakan oleh polisi sebagai penegak hukum. Namun, kata mantan menteri hukum dan HAM itu, prosedur terkadang kalah cepat dengan waktu.

Misalnya, pesan berantai berisi hasutan itu mengajak warga menjarah dalam tiga hari lagi. Pesan itu sudah meluas dan meresahkan.

BACA JUGA: Setelah Viral, Aktivis Ravio Patra Dibebaskan Polisi

Kalau polisi mengikuti prosedur normal, kemungkinan waktunya tidak akan cukup. Sementara jika dibiarkan, pesan akan terus beredar dan pelaku bebas berkeliaran.

Dengan demikian potensi hasutan menjadi kenyataan sangat besar. Bisa-bisa polisi justru yang akan disalahkan lantaran tidak bertindak cepat dan antisipatif dalam melakukan pencegahan.

"Polisi memang dilematis. Karena itu, andai kasus itu terjadi pada saya, maka saya anggap wajar saja jika polisi mencari saya. Kalau saya merasa tidak bersalah, sebagai warga negara yang baik saya kooperatif saja," ucapnya.

Yusril menambahkan, dirinya bisa melapor ke polisi lantaran nomor ponselnya dipakai pihak lain tanpa sepengetahuannya. Selanjutnya, Yusril meminta polisi menyelidikinya.

“Minta polisi menyelidiki, karena saya berkeyakinan seseorang telah meretas HP saya. Unit cyber crime Mabes Polri juga akan segera dapat mengetahui bahwa HP saya diretas atau tidak," tuturnya.

Kalau memang ponsel itu diretas, polisi pasti mengizinkan Yusril pulang. Selanjutnya, kata Yusril, akan lebih baik jika hal itu diikuti konferensi pers bersama untuk memberitahu publik bahwa pesan yang berisi hasutan itu bukan dari dirinya. 

Menurut Yusril, konferensi pers bersama itu sekaligus menjadi cara bagi polisi untuk mengingatkan publik tidak terpengaruh dengan pesan yang berisi hasutan. “Saya berpendapat, penegakan hukum harus fair, jujur dan adil. Warga negara harus menghormati kewenangan polisi sebagai penegak hukum," ucapnya.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler