Analisis Sukamta PKS soal Dugaan WNI Jadi Budak di Kapal Ikan Tiongkok

Jumat, 08 Mei 2020 – 18:51 WIB
Sukamta. Foto; Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Sukamta yang membidangi intelijen dan hubungan internasional menduga ada praktik perbudakan modern terhadap warga negara Indonesia (WNI) kru kapal ikan berbendera Tiongkok.

"Saya melihat yang menimpa para tenaga kerja Indonesia yang menjadi ABK di kapal Long Xing 605, Long Xing 606, dan Long Xing 629 sudah mengarah kepada modern slavery," kata Sukamta melalui layanan pesan kepada awak media, Jumat (8/5).

BACA JUGA: ABK Indonesia Dilarungkan ke Laut, Tiongkok Mengaku Sudah Dapat Izin Keluarga

Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan, tiga elemen perbudakan modern telah terjadi di kapal ikan dari Tiongkok itu. Di antaranya adalah kerja paksa, kontrak tidak jelas, dan perdagangan manusia.

"Jadi ini bukan kasus sederhana. Pemerintah harus meminta bantuan Interpol untuk melakukan investigasi secara menyeluruh," ungkap dia.

BACA JUGA: Penjelasan Bu Menlu soal Kronologi Jenazah WNI Kru Kapal Tiongkok Dilarungkan di Laut

Lebih lanjut Sukamta mengatakan, praktik perbudakan modern itu pula yang diduga menimbilkan efek tragis berupa kematian sejumlah WNI. Di antara WNI yang meninggal itu ada yang dilarungkan ke laut.

Sukamta menduga ada jaringan mafia di balik perbudakan modern ini. "Oleh sebab itu ini harus diungkap sampai tuntas agar kejadian serupa tidak terulang," ungkap dia.

BACA JUGA: Pemerintah RI Pulangkan 14 WNI Kru Kapal Tiongkok Pembuang Mayat di Laut

Wakil ketua Fraksi PKS DPR RI itu menambahkan, praktik perbudakan moderen terhadap WNI pekerja kapal ikan asing itu ibarat gunung es. Menyitat penelitian The Walk Free Foundation dalam The Global Slavery Indeks, Sukamta mengatakan bahwa pada 2017 ada sekitar 40 juta orang yang mengalami perbudakan modern.

"Jadi sangat mungkin ada banyak TKI yang saat ini berkerja sebagai ABK pada kapal-kapal asing mengalami tindakan yang tidak manusiawi," tutur dia.(mg10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler