jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan pentingnya membuat haluan negara untuk menjaga kesinambungan pembangunan jangka panjang.
Wakil ketua umum Partai Golkar ini mewaspadai ancaman krisis global di depan mata yang menggerus perekonomian Indonesia.
BACA JUGA: Begini Arahan Bamsoet saat PAW Anggota MPR, Singgung PPHN dan UUD
Selain itu, daya beli masyarakat menurun, pengangguran meningkat, dan banyak industri gulung tikar, termasuk UMKM.
"Kesalahan terbesar kita dalam setiap menghadapi ancaman krisis adalah sering tidak sadar dan kerap abai untuk mengantisipasi dan menyiapkan jaring pengaman secara terintegrasi dan menyeluruh," ujar Bamsoet.
BACA JUGA: Menantu Dato Sri Tahir Meninggal Dunia, Ini Ungkapan Belasungkawa Bamsoet
Arahan Presiden Jokowi sudah jelas bahwa seluruh pemangku kepentingan harus dapat meningkatkan rasa krisis sehingga diharapkan bangsa Indonesia lebih siap menghadapi krisis.
"Jadi, yang sering diungkapkan Presiden Jokowi, sense of crisis ditingkatkan sehingga kita memiliki sensitivitas ketika indikator yang ada bergerak ke arah sana," katanya.
BACA JUGA: Bahas Hubungan Diplomatik Indonesia-AS, Bamsoet Menaruh Harapan kepada Orang Penting Ini
Ketua umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini membahas Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang bergulir di MPR RI.
Menurut dia, MPR RI dalam dua kali masa jabatan (periode 2009-2014 dan 2014-2019) membuat dua keputusan yang pada prinsipnya merekomendasikan penyusunan PPHN.
Pertama, Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 yang mengamanatkan kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan dan terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan daerah.
Sistem perencanaan pembangunan yang tepat yang berorientasi pada demokrasi dan kesejahteraan rakyat perlu dirumuskan kembali.
"Kedua, Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 merekomendasikan kepada MPR Periode 2019-2024 untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum PPHN, termasuk membangun konsensus politik dalam penetapan bentuk hukumnya,’’ ucapnya.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan bentuk hukum yang paling ideal dari PPHN adalah ketetapan MPR, bukan diatur dalam UUD, karena sulit dilakukan perubahan untuk menyesuaikan dengan dinamika zaman.
Bamsoet menerangkan Badan Pengkajian MPR RI setelah bekerja selama 2 tahun 9 bulan sejak dibentuk pada Oktober 2019 menyerap aspirasi masyarakat dan bekerja sama dengan perguruan tinggi.
Kemudian, mereka melibatkan para pakar ahli, praktisi, serta akademisi untuk menyampaikan laporan hasil kajiannya kepada Pimpinan MPR dan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD pada tanggal 25 Juli.
Menurut Badan Pengkajian MPR, idealnya PPHN masuk dalam TAP MPR melalui amandemen terbatas.
"Perubahan terbatas UUD tersebut sulit direalisasikan sehingga disepakati untuk menghadirkan PPHN tanpa perubahan UUD 1945, tetapi melalui konvensi ketatanegaraan,’’ ucapnya.
Penerapan konvensi ketatanegaraan adalah hal lazim dalam kehidupan negara-negara demokratis.
Konvensi hadir sebagai rujukan hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan kaidah-kaidah hukum perundang-undangan, atau hukum adat ketatanegaraan.
"Gagasan menghadirkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan telah disampaikan dalam pertemuan konsultasi pimpinan MPR dengan presiden pada 14 Juli 2022. Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR," ucap Bamsoet. (mrk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi