jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin memperhatikan berbagai penyakit yang terus tumbuh dan berkembang diakibatkan daya tahan tubuh manusia yang rentan sehingga tidak sanggup menghadapi perubahan cuaca dan situasi lingkungan yang berubah.
Dia meminta pemerintah mengarahkan rakyatnya untuk kembali melakukan pola makan yang mampu mengembalikan kekuatan tubuh manusia menghadapi penyakit secara alami.
BACA JUGA: Kepala NFA: Extra Effort Jaga Inflasi Pangan Oktober Terkendali
"Saya meyakini berbagai penyakit, sumber terbesarnya adalah dari pangan yang dikonsumsi," kata Andi Akmal dalam keterangan tertulis pada Jumat (4/11).
Politikus PKS ini mencontohkan ketika terjadi pergeseran selera makan, penduduk Indonesia yang mengonsumsi beras yang tadinya ditumbuk kemudian beralih menjadi digiling.
BACA JUGA: Andi Akmal Minta Badan Pangan Nasional Agresif Bekerja Termasuk Kendalikan Harga
Menurut Akmal, beras yang digiling memang tampak indah karena berwarna putih bersih.
Namun, dampak yang terjadi ada berbagai kandungan zat yang sangat dibutuhkan tubuh manusia hilang seperti protein, vitamin B, mineral dan lebih dari 100 jenis bioaktif hilang.
BACA JUGA: Andi Akmal Minta Pemerintah Serius Memperkuat Industri Perikanan
“Kandungan zat yang sangat dibutuhkan manusia, tetapi hilang ketika proses menjadi beras ini ada di rice bran atau bekatul. Posisi rice bran berada di antara kulit luar dan beras (endosperm) yang biasa kita makan,” kata Akmal.
Akmal mengatakan zaman kita mengonsumsi beras tumbuk yang masih berwarna kecokelatan, rice bran/bekatulnya masih menyatu dengan beras.
Namun, kata dia, kini pola makan telah berubah karena beras yang dimakan rakyat Indonesia hampir tidak ada yang ditumbuk.
Politikus PKS ini mengatakan hadir budaya "modern" yang membangun preferensi beras putih bersih kita kehilangan kandungan rice bran tersebut pada beras yang kita makan.
Dia menyebut dampaknya terhadap kesehatan sangat besar mengingat nilai nutrisi yang dibuang demi kesehatan tersebut hilang.
“Saya akan meminta kepada Kementerian Pertanian agar di masa yang akan datang, teknologi pasca-panen pada beras mesti ada alternatif menggiling beras tanpa menghilangkan bekatulnya,” kata Akmal.
“Ini tantangan besar karena beras yang masih tertempel bekatul umumnya tidak tahan lama atau mudah menjadi bau apek.
Untuk saat ini, kata Akmal, mesti ada sosialisasi yang masif bahwa kebutuhan pangan kita sangat kurang secara kualitas terhadap beras.
Oleh karena itu, menurut Akmal, harus ada kesadaran atau ada alternatif pangan tambahan yang dapat dikonsumsi manusia yakni rice bran atau bekatul.
Dengan berbagai potensi manfaat bekatul bagi kesehatan manusia, Akmal juga meminta pemerintah agar bekatul menjadi program resmi sehingga masyarakat mudah mengonsumsi dengan ketersediaan yang mudah diakses.
“Campur tangan pemerintah dalam sosialisasi bekatul untuk kesehatan manusia, juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petani karena ada produk yang selama ini terbuang dapat bernilai ekonomi tinggi,” ujar Andi Akmal Pasluddin.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari