Andi Akmal: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2021 Sebesar 7,07 Persen Masih Semu

Senin, 09 Agustus 2021 – 23:41 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, Andi Akmal Pasluddin. Foto: Humas FPKS DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menanggapi siaran Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah merilis angka Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2021 pada Kamis (5/8/2021) lalu.

BPS dalam laporannya menyebutkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2021 Sebesar 7,07 persen merupakan angka yang belum bisa dibanggakan. Pasalnya, perbandingan yang dilakukan YoY, dimana tahun lalu, Negara Indonesia mengalami keterpurukan tahun pertama menghadapi pandemi covid-19.

BACA JUGA: Pertumbuhan Ekonomi di Jateng Mulai Melesat di Tengah Pandemi Covid-19

“Kalau sektor pertanian kuat, itu nyata adanya. Tangguh dalam mempertahankan negara kita terus tegak, memberi sumbangsih nyata pada negara. Namun, untuk Laporan pertumbuhan ekonomi 7,07 persen, itu semu belaka,” ujar Andi Akmal, Senin (9/8).

Akmal menjelaskan secara data, metode, dan penampilan memang sesuai fakta, tetapi kenapa tidak dapat dibanggakan, karena yang baseline yang dibandingkan pada kondisi serba-buruk.

BACA JUGA: Andi Akmal: Sektor Pertanian Akan Cepat Maju jika Importasi Produk Pangan Dibatasi

Fakta di lapangan juga masih terjadi banyak pengangguran akibat lesunya berbagai aktivitas industri dan perdagangan.

“Intinya, negara kita saat ini masih dalam kondisi tidak baik-baik saja, sebagai bukti nyatanya, angka kemiskinan jika diukur secara fair terjadi peningkatan yang cukup signifikan,” ujar Akmal.

BACA JUGA: Pertumbuhan Ekonomi Menembus 7 Persen, PDIP Apresiasi Kinerja Pemerintahan Jokowi

Legislator asal Sulawesi Selatan II ini menyarankan, pemerintah dalam menangkap dan menyerap informasi dari BPS, mesti merujuk kembali pada kondisi sebelum ada pandemi. Sehingga dalam menentukan target dan bekerja dalam perencanaannya, bukan mengambil baseline yang negatif.

“Saya mengingatkan, PPKM yang sudah berlangsung sejak 2 pekan lalu, telah melibas kembali daya beli masyarakat sekaligus merusak harapan para pedagang yang sulit berjualan di beberapa pasar modern maupun tradisional. Puluhan Juta orang mengalami short hour yang berarti menuju lesunya sektor industri,” ujar Akmal.

Merujuk dari data BPS, Akmal menerangkan, jumlah penduduk miskin tahun 2021 berkisar 27,54 juta orang. Disparitas jumlah penduduk miskin di kota dan di desa cukup tinggi, berkisar rentang sekitar 7%an.

Garis kemiskinan per Maret 2021, sebesar Rp.472,525 per kapita per bulan.  Selama September 2020 hingga maret 2021, garis kemiskinan naik sebesar 2,96 persen dari Rp458.947 per kapita per bulan di september 2020.

Sesuai penjelasan BPS, peran Komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2021, komoditi makanan menyumbang sebesar 73,96 persen garis kemiskinan.

“Kita mengetahui bahwa masyarakat pedesaan itu kalau bukan petani dan nelayan. Penduduk petani dan nelayan inilah yang masih banyak miskin dan perlu menjadi perhatian pemerintah. Padahal, peran mereka dalam menyediakan pangan, sangat besar bagi negara ini, termasuk dalam kondisi pandemi.”

“Dengan bukti nyata sektor pertanian ini sangat kukuh, semestinya pemerintah membuat prioritas untuk menjadikan profesi petani dan nelayan sebagai masyarakat menengah atas", pungkas Akmal.(fri/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler