Andika dan Istri Bungkam soal Aset First Travel

Jumat, 25 Agustus 2017 – 05:58 WIB
Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. FOTO DOK. DHIMAS GINANJAR/JAWA POS

jpnn.com, JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri kemarin (24/8) memeriksa manajer divisi First Travel Agus Junaedi sebagai saksi kasus penipuan bermodus penghimpunan dana umrah.

Kanit V Subdit V Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim AKBP M. Rivai Arvan membenarkan bahwa ada pemeriksaan Agus.

BACA JUGA: Kesal Banget Lihat Bos First Travel di TV

”Pemeriksaan seputar berbagai kegiatan perusahaan tersebut,” jelasnya ditemui di lobi Bareskrim kemarin.

Saat ini penyidik ingin memiliki gambaran penuh soal struktur organisasi First Travel selain Dirutnya Andika Surachman dan Direktur Anniesa Hasibuan, serta Komisaris Kiki Hasibuan alias Siti Nuraidah.

BACA JUGA: Bareskrim Bidik Perusahaan Lain Milik Bos First Travel Andika Surachman

”Pasti, kami menyusun siapa saja petinggi First Travel, kita lihat strukturnya,” paparnya.

Penyidik akan mendeteksi sebenarnya berapa jumlah direktur dan jumlah komisaris perusahaan yang diduga merugikan 58 ribu orang tersebut. ”Teknis penyidikan itu ke sana,” ungkapnya.

Dia mengatakan, peran dari setiap petinggi First Travel juga akan dilihat. Bila Kiki yang berposisi sebagai komisaris merangkap manajer keuangan saja dijadikan tersangka, tentu petinggi FT lain peluangnya terbuka. ”Ya, kita lihat nanti,” paparnya.

Sementara itu,penelusuran aset Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki yang diduga berasal dari uang jamaah, begitu rumit.

Sebab, ketiga tersangka itu bersikap tidak kooperatif dengan terus menutupi informasi seputar aset-asetnya.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Herry Rudolf Nahak mengatakan, ketiganya bungkam soal aset mereka.

Para tersangka baru mengaku saat penyidik mendapatkan data aset dari sumber lainnya.

”Saat kami mengetahui ada satu aset nih, lalu kami tanya ke mereka, baru dijawab. Tapi, kalau tanya asetnya dimana saja ya hanya itu jawaban mereka,” terangnya.

Dengan kondisi semacam itu, maka ada beberapa cara untuk bisa mengungkap semua teka-teki kemana dana tersebut.

Pertama, mendeteksi melalui sistem perbankan dengan kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

Kedua, barulah mengerahkan semua sumber daya, baik penyidik bahkan jamaah korban FT. ”Kalau mengetahui asetnya, silakan lapor,” jelasnya.

Bila ada pihak yang tidak melapor kendati menguasai aset FT, maka bisa jadi dijerat pidana karena menadah barang atau aset yang diduga hasil tindak pidana pencucian uang. ”Jangan sampai malah terjerat,” paparnya.

Di bagian lain, ternyata tidak hanya jamaah dan rekanan yang menjadi korban tipu daya dari FT. Sekitar 2.000 agen FT juga ditipu luar dalam, sudah diminta mengurusi jamaah, agen juga dimintai uang.

”Agen memang harus membayar uang untuk mendaftar,” terang seorang agen FT berinisial DH.

Setiap agen ini diwajibkan membayar Rp 2,5 juta untuk bisa secara resmi menjadi agen. Bayarannya berupa komisi Rp 200 ribu untuk setiap jamaah yang dibayarkan setelah jamaah pulang dari umrohnya. ”Jumlah agen saja 2 ribu orang,” tuturnya.

Masalahnya, sebagian besar agen ini ternyata tidak dibayar komisinya. Penyebabnya karena jamaah umroh yang belum berangkat.

“Namun, banyak juga agen yang walau jamaahnya telah berangkat, komisinya juga tidak dibayarkan,” terangnya.

Dengan uang pendaftaran dari sekitar 2.000 agen, maka bila ditotal uang yang ditipu dari agen bisa mencapai Rp 5 miliar.

”Itu jumlahnya seharusnya juga diperhitungkan sebagai bagian dari penipuan yang dilakukan First Travel,” ucapnya. (idr/wan/agm)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler